Insan Cendekia di Balik Kecerdasan Paripurna

Insan Cendekia di Balik Kecerdasan Paripurna

OpiniOpini Pelajar
154 views
Tidak ada komentar
Insan Cendekia di Balik Kecerdasan Paripurna

Insan Cendekia di Balik Kecerdasan Paripurna

OpiniOpini Pelajar
154 views
Insan Cendekia di Balik Kecerdasan Paripurna
Insan Cendekia di Balik Kecerdasan Paripurna

Hari demi hari, laju perkembangan teknologi sangat cepat berubah. Belum genap dua dekade penemuan ponsel pintar, kini bahkan sudah ada algoritma yang mampu mengolah data dan menyajikan berbagai inormasi aktual secara instan, atau yang biasa kita kenal dengan artificial intelligence (AI). Sebut saja Chat GPT, Deep AI, Bard, dan berbagai piranti kecerdasan buatan yang sangat membantu dalam mengolah berbagai informasi digital.

Adanya kemudahan ini ibarat pedang berbilah dua, bila kemudahan ini dimanfaatkan dengan bijak dan professional, maka beban intelekual seseorang akan berkurang dengan sangat signifikan. Beban waktu yang dibutuhkan untuk mengolah berbagai data, mencerna informasi, dan menyajikan berbagai variabel yang kompleks. Namun, dari kemudahan ini pulalah terkadang manusia lupa, lalai dengan berbagai kemdahan yang ada, sehingga mulailah terpantik jiwa-jiwa dependen yang selalu bergantung pada kecerdasan buatan.

Dengan demikian, penanaman karakter cendekia bagi generasi saat ini merupakan hal yang krusial bagi perkembangan kualitas pribadi kawula muda. Dalam riset mengenai character building, anak yang telah tertanam dalam dirinya kepribadian positif, dibiasakan dalam lingkungan tepat memiliki kesempatan emas untuk membentuk insan yang benar-benar siap menghadapi berbagai tantangan zaman secanggih apapun.

Di balik berbagai peluang yang ditawarkan oleh AI dalam perkembangan dunia Pendidikan, terdapat jurang permasalahan yang apabila tidak dimitigasi secara intens, dapat menurunkan kualitas pendidikan, khususnya di strata pendidikan SMP dan SMA. Penjelasan mendalam mengenai permasalahan ini dapat digariskan sebagai berikut.

Bias dan ketimpangan Sumber Informasi

Algoritma AI dirancang untuk menyajikan berbagai sumber data yang ditulis oleh berbagai penulis di dunia. Tetapi, bila tidak diawasi penyajian dan pengelolaannya akan menimbulkan pengalaman belajar yang tidak sesuai dengan tingkatan dan sumber pendidikan yang diinginkan. Sebagai contoh ialah “bookworm AI” yang mempersonalisasikan bacaan-bacaan yang cocok untuk pelajar. AI ini menganalisa jejak digital, preferensi, dan tingkatan pendidikan yang diminati. Namun, Bookworm AI ini hanya menyajikan literatur Barat dan kecil kemungkinan untuk menyajikan literatur Timur, atau belahan dunia lain.

Sebagai contoh, sumber literatur fiksi-sejarah oleh Bookworm AI dapat menyajikan “The Book Thief” karya penulis Jerman, maupun “All the Light We Cannot See” karya penulis Perancis. Namun kemungkinan kecil AI tersebut untuk menyajikan literatur Timur seperti halnya “Pachinko” yang bercerita tentang diaspora Korea-Jepang atau “The Kite Runner” oleh penulis Afghanistan. Bias dan ketimpangan semacam ini tidak hanya membatasi paradigma literasi, tetapi juga memperkuat ide “great literature” yang dikembangkan di barat dan memarjinalkan kontribusi penulis Timur dan penulis non-Barat lainnya.

Maka, untuk mengatasi bias informasi ini, langkah yang kiranya tepat adalah dengan membekali tenaga pengajar dengan kemampuan penggunaan AI secara professional, mengidentifikasi bias informasi oleh AI, dan menumbuhkan suasana pembelajaran yang menarik bagi siswa. Diharap dari kemampuan tersebut, para pendidik mampu untuk megawasi secara kritis bias dan ketimpangan informasi oleh berbagai piranti pendidikan berbasis AI, juga mampu utuk menyelaraskan piranti tersebut dengan kurikulum pendidikan terkait.

Dehumanisasi Pembelajaran

Ketergantungan kepada piranti belajar AI dapat menggeser posisi penting pengajar dalam proses pembelajaran. Piranti AI tidak mampu untuk menumbuhkan pemikiran kritis siswa, interaksi sosial, dan pengembangan emosional yang merupakan aspek krusial dalam pendidikan.

Sebagai contoh ialah “DreamBox Learning”, sebuah AI yang dapat menyediakan berbagai solusi penyelesaian masalah matematis, tetapi tidak dapat memberikan dukungan, pengarahan, serta arahan yang sama dengan pengajar manusia. Peran pengajar manusia mutlak merupakan aspek yang tak tergantikan dalam proses pembelajaran

Dari problematika ini, AI semestinya mendorong, membantu, dan meringankan para pengajar dalam proses pembelajaran, bukan malah menggantikan peran pengajar dalam prosesnya. Sentuhan manusia dalam pembelajaran ialah aspek mutlak untuk menumbuhkan kreatifitas, daya pikir kritis, dan pembelajaran sosio-emosional siswa. Pengajar harus memiliki pandangan bahwa AI ada bukan untuk menggantikan peran mereka, namun adalah alat ampuh untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dependensi pada Teknologi dan Penurunan Daya Kritis

Penggunaan AI untuk pemecahan masalah secara ekstensif dapat menghambat perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mandiri. Dengan adanya AI, tugas sekolah serumit apapun dapat terselesaikan dalam hitungan detik. Namun, dengan kemudahan ini ternyata mengganggu proses belajar siswa untuk dapat menyelesaikan problematika yang ia hadapi dengan kemampuan pribadinya. Dan secara tidak langsung mengacaukan kesempatan mereka untuk mengembangkan kemampuan berpikir secara logis, dan memunculkan tendensi nyaman dengan pemecahan masalah secara instan.

Sebagai contoh, ialah AI “Photomath” yang menyediakan layanan penyelesaian persoalan matematika step-by-step dengan cukup mengambil gambar soal matematika tersebut. Melalui piranti ini mungkin akan sangat memudahkan siswa untuk mudah memahami konsep matematis secara gamblang. Namun, AI ini juga dapat mengganggu proses pembelajaran dengan mencegah siswa untuk memahami permasalahan secara mendalam dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan daya pikir kritis.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, menumbuhkan budaya literasi digital adalah salah satu pilihan tepat. Dengan pembiasaan literasi digital, siswa akan mampu untuk memilah dan memilih akses informasi yang relevan bagi mereka. Juga mampu untuk menjelajah dunia digital secara kritis dan bertanggungjawab. Dengan langkah ini pulalah minat siswa pada literatur tidak mudah untuk pudar begitu saja. Dengan pembiasaan literasi digital sejak dini, siswa juga mampu untuk menilai berbagai bias yang mungkin disajikan oleh piranti AI, sehingga siswa mampu untuk mengakses informasi yang diinginkan tanpa khawatir pada pengaruh negatif dari AI itu sendiri.

  • Penulis bernama Abdullah Azzam Ati’illah, kader IPM Lamongan yang menimba wawasan selama gap year di tahun 2024-2025 sebagai volunteer pendidikan karakter di yayasan Matahati Care Center Indonesia
  • Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Dorong Generasi Muda Jadi Pemimpin Masa Depan, PD IPM Yogyakarta Adakan Student Camp
Resolusi Urgent IPM
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.