Cerita Eksperimen Gamifikasi di DIY, Wujud IPM Inklusif

Cerita Eksperimen Gamifikasi di DIY, Wujud IPM Inklusif

Opini
320 views
Tidak ada komentar
Cerita Eksperimen Gamifikasi di DIY, Wujud IPM Inklusif

[adinserter block=”1″]

Cerita Eksperimen Gamifikasi di DIY, Wujud IPM Inklusif

Opini
320 views
Cerita Eksperimen Gamifikasi di DIY, Wujud IPM Inklusif
Cerita Eksperimen Gamifikasi di DIY, Wujud IPM Inklusif

Salah seorang peserta Pelatihan Kader Purna Taruna Melati Utama (PKPTMU) Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berbagi kesannya setelah mengikuti pelatihan pada Juli 2023 lalu. Kader asal Lampung itu mengatakan, “Saya benar-benar merasakan dimensi yang baru dengan sistem yang digunakan dalam PKPTMU PW IPM DIY. Hal ini membuktikan pelatihan ini sangat meaningful dan terkesan tidak menggurui.”

Peserta lain dari Boyolali juga menuliskan, “Kita seakan-akan sedang melakukan perjalanan jauh dan melewati berbagai rintangan yang ngebuat kita kadang penasaran gimana caranya ngelewatin ini dan apa sebenarnya tirta kamandalu (air suci) itu. Dari situ, peserta ngerasa lebih enjoy untuk melewati materi-materi.”

Antusias dan Deg-Degan

Apa sih gamifikasi itu? Mengapa belakangan banyak didiskusikan di IPM? Temanku, Mumtaz Fikri (Kabid Perkaderan PW IPM DIY 2021-2023), pernah menjelaskan di sebuah tulisan. Kini, aku mau bercerita secara khusus tentang pengalaman nyata mengaplikasikan metode ini, tepatnya di PKPTMU yang dilaksanakan PW IPM DIY pada pertengahan Juli lalu.

Demi melepaskan “ketegangan”, seluruh alur pelatihan PKPTMU dibawakan dengan sebuah cerita. Saat hari pertama, sebuah suara mencuri perhatian para peserta: “Salam para kesatria! Petualangan panjang penuh makna telah menanti di depan sana untuk menumbuhkan kamu menjadi seorang kesatria utama.”

Suara itu adalah rekaman yang dipadukan dengan tayangan gambar animasi sederhana di platform Canva. “Kesatria” adalah sebutan untuk peserta. Sebagaimana di dalam game, mereka juga dibekali misi. Mereka harus menemukan mata air suci yang disebut tirta kamandalu. Hanya dengan itu, mereka akan mampu mendapatkan gelar “kesatria utama”, yang merupakan sebuah reward kelulusan dari PKPTMU tersebut.

Selain itu, tidak ada istilah materi maupun pemateri. Para kesatria yang ingin menemukan tirta kamandalu harus mengumpulkan berbagai “kesaktian” (sebutan untuk materi pelatihan) dari para “resi” atau “mahaguru” (narasumber). Sedangkan, para fasilitator menjelma sebagai “pamong” atau “guru” yang mendampingi para kesatria selama perjalanan.

Jujur, awalnya kami merasa deg-degan. Kenapa? Karena ini metode baru yang belum semua orang familiar, kami juga agak takut kalau gagal. Tapi, eksperimen perdana ini sangat berarti karena menghadiahi banyak pembelajaran.

Perlu ditegaskan bahwa “gamifikasi” bukan sekadar menyampaikan materi dengan selingan game. Dalam gamifikasi, materi pembelajaran dan permainan tidak menjadi hal yang terpisah. Permainan bukan sekadar menjadi pemecah kebosanan, tapi malah untuk menunjang tujuan pembelajaran itu sendiri.

Langkah-Langkah Gamifikasi

Saat mengikuti PKPTMU PP IPM 2022, untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan gamifikasi. Saat itu, hadir dua narasumber dari Peace Generation (PeaceGen) yang punya banyak pengalaman dalam membangun pembelajaran atau pelatihan lewat metode gamifikasi. Keduanya menyampaikan tiga kunci utama dalam membangun gamifikasi.

Pertama, tujuan pembelajaran. Untuk apa pelatihan itu? Kenapa pelatihan tersebut perlu memuat materi-materi tertentu? Tujuan mesti diperjelas sejak awal, supaya nggak hilang arah … kayak hubungan (eh). Maksudnya, biar kelihatan output dan outcome yang ingin dicapai lewat adanya pelatihan tersebut, hehe.

Misalnya, pada PKPTMU IPM DIY, setidaknya ada dua hal paling mendasar yang jadi tujuan. Pertama, menumbuhkan kesadaran peserta mengenai kekuatan dan potensi diri. Kedua, memberikan wawasan dan pengalaman yang dibutuhkan oleh seorang kader IPM di tingkat TMU. Pada poin kedua ini, kami mengacu pada praktik TMU 2022 dan 2023 yang dilaksanakan PP IPM.

Kedua, narasi atau cerita. Setelah ada tujuan, tentukan narasi atau cerita yang paling cocok untuk membawakan materi tersebut. Cerita apa yang selaras dengan tujuan pembelajaran sekaligus menarik untuk diangkat? PKPTMU PW IPM DIY sendiri mengadopsi cerita wayang Werkudara saat ditugasi mencari air suci kehidupan.

Cerita sejarah bangsa atau cerita kartun seperti Naruto atau One Piece bisa digunakan. Atau cerita fiksi buatan sendiri juga boleh. Yang terpenting, cerita tersebut dapat secara efektif membantu peserta lebih memahami dan menikmati alur pelatihan. Lewat proses pembentukan cerita ini, daya kreatif panitia juga akan terlatih.

Ketiga, aktivitas atau permainan yang menunjang tujuan dan narasi. Misalnya di PKPTMU IPM DIY, para kesatria dikisahkan berhasil menemukan mata air suci di akhir cerita. Supaya lebih seru, kami menggambar tetesan-tetesan air dalam lembaran kertas sebagai simbol tirta kamandalu.

Pada akhir sesi, para kesatria mendapatkan tirta kamandalu yang menjadi semacam badge (lencana) sebagai reward karena telah melalui petualangan. Lencana tersebut kemudian bisa diberi tulisan oleh para kesatria mengenai refleksi perjalanan selama pelatihan. Seru kan?

Tirta Kamandalu ditempelkan pada buku catatan petualangan (buku materi).

Inklusivitas Bukan Hanya Kata-Kata

Gamifikasi ini menurutku tidak hanya perkara membuat orang senang dengan adanya permainan. Pada tahun 1938, seorang sejarawan Belanda, Johan Huizinga, mengenalkan istilah “homo ludens” yang berarti manusia sebagai makhluk yang suka bermain. Artinya, aktivitas bermain itu pada dasarnya bisa digunakan pada siapapun.

Selain itu, mengingat anak muda sekarang memiliki minat dan bakat yang semakin beragam, metode gamifikasi menjadi sangat relevan. Sebelumnya, adanya perkaderan Taruna Melati cenderung dianggap hanya cocok mewadahi kader-kader dengan orientasi intelektual, yakni senang membaca, menulis, serta diskusi serius. Seolah perkaderan ini tidak ramah dengan kader yang memiliki ketertarikan lain.

Metode yang mengajak berimajinasi dan beraktivitas secara mandiri dan interaktif ini akan memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta. Ini berbeda dengan pelatihan yang hanya menyediakan diskusi serius di mana hanya sedikit peserta saja yang bisa “nyambung” dengan jalannya materi. Oleh karena itu, metode ini mampu menghadirkan pembelajaran yang lebih inklusif.

Meskipun praktik gamifikasi dalam PKPTMU IPM DIY lalu harus diakui masih belum sempurna, namun aku sangat bersyukur. Ketakutan saat melakukan eksperimen perdana itu rupanya tidak sia-sia. Berbicara soal dampak memang sulit. Paling mudah adalah melihat kesan-kesan yang dituangkan seusai pelatihan, seperti contohnya ada di awal tulisan.

Hal lain yang bisa dilihat adalah adanya inisiasi yang dilahirkan oleh para alumni pelatihan. Kader-kader dari PD IPM Bantul dan PD IPM Kota Yogyakarta mencoba mengembangkan gamifikasi dalam pelatihan mereka. Bukan semata-mata karena “meniru” pimpinan wilayah, tapi mereka berkesadaran bahwa metode tersebut sangatlah efektif untuk digunakan.

Selain itu, alumni pelatihan yang juga merupakan kader PW IPM Kalimantan Barat pun membawa ide ini ke wilayahnya. Mereka mengangkat narasi kartun anime dalam pelatihannya. Bahkan tidak hanya di lingkungan IPM, sebagian juga mencoba mengembangkannya di kegiatan OSPEK kampus.

Di sinilah, inklusivitas kembali bermain. IPM menjadi lahan bereksperimen untuk mengembangkan berbagai praktik baik yang tidak hanya bermanfaat di lingkungan IPM sendiri, tapi bahkan lingkungan di luar. Jadi, mari bersemangat untuk terus bereksperimen di IPM dan menularkannya kemana-mana!

Salam dariku yang sudah harus berpamitan laboratorium mengesankan ini. IPM JAYA!

  • Penulis adalah Ahimsa W Swadeshi, perempuan biasa aja yang rupanya sudah harus berpamitan dengan IPM setelah terakhir kali menjabat sebagai Sekretaris Bidang ASBO PW IPM DIY 2021-2023. Senang menulis dan berbagi cerita utamanya lewat Instagram @ahimsaws dan website ahimsawardah.com.
  • Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.
Inovatif! PKMTM 2 IPM Klaten Gunakan Konsep Gamifikasi
Stadium General Rakerwil IPM DIY: Episentrum Pelajar Berdaulat Antara Idealis atau Pragmatis?
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.