Kader biologis adalah orang yang lahir dari keluarga yang sudah menjadi warga Muhammadiyah, entah kedua orang tuanya atau salah satunya. Namun, belakangan ini muncul stigma mengenai mereka, terlebih kepada anak dari Pimpinan Muhammadiyah, bahwa mereka tidak secara terbuka membantu atau turut aktif dalam kegiatan Muhammadiyah. Hal ini karena kebanyakan dari mereka sekolah di luar Amal Usaha Muhammadiyah, kebanyakan dari mereka malah bersekolah di organisasi sebelah ataupun milik pemerintah.
Hal inilah yang membuat kebanyakan aktivis ideologis merasa sangat menyayangkan hal tersebut, karena bagaimanapun mereka adalah anak dari pimpinan yang seharusnya bersekolah di amal usaha milik organisasi yang kita jalani ini. Namun, setelah kita perhatikan dengan sudut pandang yang berbeda, hal itu secara sadar ataupun tidak, ternyata terasa sangat menguntungkan bagi Muhammadiyah itu sendiri, karena secara tidak langsung pimpinan Muhammadiyah mengajarkan tentang bagaimana Muhammadiyah itu seharusnya.
Wasiat K.H Ahmad Dahlan kepada Kader Biologis Muhammadiyah
K.H. Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah dalam wasiatnya, beliau berpesan mengenai kader biologis dalam Muhammadiyah.
“Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu, warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja jadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan profesional lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu,” demikianlah kiranya wasiat dari K.H. Ahmad Dahlan.
Dari wasiat tersebut, K.H. Ahmad Dahlan memberikan kesempatan kepada siapapun itu tanpa terkecuali untuk menuntut ilmu apapun dan di manapun, karena dalam aktivitas mencari ilmu haruslah tanpa adanya sebuah batasan tertentu.
Contoh dalam Kehidupan Nyata
Hal ini saya temukan dengan adanya beberapa dari kader biologis Muhammadiyah yang ternyata tidak terlalu aktif dalam satupun organisasi otonom yang ada di Muhammadiyah, tapi karena dalam beberapa kesempatan yang ada, ternyata terdapat hal yang harus terselesaikan yang ternyata dalam tubuh Muhammadiyah sendiri itu tidak ada yang memiliki bakat atau jaringan yang sesuai, lalu akhirnya merekalah yang akan mencoba untuk membantu.
Salah satu contohnya adalah dalam hal birokrasi yang berhubungan langsung dengan pemerintah, misalnya ada salah satu kader biologis Muhammadiyah yang tadinya tidak terlibat aktif dalam organisasi Muhammadiyah sendiri ataupun organisasi otonom Muhammadiyah, tetapi ternyata ia memiliki jaringan atau tenaga yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkara tersebut, oleh karenanya dalam kesempatan itu ia hadir di barisan terdepan untuk membantu, yang mana hal ini bisa membuat tubuh organisasi kita menjadi lebih berwarna.
Setelah menyadari bahwasanya terdapat sebuah hubungan atau keterkaitan di antara hal-hal di atas, kita akan sadar bahwasannya mindset yang selama ini kita bangun ternyata kurang tepat. Hal ini mungkin disadari oleh pimpinan kita, tapi hal itu juga bukanlah menjadi sebuah pembelaan juga akan pernyataan tersebut. Namun, ada beberapa hal yang harus saya bahas juga, yakni secara akademik, pimpinan-pimpinan kita juga kebanyakan merupakan seorang ahli dalam satu bidang yang ternyata hal tersebut bukanlah berasal dari lembaga pendidikan di organisasi kita ini.
Mengambil Contoh dari Ayahanda Kita
Salah satu contohnya adalah ayahanda Muhadjir Effendy, beliau sepanjang hidupnya tidak pernah merasakan bangku pendidikan di dalam persyarikatan Muhammadiyah, tapi hal tersebut tidak menurunkan semangatnya dalam berjuang di Muhammadiyah, perjalanan itu dimulai dari aktifnya beliau sebagai wartawan di salah satu kampus di Jawa Timur, dari situ beliau kemudian terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia perwakilan Malang Raya dan mendirikan surat kabar kampus di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai wahana peningkatan literasi dan pendidikan di kampus tersebut. Karena usahanya tersebut, beliau kemudian menjadi rektor UMM selama 3 periode. Dan akhirnya di bawah kepemimpinan Joko Widodo – Jusuf Kalla, beliau menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (RI).
Dari beliau, ada hal yang cukup membanggakan, karena di masa awal pendirian Muhammadiyah hingga sekarang, Muhammadiyah memang selalu terfokus pada tiga aspek yakni pendidikan, kesehatan dan sosial. Dan salah satu dari pimpinan kita sudah menjadi tokoh dari tiga aspek tadi dengan fokus dalam permasalahan Pendidikan dengan segala pengalaman-pengalaman terbaiknya yang dapat memperluas jaringan dan memperkuat kerja sama antara Pemerintah dan Muhammadiyah itu sendiri.
- Penulis adalah Baharuddin Yusuf Maulana. Sekretaris Bidang Advokasi PW IPM Jawa Barat. Seorang Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Bandung.
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.