Milenial Dalam Bingkai Kemanusiaan

Milenial Dalam Bingkai Kemanusiaan

OpiniOpini Pelajar
1K views
Tidak ada komentar

[adinserter block=”1″]

Milenial Dalam Bingkai Kemanusiaan

OpiniOpini Pelajar
1K views

Persoalan hangat yang tengah mewarnai cita rasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni hadirnya persoalan Bonus Demografi. Bonus Demografi merupakan suatu peristiwa yang dimana usia-usia produktif lebih dominan dibanding usia-usia lanjut, dalam arti usia-usia lanjut dalam bahasa biologis bisa disebut resesif. Bonus demografi juga yang tengah ramai diperbincangkan oleh kawula muda Indonesia sebab keterlibatan bonus demografi itu sangat vital dan fatal bagi aktifitas kehidupan.

Indonesia diprediksi akan mencapai puncak keemasannya pada tahun 2045, peran kawula muda yang menjadi penentu. Produktifitas yang diciptakan kawula muda pada saat terjadi bonus demografi akan menentukan maju mundurnya suatu bangsa, sebab ada pepatah bahasa arab menyatakan “Syubbaanul yaum rijaalul ghad”, bahwa pemuda hari ini merupakan pemimpin dimasa yang akan datang. Ditengah terjadinya arus bonus demografi di indonesia, lagi-lagi pelajar ditantang dan mesti untuk mengambil sikap yang sangat anggun nan kreatif bagi dirinya sendiri dan untuk khalayak ramai.

Segala ucapan atau tindak-tanduk millenial pasti akan memilik efek dimasa esok, oleh karenanya apapun yang dilakukan millenial mesti bernilai dan mempunyai nilai manfaat untuk kemaslahatan, baik untuk dirinya atau orang lain. Kawula muda atau sering disapa milenial setidaknya mesti memiliki kemampuan atau kapasitas diri yang mempunyai nilai manfaat terhadap sesama. Tidak sedikit kajian atau diskusi yang berbicara tentang skill yang dibutuhkan kawula muda pada abad 21, seperti menulis, membaca, melek finansial atau manajemen finansial atau lain sebagainya.

Memang benar, seperti menulis atau bahkan melek finansial mesti terpatri dalam diri tiap-tiap milenial. Kenapa? Karena kemampuan tersebut dibutuhkan untuk menyeimbangkan dengan percepatan laju dunia yang sangat cepat. Dunia yang sangat dinamis menuntut milenial untuk berjibaku atau bersikeras untuk mengambil segala kebahagian yang tertuang didalamnya. bukan hanya kaya raya yang menjadi target kebahagian, tapi terdapat relativitas kebahagian yang dimaksud para millenial.

Ditengah sikap moral bangsa yang bermasalah, kawula muda atau milenial mesti mencermati ulang perkataan Pramoedya, pelajar harus adil sejak dalam pikiran. Dalam perkataan nya tersebut saya menggaris bawahi kata ‘adil’. Adil atau keadilan yaitu menempatkan sesuatu sesuai dengan porsi dan proporsinya. Keadilan yang merupakan buah dari kemanusiaan masih dianggap menjadi harapan yang utopis.

Soekarno dalam Revolusi Mental pernah bilang, manusia Indonesia atau bangsa Indonesia harus; berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam budaya, tapi milenial mesti melihat elemen kemanusiaan yang kerap kali dinafikan. Bahkan Soekarno juga seringkali mengutip Mahatma Gandhi “My Nationalism is Humanity”, bahwa kebangsaan saya adalah peri kemansiaan.

Definisi kemanusian yang tidak lain tidak bukan adalah memanusiawikan manusia, menjaga harkat dan martabat manusia dengan cara menandaskan dan meluluhlantahkan sikap yang tidak manusiawi. Saya beranggapan tidak usah menerjemahkan atau dengan pusingya mencari cara memanusiawikan manusia, tapi cukup saja dengan arti yang mikro atau sempit, yaitu tidak lagi mencibir, tidak lagi berpikir untuk menyikut sekutu dan tidak lagi memuja egoism.

Para pahlawan sudah sejak dulu mengagas bentuk dalam perumahan Indonesia yang termakub didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta melaksanakan ketertibat dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Setidaknya para milenial berperan mengawal mentransformasikan negara Indonesia yang berkembang menjadi negara Indonesia yang berkemajuan dengan gaya dan sikap khasnya masing-masing, sebab Pidi Baiq pernah bilang; berusaha sama dengan dengan orang lain itu mendzalimi kekhasan diri sendiri.

Sudah semestinya kawula muda ikut andil dalam terjadinya arus bonus demografi karena mereka lah yang menjadi pelaku utama didalamnya, bukan malah ikut terbawa arus oleh keadaan melainkan mesti berusaha menciptakan udara atau arus terbarukan. Hidup yang berkemajuan adalah hidup yang sarat dengan pertentangan ideologi untuk mencari terbaik dan benar, begitu ucapnya Sang Muazin Bangsa dari Makkah Darat—Buya Syafi’i Ma’arif.

Rasanya mesti dijadikan salah satu pedoman dalam hidup selain Al-Quran dan Sunnah. Diakhir tulisan singkat ini, saya berusaha menggedor-gedor karang-karang kemalasan atau sikap rebahan tak bernilai yang sudah menjagkiti diri pribadi dan berbagai kalangan dalam jangkauan radius luas dan membantu mengetuk kembali kemanusiaan yang adil dan beradab supaya tidak lagi menjadi harapan yang utopis. Tidak jarang upaya-upaya dilakukan untuk menjawab berbagai persoalan, tapi hemat saya, jika raga tidak memiliki lagi daya untuk menjangkau, biarlah kemasifan magis doa yang menjawab semua persoalan.

* Catatan

  • Penulis adalah Muhammad Taufiq Hidayat, Anggota Pengkajian Ilmu Pengetahuan PD IPM Garut
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis

 

Tags: , ,
Berkarya Dulu, Sukses Kemudian
Makna Suatu Pendidikan dari Kesuksesan itu Sendiri
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.