Sebagai seorang kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang masih aktif di struktural IPM, agaknya penulis sedikit gemas dengan fenomena di IPM beberapa hari ini. Seperti halnya sebuah diskusi webinar yang bertajuk “Berkarya Dulu, Sukses Kemudian” yang di inisiasi oleh kakanda-ayunda Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Diskusi yang dilaksanakan secara online yang dilaksanakan pada Jum’at, 5 Juni 2020 tersebut telah mengambil perhatian dari para aktivis ipm dan juga beberapa ‘kaum milenial’ Muhammadiyah. Mengapa kok bisa rame? Apakah isi judulnya klik bait? Ataukah ada hal yang sangat tendensi didalamnya?
Setelah penulis simak dengan seksama isi dari poster yang diposting di akun instagram @ppipm, dan juga beberapa status whatsapp dari teman-teman yang membagikan poster tersebut. Ternyata yang menjadi perbincangan hangat, serta melahirkan pro-kontra adalah salah satu Narasumber yang tidak memakai hijab. Sehingga hal tersebut mengundang beberapa tanggapan dari para NetizenMu, untuk bercuit melalui kolom komentar.
Hingga tulisan ini diketik, komentar yang terdapat pada postingan pamflet diskusi tersebut mencapai 327 Komentar, wow luar biasa ini. Tidak seperti biasanya postingan PP IPM komentarnya mencapai jumlah tersebut. Paling ya pol-pol an ada sekitar puluhan. Tidak sampai ratusan.
Isi komentarnya pun beragam, mulai dari yang nunggu kalau ada yang komentar ‘nyeleneh’, hingga beberapa memberikan kritikan yang agak pedas. Namun, tak sedikit pula yang mengapresiasi diskusi tersebut dengan narasi yang bersifat mendukung.
Sebagian besar yang mendukung acara tersebut, rata-rata mereka mendukung karena dirasa IPM semakin ‘Terbuka’ pemikirannya dengan mengundang seorang Sara Fajira, seorang Alumni sekolah Muhammadiyah di Surabaya yang terkenal dengan lagu berjudul ‘Lathi’. Sedangkan yang kontra, kebanyakan menyayangkan pakaian atau outfit dari Sara yang dinilia ‘Kurang Islami’, jika diletakkan sebagai seorang Pembicara di IPM.
Siapakah Sara Fajira?
Sebelum kita membahas lebih dalam tentang diskusi tersebut, agaknya kurang afdhol jika kita belum kenal betul dengan pembicara yang membuat diskusi tersebut menjadi viral dengan lagu yang berjudul ‘Lathi’, hasil kolaborasi dengan grup musik Weird Genius. Sebuah band besutan 3 serangkai (Reza Arap, Eka Gustiwana, dan Gerald Liu).
Sara Fajira adalah seorang rapper asal Surabaya. Perempuan berparas cantik berusia 25 tahun tersebut juga menjadi salah satu Runner Up, dalam ajang pencarian bakat Just Duet di NET TV pada 2016 lalu.
Selain itu Sara juga menjadi salah satu Alumni SMA Muhammadiyah 1 Surabaya. Karir menyanyinya pun sudah dimulai sejak ia belia, dimana ia pernah menjadi peserta pada ajang Idola Cilik di RCTI. Selain itu multi talentnya Sara bukan hanya di bidang Tarik suara saja, namun ia piawai dalam bidang Dance. Hal tersebut bisa disimak di beberapa unggahan di akun media sosialnnya. Luar biasa bukan gadis yang pernah mengenyam di sekolah Muhammadiyah ini?
Bukan Representasi Resmi Muhammadiyah
Ketika kita menyimak lebih mendalam, mbak Sara ini bukanlah representasi resmi secara Persyarikatan Muhammadiyah. Sehingga penulis agak heran, jika beberapa komentar di @ppipm menyebutkan bahwa mbak Sara bukan seorang kader Muhammadiyah, karena mungkin dilihat dari fahionnya. Ya memang bukan gaiss, karena mbak Sara ini selepas lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Surabaya tidak menjadi Aktivis IPM di PD IPM atau aktivis NA di PCNA dirumahnya.
Sehingga agak salah jika menilai mbak Sara adalah representasi dari Muhammadiyah. Hanya saja adalah benar jika memang mbak Sara ini merupakan alumni salah satu sekolah Muhammadiyah di Kota Surabaya. Sehingga tak perlu di perdebatkan lagi soal ‘Representasi’, ataupun bukan.
Sehingga agak kurang tepat, jika ada narasi yang berbunyi “Lulusan SMA Muhammadiyah kok gak kerudungan?”. Biar lah itu menjadi urusan pribadinya mbak Sara, kita tidak berhak untuk menghakimi hak tersebut!
Perlu Berhati-hati
Penulis ada beberapa usulan kepada seluruh Pimpinan IPM dimanapun berada , baik di Ranting hingga Pusat. Di era Post Truth atau era paska kebenaran, dimana kebenaran diukur secara otoritatif, bukan bersifat verifikatif. Mengharuskan kita ekstra hati-hati ketika kita mengadakan suatu kegiatan yang mengatasnamakan ‘Muhammadiyah’. Terlebih untuk konsumsi umum dan di posting di sosmed yang notabenya bisa dilihat oleh siapapun. Karena IPM merupakan bagian dari Muhammadiyah, memang seyogyanya kita juga harus memerhatikan beberapa norma-norma yang ada di Muhammadiyah.
Belajar dari diskusi Webinar tersebut yang mengundang atensi dari para Kader Muhammadiyah, kita harus betul-betul memerhatikan konten dan audiens yang kita sasar. Sehingga tidak memunculkan Madharat yang lebih besar nantinya. Namun Overall dari diskusi tersebut, sudah bagus dan IPM berani menggebrak kebiasaan-kebiasaan lama yang agaknya terlalu Seremonial. Sehingga dengan adanya diskusi tersebut, penulis rasa ada keragaman dan kekreatifan dalam mewujudkan Gerakan IPM yang Inklusif dan terbuka kepada siapapun.
Kader IPM Tidak Boleh Baperan dan Nggumunan!
Media sosial saat ini memang kian hari semakin mengkhawatirkan. Dimana kebaikan serta kejahatan bisa saling berlomba di Medsos. Beberapa orang akhirnya tersandung jerat hukum. Kebanyakan yang terjerat hukum pidana adalah mereka yang menyebarkan konten yang justru memprovokasi dan berita bohong atau Hoax. Maka disini Kader IPM tidak boleh ikut-ikutan hal tersebut, apalagi sampai menjadi pelakunya, Naudzubillah Min Dzalik. Kader IPM Nggak boleh gampang baper ataupun nggumunan (Baca: Gampang terkesima) dengan hal-hal yang baru.
Sebagaimana tulisan yang pernah saya muat di IBTimes.ID dengan judul Kader Muhammadiyah Anti-Baperan Apalagi Nggumunan. Pada tulisan tersebut saya sampaikan, bahwasannya perbedaan pendapat, hal-hal yang baru dalam kehidupan, ataupun sesuatu hal yang ada dan diluar nalar kita, harus betul-betul kita filter dan sikapi dengan kepala dingin.
Serta pastinya disampaikan dengan tutur kata yang baik dan santun. Allah pun telah berfirman didalam Surat An-Nahl ayat 125 :
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ayat diatas telah memberikan petunjuk serta arahan dari Allah SWT, bahwasannya dalam menyerukan kebaikan kepada orang lain harus lah dengan cara yang baik, serta tutur kata yang baik pula. Ahsan dan Khasanah dalam frasa kata ayat tersebut memberikan pengertian, yakni Ketika suatu ucapan yang keluar dari mulut, maka kata tersebut akan memberikan ketentraman dan kesejukan didalam hati seseorang.
Maka jelas tidak dibenarkan dan tidak elok, jika ada perkataan baik secara verbal maupun berupa teks yang berasal dari seorang kader IPM terlebih kader Muhammadiyah di media sosial maupun di masyarakat umum. Karena hal tersebut sangat bertentangan dengan firman Allah didalam surat An-Nahl ayat 125 tersebut. Terlebih sebagai seorang yang terpelajar dan terdidik, Kader IPM harus menjadi teladan yang baik dalam berbicara maupun dalam setiap tingkah lakunya sehari-hari.
Menjadi Sebuah Pelajaran
Pastinya didalam sebuah peristiwa yang kita lalui, akan menjadi sebuah pelajaran dikemudian hari. Termasuk pada fenomena diskusi diatas, kita semua harus bisa memetik hikmah yang terkandung didalamnya. Bahwasannya IPM sebagai anak kandung Muhammadiyah, sejak dini harus mulai membiasakan berdinamis dan berdinamika dengan lingkungan.
Adanya pro-kontra didalam sebuah peristriwa, anggaplah sebagai sebuah dialektika kehidupan yang beragam. Tentunya harus kita hadapi dengan pikiran yang terbuka, hati yang bersih, serta mengedepankan sikap-sikap yang arif dan bijaksana. Bukan justru dengan sikap yang arogan, dan jauh dari sifat seorang warga Muhammadiyah. Wallahu ‘Alam.
* Catatan
- Penulis adalah Faiz Arwi Assalimi Ketua Bidang Advokasi PD IPM Kota Yogyakarta
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis
4 Komentar. Leave new
Merasa paling kanan dan paling islam
بسم الله الر حمن الر حيم
alhamdulillah kemaren sempet nyimak dan mengamati…kesimpulan saya webinar kemaren sebagian besar peserta nya adl internal pimpinan ipm itu sendiri….tema “berkarya dahulu, sukses kemudian” yang melalui pendekatan dunia musik…cenderung materialis….perlu mikir” klo webinar ini jadi konsumsi kader pimpinan ipm, karena kenyataan di lapangan dari 130 lbh peserta yg ikut sebagian besar peserta webinarnya kader/pimpinan ipm, yaa orang internal aja, okelah klo ini jadi dakwah kultural khusus bagi penggemar musik, perlu pendekatan dan keterbukaan…tapi klo yg konsumsi kader, sangat disayangkan….ada sebuah pergeseran nilai terhadap esensi berkarya dan sukses….terlebih lagi perkara musik menurut ulama (pewaris nubuwah) bukan menjadi perihal yg ahsan…bahkan ada yg mengharamkan, bersifat boleh pun jika ada syarat”nya, jadi ya klo bikin acara emang harus dipertimbangin bgt pake ilmu klo emang ipm masih di koridor gerakan dakwah pelajar amar makruf nahi mungkar
dan terkait masalah penampilan, menutup aurat adl bentuk syiar islam…jadi wajar klo di internal ipm ada keresahan seperti itu…hanya saja menjadi keruh karena penggunaan bahasa dlm komentar,
😊😊
#terbuka
#janganantikritik
[…] baik dalam bidang seni budaya, olahraga, bahasa, dan agama. Adapun kegiatan perlombaannya meliputi Debat Bahasa Indonesia dan Inggris, Olimpiade Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika. […]
[…] Webinar ini dilatarbelakangi dengan kekhawatiran bahwa para pelajar Indonesia dirasa membutuhkan edukasi terkait strategi untuk memulihkan kemerosotan ekonomi dan pendidikan di tengah pandemi ini. Dewan Perwakilan Rakyat RI Saleh Partaonan Daulay menyampaikan bahwa pelajar harus mampu bersaing di tengah pandemi ini dalam berbagai macam. […]