Mendorong Demokratisasi IPM Melalui Uji Terbuka

Mendorong Demokratisasi IPM Melalui Uji Terbuka

OpiniOpini Pelajar
496 views
Tidak ada komentar

[adinserter block=”1″]

Mendorong Demokratisasi IPM Melalui Uji Terbuka

OpiniOpini Pelajar
496 views

Apakah anda pernah mencari nama Anda sendiri di Google? Jika pernah, sama. Saya juga. suatu hari ketika saya sedang mencari nama saya di google, saya tidak sengaja menemukan artikel yang sangat baik menyebutkan nama saya dari salah satu kader IPM terbaik, Nurma Yulia Lailatusyarifa yang kini menjabat sebagai anggota PIP PP IPM. 

Artikel itu bicara tentang apresiasi dan kritik terhadap kegiatan Uji Terbuka Calon Formatur Muktamar XXIII beberapa bulan lalu. Sependek saya, apresiasi dan kritik yang dilontarkan Chan, panggilan akrab Nurma sudah begitu tepat.

Artikel itu memantik saya untuk bicara soal Uji Terbuka ini secara lebih jauh. Seperti yang ditulis oleh Chan, kegiatan ini merupakan suatu kemajuan besar dan patut diapresiasi. Chan menyebutkan, Uji Terbuka itu adalah respon terhadap gagasan saya soal fit and proper test yang sebenarnya tidak sesederhana itu juga. Dalam artikel ini saya ingin mengulas lebih lanjut dua hal, yakni fit and proper test dan uji terbuka.

Ide dasar fit and proper test sejatinya adalah membatasi kewenangan formatur dan memberikan kewenangan pada pihak lain atau Bahasa gaulnya distribution of power. Ini adalah upaya untuk menciptakan meritokrasi. 

Apa itu metirokrasi? Meritokrasi adalah sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi. Bukan kekayaan, kelas sosial, apalagi faktor primordial yang bersifat kedaerahan. Singkatnya, penempatan posisi pada bidang dilakukan dengan sistem seleksi yang terbuka dan profesional.

Jika Anda sering mengkritik pemerintah yang bagi-bagi jabatan menteri dengan mengangkat pejabat partai tanpa mempertimbangkan profesionalitas dan latar belakang pejabat tersebut, maka kira-kira seperti itulah sistem formatur di IPM terutama dalam konteks penentuan posisi bidang. 

Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum saya kira merupakan jabatan politis sehingga penentuannya juga harus dengan jalur politik. Pemilihan yang selama ini berjalan di IPM sudah sangat baik sebagaimana juga pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yakni melalui pemilihan langsung. One man one vote. Tapi, pemilihan posisi di bidang itu lain soal.

Maka, fit and proper test sependek yang saya bayangkan idealnya dilaksanakan setelah pemilihan formatur. 13, 11, atau 9 formatur terpilih akan melakukan sidang untuk menentukan ketua, sekretaris, dan bendahara umum. Sisanya, seluruh kader IPM di daerah tertentu akan diadu dengan mekanisme fit and proper test untuk memperebutkan posisi dalam bidang. Tentu, formatur terpilih yang tidak menjadi ketua, sekretaris, atau bendahara umum berhak mendapatkan prioritas ketika nilai hasil seleksi fit and proper test-nya sama dengan kandidat lain.

Beralih ke Uji Terbuka yang menurut saya adalah gerbang menuju demokratisasi IPM yang lebih sehat. Pasalnya, selama ini kader-kader IPM yang mengikuti musyawarah tertinggi tidak pernah memilih kandidatnya secara benar. Kenapa? Pertama, mereka tidak kenal dengan kandidat calon formatur atau kalaupun kenal, bisa jadi hanya satu atau dua saja. Kedua, pemegang suara dalam hal ini adalah Ketua Umum PD atau PW dimana mereka akan menjadi orang yang sangat menentukan. Di dalam Muktamar sendiri, Ketua Umum PW adalah sosok yang gagah, karena membawa suara dengan jumlah tertentu. Makin besar peserta yang ia bawa, maka semakin gagahlah ia. 

Bagi saya fenomena ini harus kita perdebatkan baik atau tidaknya. Sependek pengetahuan saya, one man one vote itu tidak seperti itu. One man one vote itu berarti setiap peserta yang datang ke musyawarah tertinggi dapat memilih atas dasar keinginannya sendiri. Inilah yang disebut dengan penyerahan mandat untuk memimpin IPM dari kader IPM sebagai otoritas tertinggi, kepada calon pemimpin yang akan mewakilinya. Kalau Anda masih ingat pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, demokrasi meniscayakan kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Kedaulatan IPM ada di tangan kader IPM. Bukan di Ketua Umum.

Jika ditanya, Sulitkah untuk mencapai hal tersebut? Tentu sangat sulit. Tapi apakah bisa? Tidak akan bisa kalau tidak dicoba. Kalau dicoba, akan ada dua kemungkinan. Pertama, berhasil. Kedua, gagal. Tapi itulah anak muda. Selalu berani mencoba. Maka, tidak ada salahnya kita mengupayakan hal ini. akan tetapi muncul pertanyaan selanjutnya, Bagaimana caranya?

Pertama, para ketua umum yang hebat ini harus memiliki kemauan. Harus ada political will dan kelapangan hati. Harus ikhlas kalau di musyawarah yang akan datang mereka tidak bisa lagi bikin paketan-paketan seperti biasanya. Ini kuncinya. Kalau tidak ikhlas, ya mau sebagus apapun teknisnya, akan sulit untuk dijalankan.

Kedua, setelah terjadi political will, setiap berkunjung ke berbagai daerah atau wilayah, si calon kandidat yang berpotensi untuk maju sebagai kontestan di musyawarah mendatang harus dikenalkan ke kader-kader di daerah yang ia kunjungi. Harus sering-sering diajak ngopi dengan kader-kader di daerah tersebut. Kalo ada PP IPM yang datang ke PW tertentu, harus dikenalkan ke akar rumput supaya lebih merakyat.

Lalu bagaimana dengan daerah jauh yang aksesnya susah? Nah harus ada dua komitmen di sini. Pertama, ketua umum yang asumsinya lebih mengenal kader dari daerah lain atau dari pimpinan di atasnya harus mengenalkan mereka ke kader di daerahnya secara aktif. Si A melakukan apa, si B punya program apa, si C ada inisiatif apa. Supaya kader-kader ini punya gambaran. Selain itu, mereka juga harus secara aktif mengikuti perkembangan IPM di daerah lain atau IPM di tingkat atasnya. Tidak hanya berkutat di daerah sendiri.

Tentu ini ikhtiar yang sangat berat dan sulit karena belum menjadi kebiasaan. Namun, ikhtiar ini tentu memiliki beberapa tujuan salah satunya adalah, supaya terjadi pemerataan kekuatan politik dan meritokrasi. Kita memilih karena orang tersebut memang layak kita pilih secara kompetensi dan profesionalitas. Bukan karena yang lain.

Selain itu, ini juga sejalan dengan proses demokratisasi. Saya yakin, haqqul yaqiin, banyak kader IPM yang suka dengan dunia politik. Di dunia politik, mereka berupaya mendorong proses demokratisasi menjadi lebih baik. Sebagian mengkampanyekan supaya masyarakat memilih calon pemimpin berdasarkan visi, misi, program, dan track record. Bukan karena fulus. Jika kita sudah memperjuangkan proses demokratisasi di ruang publik yang luas, tak ada salahnya kita juga mencoba untuk memperjuangkan proses demokratisasi di rumah kita sendiri. Rumah yang kita besarkan sekaligus membesarkan kita.

Benar seperti kata Chan, Uji Terbuka perlu disempurnakan. Calon formatur perlu diberi waktu yang lebih panjang. Namun, betapapun terbatasnya, Uji Terbuka kemarin telah membuka gerbang demokratisasi dengan menyadarkan kader-kader IPM Bahwa mereka bisa memilih calon formatur dengan melihat visi misinya terlebih dulu. Tabik!

  • Penulis adalah Yusuf Yanuri, Anggota Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan PP IPM 2021-2023
  • Substansi tulisan sepenunya tanggungjawab penulis
Lembaga Studi Lanjut IPM: Ide Dasar dan Harapan ke Depan
Membangun Advokasi Diri dalam Mengatasi Bullying di Kalangan Pelajar
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.