Dua Semester Corona: Bukti Guru Tak Dapat Tergantikan Jasanya

Dua Semester Corona: Bukti Guru Tak Dapat Tergantikan Jasanya

OpiniOpini Pelajar
872 views
Tidak ada komentar
Dua Semester Corona: Bukti Guru Tak Dapat Tergantikan Jasanya

[adinserter block=”1″]

Dua Semester Corona: Bukti Guru Tak Dapat Tergantikan Jasanya

OpiniOpini Pelajar
872 views
Dua Semester Corona: Bukti Guru Tak Dapat Tergantikan Jasanya
Dua Semester Corona: Bukti Guru Tak Dapat Tergantikan Jasanya

Sudah hampir setahun lamanya—jika dihitung perbulan maret—Corona ini dinyatakan sebagai pandemic oleh WHO dan kemudian semua aktivitas dibatasi. WFH, PSBB dan sekarang PPKM adalah istilah-istilah yang digunakan pemerintah untuk melakukan pembatasan aktivitas masyarakat dikala pandemic ini belum mereda (read:semakin meningkat). Pendidikan menjadi satu elemen yang dirasa paling terkena dampaknya.

Diliburkan semenjak semester genap tahun lalu, per hari ini belum juga ada pertemuan antara siswa dengan temannya, maupun siswa dengan gurunya di dalam kelas. Satu fenomena yang tidak dapat diprediksi memang.

Belum lagi, progres dan dampak pembelajaran jarak jauh dirasa semakin tidak efektif dan efisien. Sehingga dirasa pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan hanya sebatas legitimasi dan formalitas semata.

Kenapa demikian? Tidak semua siswa mampu untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Terlebih siswa yang duduk di bangku TK dan SD. Memang, peran orang tua saat ini menjadi penting karna harus ikut turut berkontribusi mendampingi anaknya ketika melakukan pembelajaran jarak jauh, akan tetapi tidak semua orang tua juga menguasai hal itu. Satu fakta yang tidak boleh dinegasikan karna pembelajaran ini untuk semua anak bangsa.

Pembelajaran jarak jauh pun juga tak dapat dimungkiri memakan banyak korban. Mulai dari siswa yang tidak naik kelas karna laptopnya rusak sehingga tidak dapat mengikuti PAT (Penilaian Akhir Tahun), sampai siswa yang naik kelas padahal ia tak memahami sepenuhnya pembelajaran. Tiba-tiba naik kelas gitu. Adapula siswa SD yang belum bisa membaca karna pembelajaran jarak jauh ini.

Peran orang tua memanglah penting sekali lagi, akan tetapi kesalahan dan ketidakoptimalan yang terjadi juga tida bisa sepenuhnya disalahkan kepada orang tua/wali atau bahkan siswa. Justru ini menjadi satu bukti bahwa siswa setingkat TK, SD ataupun bahkan SMP belum siap untuk sepenuhnya melangsungkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Atau malah bisa dikatakan tidak akan pernah siap karna semestinya pendidikan tidak hanya transfer knowledge.

Dinamika Sekolah yang Dirindukan

Sekolah bukan hanya tempat kita belajar ilmu eksak. Sekolah adalah tempat belajar segala macam ilmu. Hal ini juga baru saya sadari ketika pandemic ini melanda dan sekolah dilaksanakan secara jarak jauh.

Hal hal kecil yang terdapat di sekolah seperti, gaduh di dalam kelas, olahraga bersama, interaksi dengan guru, pembelajaran di kelas hingga waktu istirahat itu nyatanya terdapat pembelajaran yang tidak kita sadari.

Gaduh, atau istilah jawanya Gojek—bukan Go-Jek—memang terkonotasikan buruk. Tetapi itu adalah satu fase seorang siswa suka dan senang untuk bercakap, ngobrol, dan saling berinteraksi bersama teman sekelasnya.

Memang pada akhirnya membuat gaduh kelas, tapi di fase itu, khususnya tingkat TK dan SD—seorang siswa mencoba menjalin interaksi dengan teman sebayanya yang berbeda domisili, berbeda pemikiran, dan mungkin juga berbeda watak.

Interaksi dengan guru juga merupakan satu hal yang fundamental dalam segi pembelajaran. Interaksi dengan guru di dalam maupun luar jam pelajaran pada dasarnya bisa melatih jiwa sopan santun seorang siswa.

Tidak hanya itu, interaksi ini juga berpotensi untuk kita mendaoatkan ilmu-ilmu sang guru yang tidak kita dapatkan didalam kelas. Seperti namanya Guru, digugu lan ditiru­, menempatkan seorang guru sebagai fasilitator pendidikan bagi seorang siswa.

Waktu istirahat. Siapa sangka waktu istirahat ini adalah hal penting yang terjadi didalam dinamika sekolah. Hal yang sepele. Mungkin dari kita akan beranggapan jikalau waktu tersebut hanyalah waktu untuk jajan begitu. Tetapi waktu istirahat ini faktanya tidak sesimpel itu.

Pernahkah kita temui seorang siswa yang akrab dengan penjual bak teman sendiri? Pernahkan kita temui seorang siswa tidak sopan dengan penjual? Dan pernahkan kita temui seorang siswa sangat sopan dan menghormati penjual? Waktu istirahat menjadi penting karna didalamnya terdapat pembelajaran kepada seorang siswa untuk berinterakasi kepada orang luar dari masyarakat sekolah. Interaksi untuk berjual beli serta bernegosiasi. Memang remeh, tetapi coba liat perbedaan yang terjadi.

Guru Harus Tetap Ada

Seperti yang kita ketahui, perkembangan teknologi sangatlah pesat. Bahkan setiap harinya ada saja inovasi yang muncul dan diperkenalkan. Tidak dapat dimungkiri akan banyak pekerjaan yang digantkan oleh robot. Akan tetapi, bagi saya, seorang guru—khususnya tingkatan TK, SD, bahkan SMP—tidak dapat digantikan oleh teknologi eLearning. Karna bisa kita ketahui sendiri bahwa di dunia persekolahan terdapat  banyak value yang harus tertransferkan dari seorang guru kepada seorang siswa. Bukan hanya transfer knowledge saja.

Mulai dari nilai kehidupan, attitude, atau bahkan sekedar experience sang guru pun penting bagi seorang siswa, karna dia perlu banyak sekali pandangan dan cerita hidup. untuk nantinya memperluas worldviewnya.

Lantas guru harus tetap ada dan mendidik serta menjadi fasilitator bagi peserta didik. Kan ada orang tua? Sudah ada pembagian fase pendidikan selama ini. Orang tua dan guru haruslah saling bersinergi untuk mendidik anak bangsa. Tidak bisa semata-mata tumpuan hanya kepada guru saja ataupun kepada orang tua saja.

Apa Peran IPM?

Dirasa, peran IPM belum terasa hingga di ranah grassroot. Kita hanya sekadar mengawal dengan argumentasi dan dialektika saja terkait fenomena ini, akan tetapi dalam segi pendampingan masih sangat kurang.

Kenapa demikian? Rekan kita, IPNU dan IPPNU bahkan sudah bergerak dan beraksi dengan Konco Sinau-nya. Satu gerakan yang menyasar teman-teman ditingkatan TK dan SD yang tidak bisa optimal dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini.

Pelajar adalah ladang garap kita. Meskipun IPM hanya berada di lingkup yang paling kecil yaitu SMP, tidak menutup kemungkinan juga untuk kita melebarkan sayap dikarenakan situasi dan kondisi yang seperti ini.

Disisi lain kita menunggu pandemic mereda, menunggu inovasi dari pemerintah pula, kita yang sebagai organisasi pelajar seharusnya turut berkontribusi dan bersinergi untuk membantu rekan-rekan yang sangat kurang dalam melangsungkan pembelajaran jarak jauh.

Sudah hampir satu tahun. Kalau orang yang sudah menikah istilahnya, anniversary. Di satu tahun pandemic yang tidak kunjung usai kini, perlu dan dibutuhkan karya nyata dan gerakan nyata.

Terlebih bagi seorang kita organisatoris di ranah pelajar. Kita juga harus mengawal dan mendukung inovasi pembelajaran dari stakeholder terkait. Serta juga tak boleh lupa bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, pendidikan menjadi satu hak bagi seluruh anak bangsa.

*) Catatan

  • Penulis adalah Daei Aljanni, Ketua Bidang Perkaderan PD IPM Kabupaten Klaten, Korps Fasilitator PW IPM Jawa Tengah.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Tags: , , , ,
IPM Menggala : Empati Sinergi Jembatani
Bagaimana Pelajar Mengatur Keuangan di Tengah Pandemi?
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.