Perempuan: Gelisahnya Dituliskan Jadi Gagasan Kemudian

Perempuan: Gelisahnya Dituliskan Jadi Gagasan Kemudian

OpiniOpini Pelajar
935 views
Tidak ada komentar

[adinserter block=”1″]

Perempuan: Gelisahnya Dituliskan Jadi Gagasan Kemudian

OpiniOpini Pelajar
935 views

Penulis melakukan riset sederhana tentang giat literasi pelajar yang diambil dari ipm.or.id. Data yang digunakan adalah tulisan opini pelajar sejak 21 April 2019 hingga saat ini. Selama rentang waktu satu tahun, ipm.or.id berhasil mempublikasikan 34 (tiga puluh empat) naskah. Itu artinya, perlu waktu lebih dari 10 (sepuluh hari) untuk setiap naskah baru. Sebanyak 34 (tiga puluh empat) naskah tersebut hanya ditulis oleh delapan belas orang. Beberapa orang diantaranya menulis lebih dari satu naskah. Padahal sumber daya kader IPM jumlahnya ribuan, mungkin jutaan. Yang lebih menyedihkan, dari delapan belas orang tersebut hanya ada kontribusi tulisan dari empat perempuan. Artinya, dinamika kepenulisan opini pelajar ipm.or.id didominasi oleh laki-laki sebanyak 78%, dan sedikit peran perempuan sebanyak 22%. Mengapa demikian?

Perempuan adalah makhluk penuh ekspresi. Namun, sejak kecil ada begitu banyak hal yang mengurung kebebasannya. Masih ada sebagian yang bilang bahwa perempuan itu harus menjaga rasa malu. Akibatnya sedikit perempuan yang berani tampil dan bersuara. Coba kita tengok di lingkungan IPM masing-masing. Apakah jumlah laki-laki dan perempuan yang aktif sebagai pimpinan seimbang? Jika masih didominasi oleh laki-laki, maka kemungkinan pada setiap kegiatan, tugas domestik kepanitiaan diserahkan pada perempuan. Bagaimana dengan suasana rapat, diskusi dan beragam kegiatan organisasi yang lain? Bukankah lebih banyak perempuan memilih untuk mengalah?

Bayangkan, betapa besar emosi perempuan yang terpendam akibat situasi yang tidak mendukungnya. Dulu, ketika kecil dan mengalami situasi tersebut, saya punya buku harian yang merekam segala curahan perasaaan maupun pikiran. Saya termasuk perempuan yang lebih suka mengekspresikannya lewat tulisan. Kini semenjak media sosial erat dengan hidup kita, ada banyak wadah untuk berbagi emosi. Kita bisa berkeluh kesah di twitter, membagi inspirasi di instagram, berjejaring lewat facebook, dan lain sebagainya. Namun, media sosial yang memberikan akses mudah untuk menulis dan bercerita tidak cukup jika peluang tidak diciptakan.

Menilik perjuangan Kartini, ia adalah perempuan visioner yang mampu membaca tantangan perempuan di masa depan. Oleh karena itu muncul kegelisahan dalam nuraninya ketika para perempuan tidak berbekal pendidikan dan pada akhirnya hanya menjadi “makhluk nomor dua”. Kegelisahan itu ia tulis terus menerus dalam suratnya. Berawal dari tulisan itu, ia kemudian membuka sekolah bagi perempuan dan menginspirasi munculnya gerakan pemberdayaan perempuan di masa itu. Kartini tidak punya privillege yang cukup banyak. Meskipun ia sempat bersekolah, kehidupan masa mudanya juga dibayangi oleh perjodohan. Awalnya ia bertekad melanjutkan pendidikan lebih tinggi, namun orang tuanya pasti menolak dan hanya menyiapkan dirinya agar dapat menikah dengan lelaki bangsawan. Betapa sebuah kesejahteraan hanya dapat dimiliki oleh orang-orang tertentu dan  menjadi perempuan sangat jauh dari kebebasan kala itu.

Menulis butuh wawasan, waktu, dan yang terpenting hasrat. Kerap kali hasrat perempuan untuk menulis terbelenggu oleh kerja-kerja domestik. Oleh karena itu yang dibutuhkan perempuan dalam menulis adalah dukungan sosial (social support). Menurut pengamat isu gender Lelly Andriasanti “Dukungan sosial tidak hanya menciptakan suasana hati yang kondusif bagi perempuan untuk kembali menulis, tetapi juga memperkuat komitmen untuk tetap menulis.” Bagi para ipmawati, dukungan yang paling penting di usianya adalah lingkungan pertemanan. Perempuan muda masih memiliki kebebasan dan belum terusik dengan urusan rumah tangga maupun pekerjaan domestik rumah yang kerap dipikulkan padanya.

Hari ini kita memperingati Hari Kartini dengan tantangan yang berbeda. Peran teman sebaya menjadi penting untuk menciptakan gagasan perempuan-perempuan muda. Sejak kini kita memang harus mewujudkan peluang tersebut, agar kelak dalam usia matang perempuan mampu tampil lebih berani karena menulis dapat memberikan pemikiran alternatif yang selama ini lebih didominasi oleh kaum laki-laki. Suatu saat bisa jadi tulisan-tulisan itu dapat memberi inspirasi untuk melakukan sebuah kerja pemberdayaan perempuan. Terakhir, siapapun yang membaca tulisan ini mulailah tuliskan apa yang mengusikmu dan menjadi kegelisahanmu. Ajak teman di sebelahmu karena perjuangan bersama ini masih belum selesai.

*) Catatan

  • Penulis adalah Linta Ulinnuha Bahraine, Bendahara 2 PP IPM. Penulis dapat dihubungi via email: bahrainelinta@gmail.com
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
IPM Kembangbahu Gelar Kegiatan Peduli Masyarakat
Millenial Berkarya diRumah
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.