Meninjau Kembali Nilai Ekologis dalam Tatanan Masyarakat Modern

Meninjau Kembali Nilai Ekologis dalam Tatanan Masyarakat Modern

BantenOpiniOpini Pelajar
1K views
Tidak ada komentar
Meninjau Kembali Nilai Ekologis dalam Tatanan Masyarakat Modern

[adinserter block=”1″]

Meninjau Kembali Nilai Ekologis dalam Tatanan Masyarakat Modern

BantenOpiniOpini Pelajar
1K views
Meninjau Kembali Nilai Ekologis dalam Tatanan Masyarakat Modern
Meninjau Kembali Nilai Ekologis dalam Tatanan Masyarakat Modern

Era modern merupakan arus balik sejarah perkembangan manusia, arus balik ini sangat penting untuk dipahami agar menemukan jati diri manusia sebagai mahluk, dan dalam rangka me-rekonstruksi kesadaran manusia terhadap alam semesta. Pada era modern ini manusia memiliki paham antroposentris atau bisa disebut antroposentrisme. Artinya, anggapan bahwa manusia adalah pusat segala-galanya, sehingga pandangan ini menjadi embrio dari manusia modernisme. 

Era Modern dan Paham Antroposentris

Antroposentris menjelaskan bahwa kecenderungan manusia sebagai entitas pusat dan yang sangat penting dalam kehidupan alam semesta. Secara konseptual antroposentrisme adalah sebuah konsep utama dalam kajian etika lingkungan hidup dan filsafat lingkungan. Dimana sering dianggap sebagai akar masalah dalam interaksi manusia dan lingkungan. 

Kita dapat menarik dari sejarah filsafat antroposentris bahwa pada abad pertengahan, dunia barat telah dipengaruhi pikiran mitologis yang berasal dari Yunani. Pada saat itu, para filosof menganggap bahwa Tuhan telah memperdaya manusia, sehingga memunculkan opsi lain yakni antroposentris yang berasal dari pikiran rasionalisme yang beranggapan tidak lagi mempercayai bahwa hukum alam bersifat mutlak. Sikap etnosentris manusia sangat meningkat, sehingga kuasa terhadap alam ada dalam kuasa manusia.

Kita perlu mempertanyakan bagaimana alam semesta serta isinya berjalan, dimulai dari kerasahan penghuni alam semesta terhadap perkembangan zaman. Dewasanya era modern telah membentuk paradigma manusia menjadi sangat rakus, tidak mempedulikan situasi dan kondisi di sekitarnya. Sehingga, membuat fenomena alam semesta hancur.

Memasuki abad ke-20 berbagai problematika hadir ditengah-tengah alam semesta. Kerusakan dan pencemaran telah berlangung sehingga mengakibatkan berbagai bencana (Soeryo, 2007). Pada abad ini manusia modern memberikan parameter bahwa yang dikatakan layak dan standar kualitas hidup dilihat dalam segi ekonomi. Maka, semenjak itu alam semesta mengalami degradasi yang sangat hebat, sehingga telah mengorbankan lingkungan hidup, dan sosial budaya masyarakat.

Penjabaran diatas telah mendeskripsikan salah satu bagian kehidupan manusia modern yang lebih cenderung mendiskreditkan moralitas terhadap mahluk hidup, dan bertentangan dengan nilai-nilai agama terkhusus nya islam, karena agama Islam telah mengatur moralitas dalam konsep rahmatan lil alamin atau Islam sebagai rahmat alam semesta. Dalam konsep dasar Islam rahmatan lil alamin, manusia dan lingkungan hidup merupakan bagian dari konsep tersebut.

Lingkungan dan Islam Rahmatan Lil Alamin

Dalam ajaran Islam yang melestraikan dan menjaga alam bukanlah hal yang baru, karena dalam kitabnya yakni Al-Qur’an telah memberitahukan[2], seperti dalam Q.S. Ar-Rum: 41 yang artinya “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, sehingga Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Maka, sudah jelas Allah SWT telah memberikan asas kesatuan ekosistem, yang artinya, asas ini memberikan pengertian bahwa manusia, lingkungan hidup, binatang sebagai subyek. Karena dalam konsep antroposentris, lingkungan hidup dan binatang sebagai objek, sehingga manusia mengeksploitasi secara ekstrim lingkungan hidup dan hewan. 

Salah satu contoh fenomena yang telah terjadi yaitu krisis iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan industri.  Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang menjadi negasi dari antroposentris agar mencegah kerusakan-kerusakan selanjutnya.

Dalam konsep dasar etika lingkungan hidup, telah memberikan pandangan baru yakni ekosentris. Sederhananya, ekosentris merupakan nilai pada etika lingkungan yang bertumpu pada keseimbangan alam, kesadaran akan bencana, dan mendorong kesadaran moral (Ica Wulansari, 2017).

Pada tahun 1970-an, isu lingkungan hidup diangkat sebagai agenda hubungan internasional. Hal tersebut ditadai dengan diselenggarakannya konferensi PBB pada tahun 1972-1990 mengenai isu lingkungan hidup. Pembangunan tersebut menjadi yang pertama dalam sejarah dunia (Hartati, 2012).

Maka demikian, kesadaran isu lingkungan sudah menjadi perhatian masyarakat dunia. Beberapa faktor yang telah mendorong kesadaran tersebut, yakni yang pertama problematika lingkungan hidup ini memiliki efek global, dan yang kedua isu lingkungan menyangkut eksploitasi pada sumber daya alam.

Dalam menanggapi situasi kondisi yang telah dijabarkan diatas, seharusnya sudah menjadi kesadaran kolektif bagi manusia untuk membuat gerakan mengenai ekologis, hal tersebut sudah harus di tertanam dalam pikiran dan ruh.

Ekologi dan Peran IPM

IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) sebagai organisasi pelajar yang bernaung dalam Muhammadiyah, harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin. Salah satu bagian nya adalah menjaga dan melestarikan alam. Karena dalam krisis sosial dan krisis alam, IPM harus hadir ditengah-tengah problematika tersebut. Bersumber pada teologi pembebasan dan pendidikan orang tertindas, harus mampu mengembangkan wacana pelajar progresif. 

Maka, dapat dipahami apabila IPM sebagai gerakan pelajar menginisiasikan gerakan ekologis, atau dalam salah satu gerakan Muhammadiyah adalah gerakan hijau. Dalam strategi dakwahnya (IPM) harus mampu merubah paradigma pelajar dari antroposentris beralih kepada ekosentris. 

Nalar kritis seperti inilah yang akan semakin terasah ketajamannya dalam melihat situasi dan kondisi antara manusia, lingkungan hidup dan hewan. Sehingga nilai Islam rahmatan lil alamin mampu diimplementasikan di tengah carut-marut manusia modern yang rakus.

Maka kesimpulannya, dalam era modern ini pemahaman manusia terhadap alam telah dirusak oleh antroposentrisme. Sehingga, untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan pada alam semesta ini kesadaran mengenai ekosentrisme harus ditularkan pada pikiran-pikiran pelajar dan masyarakat. Oleh karena itu, gerakan adalah sebuah representasi dari terwujudnya kesadaran akan nilai ekosentris, sehingga mampu menciptakan situasi kondisi yang stabil.

*) Catatan

  • Penulis adalah Hisyam Arifin, Kader IPM Kabupaten Tangerang.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Tags: ,
IPM Makassar Gandeng Duta dan Nuun Community Gelar Seminar Motivasi
Problematik Tingkat Perkaderan dan Pimpinan
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.