Bedah Tema Materi Tanwir IPM 2022: Recover, Rebuild, Resilience

Bedah Tema Materi Tanwir IPM 2022: Recover, Rebuild, Resilience

Opini
2K views
Tidak ada komentar
Sudah Saatnya Stereotip Kuno Tentang Anak IPS Diruntuhkan

Bedah Tema Materi Tanwir IPM 2022: Recover, Rebuild, Resilience

Opini
2K views
Sudah Saatnya Stereotip Kuno Tentang Anak IPS Diruntuhkan
Sudah Saatnya Stereotip Kuno Tentang Anak IPS Diruntuhkan

November 2019, pada saat Tanwir IPM di Pontianak, sama sekali tidak terlintas dalam benak kita bahwa empat bulan setelahnya kehidupan kita berubah drastis. Pandemi COVID-19 sejak Maret 2020 mengguncang seluruh lini kehidupan, baik kehidupan kita secara umum, maupun aktivitas kita dalam IPM. Pandemi seolah menjadi penyempurna disrupsi yang telah banyak disebut pada tahun-tahun sebelumnya.

Pandemi hadir di tengah-tengah era disrupsi, yang menurut Rhenald Kasali dicirikan dengan 3S; sudden shift (pergeseran tiba-tiba) yang cepat sekali (speed) sehingga mengejutkan kita (surprise)[1]. Bukannya menghentikan disrupsi, pandemi yang membatasi pertemuan dan mobilitas justru membuat laju disrupsi makin cepat. Hidup kita kini sangat bergantung pada gawai, internet, dan dunia digital secara umum. Digitalisasi dan perubahan sosial yang menyertai pun menuntut agar masyarakat menerima secepatnya untuk bertahan hidup dan beradaptasi dalam pandemi[2].

Selain perubahan sosial, dampak pandemi secara mendasar adalah dampak kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Pandemi COVID-19 memunculkan kembali penyakit menular yang mematikan. Padahal, kita telah membuang jauh-jauh penyakit menular dari daftar penyebab kematian teratas. Bahkan, beberapa tahun sebelum pandemi Harari menyebutkan kelaparan dan penyakit degeneratif menjadi penyebab kematian yang lebih tinggi dibanding penyakit menular dan konflik[3].

Fast forward, dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, krisis kesehatan berangsur membaik. Berkat kemajuan teknologi, keterbukaan informasi, dan kolaborasi aktif berbagai pihak, dunia berangsur pulih pada akhir 2021. Salah satunya berkat kemunculan vaksin hanya dalam satu tahun setelah pandemi melanda, ini merupakan rekor tercepat pembuatan vaksin sepanjang sejarah manusia[4].

Hasilnya, kematian berkurang, penularan menurun drastis, vaksinasi terus dikebut di penjuru dunia. Namun, saat harapan untuk pulih mulai membesar, dunia kembali jatuh pada krisis. Gejolak pangan dan energi terjadi pada awal 2022.

Kenyataan ini dilatarbelakangi situasi geopolitik Eropa saat Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022[5]. Harga pangan, khususnya komoditas gandum dan pangan turunannya melonjak[6]. Harga minyak dunia ikut naik dan mempengaruhi harga BBM di Indonesia[7]. Setelah harga BBM naik, maka komoditas dan jasa tentu ikut naik. Begitulah, dunia kita saat ini serba terhubung. Jarak negara kita sangat  jauh dari Eropa, namun dampak krisis di Eropa sangat terasa di sini, ribuan kilometer jauhnya.

Jika beberapa bahasan di atas menyinggung isu-isu terkini dan tergolong jangka pendek, maka bahasan selanjutnya adalah isu-isu jangka panjang. Pertama, krisis iklim. Dunia di pertengahan 2022 digegerkan dengan gelombang panas serta peningkatan suhu di belahan bumi utara yang besar[8]. Tidak hanya Eropa, beberapa negara Asia seperti Korea Selatan dan negara-negara kawasan Asia Selatan juga merasakan gelombang panas yang mematikan[9],[10]. Pakistan bahkan tercatat mengalami banjir besar, melumpuhkan kota-kota utama dan mengakibatkan 30 juta penduduk terpapar[11].

Apa sebab dari krisis iklim yang makin menggelisahkan? Ilmuwan menyatakan penyebab utama krisis iklim adalah aktivitas manusia. Aktivitas manusia berupa penggunaan energi fosil secara berlebihan dan konversi lahan membuat suhu Bumi memanas[12]. Akibatnya, pencairan es di kutub makin masif dan menyebabkan dampak-dampak turunan.

Lebih jauh lagi, isu pendidikan juga tidak kalah krusial untuk diperhatikan. Setelah pandemi berjalan dua tahun, learning loss (kemunduran pembelajaran) menjadi isu yang santer kita dengar. Misalnya kasus di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pandemi menghapus kemajuan yang telah dibuat dalam dua dekade pada mata pelajaran Matematika dan Membaca[13]. Sementara di Filipina muncul fenomena learning poverty di mana anak usia 10 tahun tidak mampu membaca dan memahami cerita singkat[14]. Meskipun tidak banyak referensi menjelaskan keadaan di Indonesia, bukan mustahil kenyataan serupa juga terjadi, mengingat kesulitan pembelajaran daring sangat marak terjadi di berbagai daerah selama masa pandemi.

Selanjutnya, permasalahan yang juga perlu menjadi perhatian adalah kekerasan berbasis gender (KBG). Kekerasan ini dapat terjadi pada siapapun dan umumnya melibatkan relasi kuasa. Parahnya, setelah pandemi datang, kekerasan berbasis gender makin marak di dunia maya. Telah jamak terjadi influencer maupun pengguna media sosial secara umum mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO). Ini tentu perlu menjadi perhatian kita bersama.

KBG dan KBGO[15] merupakan fenomena yang menyedihkan, dan—sayangnya—sering terjadi di Indonesia. Saat ini, melalui UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)[16], para penyintas dapat mengajukan tuntutan pada pelaku kekerasan seksual. Setelah regulasi tersebut diterapkan, terbuka kenyataan bahwa ternyata di sekitar kita banyak terjadi kekerasan seksual. Namun, tidak banyak yang terungkap karena sebelum adanya UU TPKS, terdapat berbagai macam halangan pengusutan kasus-kasus kekerasan seksual.

Mungkin sebagian dari warga Muhammadiyah maupun IPM beranggapan bahwa kader Muhammadiyah dan IPM terhindar dari kasus kekerasan seksual. Namun, kenyataan berkata lain, kader Muhammadiyah dan IPM sama dengan masyarakat Indonesia secara umum, dapat menjadi pelaku maupun penyintas kekerasan seksual. Maka, kampanye kesetaraan dan edukasi soal kekerasan seksual menjadi makin relevan. Bahkan perlu penyusunan rencana penanganan jika pelajar terlibat dalam kasus kekerasan seksual, baik sebagai penyintas maupun pelaku.

Berbagai fenomena di atas menjadi isu yang sangat dekat dengan pelajar dan perlu dijawab oleh IPM. Sebagai gerakan pelajar berkemajuan, semestinya IPM melakukan proses-proses pencerdasan, pemberdayaan, dan pembebasan untuk melahirkan gerakan dan kader-kader yang sesuai dengan dinamika zaman.

Kebutuhan ini terangkum pada bahasan-bahasan dalam Tanwir IPM Tahun 2022, yang merupakan permusyawaratan luring pertama kali di tingkat pusat setelah pandemi terjadi. Tanwir IPM 2022 ini mengusung tema “Recover, Rebuild, Resilience!”. Terinspirasi dari latar belakang yang telah diuraikan, juga secara khusus dari terkait dengan momentum Y-20, sebagai bagian dari Presidensi G-20 oleh Indonesia di tahun 2022[17].

Lalu apa makna di balik tema tersebut?

Recover

Berbagai tantangan dan tekanan jangka pendek dampak dari pandemi serta krisis pangan dan energi menghantui dunia kita dua tahun belakangan. Hal ini perlu dihadapi dengan kepercayaan pada sains dan data, serta kolaborasi berbagai pihak. Sikap-sikap saling terpecah dan berpisah perlu dihindari.

Ketika keadaan kepercayaan pada sains dan kolaborasi telah terjadi, maka ini menjadi momen kita untuk melangkah pada proses recovery (pemulihan) dari tantangan dan tekanan dua tahun belakangan. Namun, tentunya recovery yang dimaksud bukan kembali 100% seperti sedia kala, melainkan memasuki normal baru. Normal baru yang banyak didengungkan sejak pertengahan 2020, sebenarnya baru saat ini dapat kita terapkan dengan baik.

Normal baru dalam bidang kesehatan, kita perlu memiliki kesadaran lebih pada kebiasaan kecil. Misalnya kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, mendapatkan vaksinasi (untuk berbagai penyakit, tidak hanya COVID-19) segera saat tersedia, hingga percaya dengan saran dari tenaga kesehatan terbukti menjadi kebiasaan kecil yang berdampak besar.

Normal baru dalam bidang pendidikan, saat ini tersaji fakta di depan mata kepala kita bahwa integrasi pendidikan dengan kemajuan zaman adalah tuntutan, bukan lagi pilihan. Kombinasi pembelajaran di kelas dan pembelajaran mandiri, serta pembelajaran bauran (blended)[18] menjadi kebutuhan yang perlu dijawab. Di sisi lain, kualitas pembelajaran juga tetap dijaga, agar fenomena learning loss dan learning poverty tidak terjadi lebih jauh lagi.

Normal baru pada bidang ekonomi, didorong oleh digitalisasi. Transaksi jarak jauh, pembayaran nontunai, hingga kemunculan perusahaan rintisan makin masif. Kelak setelah pandemi berlalu, fenomena semacam ini menjadi normal baru yang tidak dapat dibendung.

Rebuild

Setelah selesai dengan proses pulih kembali (recover), maka yang perlu dilakukan selanjutnya adalah membangun kembali (rebuild). Proses membangun yang dimaksud tidak semata-mata membangun dari nol. Tetapi membangun setelah segala lini kehidupan kita mengalami dekonstruksi akibat disrupsi.

Kita perlu membangun jejaring di dalam maupun ke luar. Di dalam organisasi, jejaring kolaborasi perlu diperkuat. Organisasi juga perlu menyesuaikan diri agar lebih fleksibel. Jenjang organisasi tidak lagi terbatas pada hubungan ranting dengan cabang, cabang dengan daerah, dan seterusnya, melainkan komunikasi dan kolaborasi perlu lebih cair melampaui batas-batas struktur.

Komunikasi dan kolaborasi keluar juga perlu diperkuat. IPM perlu menegaskan identitasnya sebagai gerakan pelajar berkemajuan yang fokus pada isu literasi, lingkungan, gender, kesehatan, kewirausahaan, dan kecakapan digital. Maka, kolaborasi dengan pihak-pihak di luar terkait agenda aksi tersebut perlu dimasifkan, karena kolaborasi semacam ini tergolong urusan muamalah, maka prinsip dapat bekerja sama dengan siapapun perlu dijunjung.

Selanjutnya, ketika jejaring telah terbentuk, perlu adanya keberlanjutan (sustainability). Umumnya gerakan dan program dalam IPM berumur pendek disebabkan perbedaan visi satu periode dengan periode selanjutnya. Berubah periode, berubah kebijakan. Padahal, isu yang digarap oleh IPM tidak kenal pergantian periode.

Maka para penggerak IPM perlu memikirkan formula keberlanjutan ini. Prinsipnya, periode boleh berubah, namun gerakan dan pencapaian IPM harus terus berlanjut. Tentunya beberapa hal di antara yang perlu dilakukan adalah saling menahan diri untuk tidak berkonflik, mempromosikan penggunaan sistem organisasi yang dapat bergulir lintas periode, hingga melakukan transfer ilmu secara eksplisit yang membuat pencapaian dapat diteruskan dari waktu ke waktu.

Jika jejaring dan keberlanjutan dapat diterapkan dalam organisasi, maka akan sampailah kita pada gerakan IPM dengan format baru. Gerakan yang dibangun ulang tidak hanya dari nol melainkan juga menjawab disrupsi yang telah jauh terjadi.

Resilience

Apa yang diharapkan dari proses recover dan rebuild? Tentu bukan semata-mata perubahan dan membangun ulang gerakan. Melainkan resilience; ketahanan, ketangguhan, dan kemampuan untuk pulih dari krisis dalam waktu singkat. Resilience awalnya merupakan istilah dalam ilmu psikologi[19]. Namun, seiring kebutuhan zaman resilience juga menjadi istilah yang belakangan diterapkan dalam organisasi bahkan perekonomian.

Resilience dalam jangka pendek merupakan upaya paska pulih kembali. Kemampuan ini meliputi kesiapan jika krisis yang telah terjadi kembali terulang lagi di masa depan, kita sudah siap. Misalnya, jika di masa depan terjadi pandemi dan krisis-krisis jangka pendek, kita telah siap dengan keadaan tersebut.

Kemampuan ini tidak mungkin didapat tanpa terus-menerus terbuka terhadap perubahan, menjadi bagian dari warga dunia, dan menciptakan terobosan baru. Jika keterbukaan, menjadi warga dunia, dan terobosan menjadi budaya baru dalam IPM, bukan tidak mungkin IPM menjadi gudang anak-anak muda terdepan. Bukan hanya tahan banting terhadap krisis dan perubahan, melainkan membawa masyarakat makin siap saat harus berhadapan dengan perubahan dan krisis-krisis selanjutnya.

Akhirnya, tema ini hanya sebatas gambaran tentang apa yang terjadi sekarang, dan opsi-opsi yang perlu dilakukan. Tanwir IPM 2022 dapat menjadi momentum bagi para penggerak IPM di setiap tingkatan untuk mematangkan rumusan dan menegaskan IPM sebagai kompas pergerakan anak muda di dunia yang telah banyak berubah ini. Selamat pulih kembali, membangun ulang gerakan, hingga bersama-sama menjadi tangguh dalam setiap dinamika zaman.

Recover, Rebuild, Resilience!

 

[1] Rhenald Kasali, Disruption (Jakarta: Penerbit Gramedia, 2019).

[2] Rhenald Kasali, The Great Shifting (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018).

[3] Yuval Noah Harari, 21 Lessons for the 21st Century (New York: Random House, 2018).

[4] UCLA Health, ‘Thee Fastest Vaccine in History’, 2020 <https://connect.uclahealth.org/2020/12/10/the-fastest-vaccine-in-history/> [accessed 14 September 2022].

[5] Yuval Noah Harari, ‘The War in Ukraine Could Change Everything’, TED, 2022 <https://www.ted.com/talks/yuval_noah_harari_the_war_in_ukraine_could_change_everything?subtitle=en> [accessed 14 September 2022].

[6] Jakarta Globe, ‘Russia-Ukraine Conflict May Affect Indonesia’s Wheat Supply’, 2022 <https://jakartaglobe.id/business/russiaukraine-conflict-may-affect-indonesias-wheat-supply> [accessed 14 September 2022].

[7] The Jakarta Post, ‘Russian Oil Roulette’, 2022 <https://www.thejakartapost.com/opinion/2022/03/31/russian-oil-roulette.html> [accessed 14 September 2022].

[8] The Washington Post, ‘Historic June Heat Wave Smashes Records in Europe’, 2022 <https://www.washingtonpost.com/climate-environment/2022/06/20/france-germany-spain-europe-heatwave/> [accessed 14 September 2022].

[9] Business Standard, ‘South Korea Issues Third-Highest Nationwide Alert amid Scorching Heatwave’, 2022 <https://www.business-standard.com/article/international/south-korea-issues-third-highest-nationwide-alert-amid-scorching-heatwave-122070200390_1.html> [accessed 14 September 2022].

[10] Viktor Tachev, ‘2022 Heat Wave in India and Pakistan’, Energy Tracker Asia, 2022 <https://energytracker.asia/heat-wave-in-india-and-pakistan/> [accessed 14 September 2022].

[11] Reuters, ‘Pakistan Floods Have Affected over 30 Million People: Climate Change Minister’, Reuters, 2022 <https://www.reuters.com/world/asia-pacific/pakistan-floods-have-affected-over-30-million-people-climate-change-minister-2022-08-25/> [accessed 14 September 2022].

[12] Pemerintah Kanada, ‘Causes of Climate Change’, 2019 <https://www.canada.ca/en/environment-climate-change/services/climate-change/causes.html> [accessed 14 September 2022].

[13] Sarah Mervosh, ‘The Pandemic Erased Two Decades of Progress in Math and Reading’, NY Times, 2022 <https://www.nytimes.com/2022/09/01/us/national-test-scores-math-reading-pandemic.html> [accessed 14 September 2022].

[14] Jim Gomes, ‘Philippine Kids Back in School after 2 Years Lost to COVID’, LA Times, 2022, p. 2022 <https://www.latimes.com/world-nation/story/2022-08-22/philippine-kids-back-in-school-after-2-years-lost-to-virus> [accessed 14 September 2022].

[15] SAFEnet, Memahami Dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online: Sebuah Panduan, 2019 <https://id.safenet.or.id/wp-content/uploads/2019/11/Panduan-KBGO-v2.pdf>.

[16] Undang-undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

[17] Y-20 Indonesia 2022, ‘About Y20’, 2022, <https://y20-indonesia.org/about-us-cloned-1233/> [accessed 14 September 2022].

[18] Husamah, Pembelajaran Bauran (Blended Learning) (Jakarta: Prestasi Pustaka Jaya, 2014).

[19] Steven M. Southwick and others, ‘Resilience Definitions, Theory, and Challenges: Interdisciplinary Perspectives’, European Journal of Psychotraumatology, 5 (2014), 1–14 <https://doi.org/10.3402/ejpt.v5.25338>.

Tags: , ,
Apresiasi Kehadiran IPM se-Indonesia, Welcome Dinner Tanwir IPM Dihelat Bersama UNIMUDA Sorong
Sambutan Wakil Rektor I UNIMUDA pada Tanwir IPM 2022: Tunjukkan Kualitas, Usia Muda Tidak Selalu Inferior
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.