Problematik Tingkat Perkaderan dan Pimpinan

Problematik Tingkat Perkaderan dan Pimpinan

OpiniOpini PelajarSumatera Barat
1K views
Tidak ada komentar
Problematik Tingkat Perkaderan dan Pimpinan

[adinserter block=”1″]

Problematik Tingkat Perkaderan dan Pimpinan

OpiniOpini PelajarSumatera Barat
1K views
Problematik Tingkat Perkaderan dan Pimpinan
Problematik Tingkat Perkaderan dan Pimpinan

Permasalahan dalam suatu organisasi sebenarnya sah-sah saja. Terasa aneh jika tidak terdapat masalah yang harus diselesaikan mengingat basis pergerakan organisasi kita adalah pelajar. Biasanya pelajar identik dengan kemauan yang tinggi dan rasa ingin tahu yang terlampau besar.

Kebanyakan pelajar bahkan suka tampil di depan, meski tidak secara keseluruhan. Apalagi jika sudah membahas pergerakan pimpinan dan lain hal yang bersifat kepemimpinan.

Permasalahan Perkaderan

Semakin ke sini fakta yang kita dapatkan di lapangan adalah para kader yang mengisi pimpinan terlampau muda. Alasan pertama, karena perkaderan yang diikuti sudah sesuai dengan syarat pimpinan, alias kader-kader tersebut memiliki progres yang baik dalam perkaderannya. Alasan kedua, karena tidak ada lagi yang akan mengisi pimpinan, mau tidak mau harus memasukkan seluruh kader meskipun sedikit mengesampingkan latar belakang perkaderannya karena dapat menyusul kemudian selagi kadernya mau mengisi pimpinan.

Terlepas dari kedua alasan di atas, pastinya setiap kader yang akan meninggalkan pimpinannya ingin keberlangsungan pimpinan tidak berhenti hanya pada mereka. Begitu pun dengan estafet perkaderan yang tidak boleh berhenti apalagi mati.

Alasan pertama sudah sangatlah wajar dikarenakan kader-kader yang memiliki proses perkaderan yang baik menjadi salah satu bukti bahwa mereka bisa menggerakkan pimpinan kedepannya. Alasan kedua juga bukan masalah, mumpung kadernya mau dan tetap dengan harapan agar mereka dapat mengikuti perkaderan-perkaderan yang sudah ditentukan untuk menunjang progres pimpinan.

Namun, yang disayangkan apabila kader tersebut menunda-nunda perkaderan yang seharusnya diikuti dengan alasan: “Saya kan sudah berada di pimpinan, untuk apalagi perkaderan ABC saya ikuti,” atau “Buat apa mengikuti perkaderan 1,2,3 kalau tidak bergerak dengan baik dalam pimpinan”.

Kalimat-kalimat tersebut menunjukkan bahwa kader-kader yang mengisi pimpinan dengan alasan yang kedua ini sudah merasa bahwa dengan aktif bergerak di pimpinan tanpa diimbangi dengan perkaderan yang baik itu sudah cukup. Terkesan hanya mengejar posisi strategis dalam pimpinan. Sepertinya juga terlampau gengsi karena merasa sudah berada pada posisi strategis pimpinan dan tidak mau disamakan tingkat perkaderannya dengan pimpinan di bawahnya. Sehingga, bisa ditarik kesimpulan bahwa mereka keliru mengartikan maksud dari alasan yang kedua.

Perbedaan Tingkat Perkaderan Bukan untuk Dibandingkan

Sejatinya perkaderan yang kita ikuti berbanding lurus dengan pimpinan yang akan kita masuki. Dalam proses perkaderan formal atau nonformal, kita bukan hanya belajar teori, tapi juga bagaimana pemecahan masalah, cara mengomunikasikan sesuatu, sampai pada pemikiran kritis yang perlahan terbentuk.

Hal ini memang tidak mudah. Justru karena tidak mudah, memang dibutuhkan keseriusan untuk belajar dan berproses. Nyatanya, masih saja banyak yang menyepelekan. Padahal proses perkaderan yang dijalani dengan serius menjadikan setiap pribadi kader bukan hanya matang secara fisik, tetapi juga seluruh aspek yang ada di dalam diri seorang kader terbentuk dengan lebih baik.

Perbedaan tingkat perkaderan dalam satu pimpinan sebenarnya bukan untuk dibandingkan mana yang lebih tinggi atau mana yang lebih berkuasa, tetapi untuk menjadi acuan bagi semuanya agar mau menyetarakan tingkat perkaderan demi berjalannya pimpinan dan perkaderan yang lebih baik lagi.

Pergerakan pimpinan dan proses perkaderan sudah sepatutnya seimbang karena memang begitu adanya, tetapi bukan berarti kita berhak menyalahkan satu sama lain atau meninggikan diri sendiri. Sumber daya manusia kita berlimpah, pemberdayaannya yang masih kurang. Menjadi tugas kita bersama untuk mulai menyusun strategi-strategi dalam memberdayakan para kader agar perkaderan dan pergerakan pimpinan semakin baik tanpa adanya diskriminasi.

*) Catatan

  • Penulis adalah Anisa Fatjriani, PD IPM Kota Padang.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Tags: ,
Meninjau Kembali Nilai Ekologis dalam Tatanan Masyarakat Modern
Bidang Teknologi dan Informasi Tidak Applicable untuk Akar Rumput?
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.