Adu Strategi IPM vs Kementerian Pendidikan

Adu Strategi IPM vs Kementerian Pendidikan

Opini
2K views
Tidak ada komentar

Adu Strategi IPM vs Kementerian Pendidikan

Opini
2K views

“Membumikan Gerakan Pelajar Berkemajuan dengan Menjadikan IPM sebagai Rumah Minat dan Bakat Pelajar Indonesia disertai Nilai-nilai Ajaran Islam sebagai Komponen Masyarakat Islam yang Sebenar-Benarnya ”

Sejujurnya saya sendiri tidak faham dengan kalimat di atas. Katanya itu adalah Visi IPM 2024. Kenapa 2024? Karena ini adalah visi panjang yang akan melandasi gerak langkah IPM. Salah satu bagian yang menarik dari visi tersebut adalah IPM sebagai Rumah Minat dan Bakat Pelajar Indonesia. Kok IPM jadi kelihatan keren ya dengan mengusung visi ini?

Ibarat rumah yang selalu menjadi tempat tinggal, maka IPM akan hadir sebagai wadah dalam membentuk, mengembangkan, dan memberdayakan minat dan bakat pelajar sebagaimana rumah membuat kita dapat menjalin aktivitas sosial setiap hari. Minat dan bakat adalah kemampuan yang melekat dalam diri pelajar yang harus terus dihidupkan untuk menerangi jalan para pelajar sebagai individu maupun bagi kelompok yang lebih luas.

Minat adalah dorongan kuat dalam diri seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan. Minat menjadi salah satu faktor yang dapat mengarahkan bakat. Sedangkan bakat adalah anugerah/talenta yang dimiliki seseorang. Misalnya saja saya punya minat di bidang olahraga, saya berbakat dalam seni bela diri. Nah, seandainya rumah minat dan bakat IPM ini benar-benar terlaksana, bukankah IPM akan menyelamatkan banyak anak muda yang selama ini cenderung merasa tersesat dan tidak mampu mengenali minat dan bakatnya sendiri?

Sayangnya, selama ini pelajar masih menjadi korban akibat problematika dalam dunia pendidikan. Kalau masih ada guru yang menilai hasil belajar dari ujian tertulis yang bersifat teoritis saja, guru tersebut baru sebatas mengapresiasi knowledge bukan skill. Lalu kapan pelajar mengembangkan minat dan bakatnya jika belum banyak pendidik yang mampu menjadikan pelajar sebagai subjek dan mengembangkan potensinya masing-masing? Salah satu alasannya adalah beban para pendidik yang terjerat pekerjaan administratif. Itulah tantangan yang berat bagi seorang guru untuk melakukan inovasi pembelajaran.

Baru-baru ini, setelah terpilihnya Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan, kita seakan sedang dihadapkan dengan terobosan baru. Tapi lo ya, Nadiem ini siapa? Dia tidak pernah kuliah jadi guru dan pasti tidak punya background akademisi. Masa iya kita menjatuhkan harapan pendidikan yg lebih baik padanya? Nadiem memang keren, dia meraih banyak penghargaan di tingkat internasional dalam usia yang masih sangat muda, 35 tahun. Tapi prestasi tersebut didapat melalui usahanya menjadi pengusaha start up yang sukses, salah satu yang melekat dengan kita adalah Gojek. Lantas, apa nyambungnya pengalaman sebagai CEO Gojek kemudian diangkat menjadi Menteri Pendidikan?

Fenomena Nadiem Makarim ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan oleh Presiden kita pasti punya pro-kontra. Tapi saya sendiri menilai bahwa Nadiem punya kesempatan untuk melakukan sebuah transformasi. Setelah para pendahulu membuat konsep tentang bagaimana pendidikan yang ideal di Indonesia, maka Nadiem punya tugas besar untuk memobilisasi unsur-unsur Pendidikan yang ada. Apa artinya punya banyak pakar pendidikan saja tanpa membumikan keilmuannya? Apa artinya belajar yang hanya terbatas di ruang-ruang kelas? Kita tentu akan membutuhkan suasana rumah yang baru untuk menghadapi tantangan pendidikan selanjutnya melalui pemanfaatan teknologi. Kita berharap Nadiem dapat memobilisasi kesenjangan pendidikan di Indonesia yang selama ini menjadi masalah berkepanjangan.

Begitu juga visi IPM 2024 sebagai Rumah Minat dan Bakat Pelajar. Kita sudah mempunyai visi yang hebat, apakah kita sudah bergerak kesana? Atau selama ini hanya sekedar berlari-lari kecil di tempat? Barangkali suatu saat gerakan pelajar kita menjadi lebih birokratis dibanding kementerian pendidikan di bawah seorang Nadiem Makarim. IPM yang dipenuhi dengan anak-anak muda dengan semangat perubahan, perlu belajar dari fenomena ini. IPM tidak perlu memusatkan perhatian untuk memantau kinerja Menteri dan kebijakannya di bidang pendidikan, tapi IPM perlu bergerak cepat. Apakah IPM sudah menyiapkan strategi menuju gelombang baru? Apakah IPM punya sosok ‘Nadiem Makarim’ yang mampu memobilisasi unsur-unsur dalam IPM menjadi sebuah gerakan yang nyata dan berdampak?

IPM memiliki banyak kader yang tersebar di seluruh Indonesia. Kader-kader IPM dibentuk dari proses perkaderan yang panjang. Kader IPM idealnya memiliki etos spiritual dan juga pembelajar yang tangguh. Pekerjaan selanjutnya adalah melengkapi kapabilitas kader dengan beragam skill. Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi yang mandiri dan kompeten. Visi IPM menjadi Rumah Minat dan Bakat Pelajar tersebut barangkali sejalan dengan visi misi pendidikan Pak Presiden yaitu terjadinya link and match antara industri dan institusi pendidikan. Bagi sebagian pengamat pendidikan, visi ini kurang tepat karena pendidikan justru bermuara pada kebutuhan industri. Seharusnya pendidikan itu menghasilkan manusia yang berbudi.

Sudahlah, tidak perlu ngotot menolak visi tersebut. Lagian kita belum lihat kedepan bagaimana bentuk terobosan baru di dunia pendidikan. Jangankan menolak pendidikan yang berbasis kompetensi, memangnya selama ini anak-anak IPM itu sudah menemukan minat dan bakatnya? Anak IPM seringnya terjebak dalam rutinitas organisasi tapi lupa dalam memperkaya kemampuan masing-masing. Keahlian sebagian besar anak IPM itu dua hal; ahli rapat atau audiensi dengan pejabat (terutama di tingkat Pusat haha). Betapa menjadi anak IPM sangat tidak asyik. Bisa-bisa kita kehilangan banyak kader karena menjadi anak IPM tidak terlalu menunjang kompetensi kita.

Kalau kata Presiden institusi pendidikan harus link and match dengan industri, gerakan IPM juga harus punya link and match dengan skill. IPM tidak perlu mendukung visi Pemerintah jika outputnya hanya sebatas menghasilkan pribadi pemuas kebutuhan industri. IPM tetap menjadi rumah bagi pelajar untuk kegiatan intelektual maupun pengembangan minat dan bakat yang dilandasi nilai-nilai ajaran islam. Kelak, saya bermimpi anak-anak IPM tidak hanya punya jiwa sosial yang tinggi melainkan ditunjang dengan kompetensi. Anak IPM yang pandai meracik kopi, ahli dalam penguasaan teknologi, menjadi influencer, videographer dan lain sebagainya. Kompetensi inilah yang nantinya akan menunjang kemandirian kader-kader IPM juga memperkaya gerakan. IPM Jaya!

*) Catatan

  • Penulis adalah Linta Ulinnuha Bahraine, Bendahara 2 PP IPM, mahasiswa di Universitas Islam Indonesia (UII) jurusan Ilmu Hukum. Penulis dapat dihubungi via email:bahrainelinta@gmail.com
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Diskusi Online dengan Tajuk “Yuk Berwirausaha di Era 4.0” Memotivasi Kader IPM se-Indonesia
Ukir Prestasi Nasional, Kader IPM SMK Agro Maritim Ungkap Kemampuan
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.