Baca terlebih dahulu Kesadaran Sosial Gerakan IPM [1]
Setelah berurusan dengan memulai kesadaran sosial. IPM harus menyadari dirinya berada dalam ranah sosial baru yang realitasnya bersifat kolektif, tidak hirarkis, pemecahan masalah terhadap isu.
Gerakan Sosial Baru (GSB) dapat di buka dalam cara pandangnya melalui seorang sosiolog Perancis yakni Alain Touraine. Dalam menilai GSB masyarakat kontemporer, Touraine berpendapat bahwa unsur pokok dari gerakan sosial adalah aksi (action), yaitu sebuah aksi melawan sistem sosial. Dalam menilai GSB, Touraine menekankan pentingnya tindakan sosial, bahwa aksi yang dilakukan individu-individu dalam bentuk gerakan sosial merupakan suatu upaya untuk memproduksi dan mentransformasi struktur dan tatanan sosial yang ada. Aksi sosial dalam gerakan sosial ini dilihat sebagai tindakan yang normal menuju pada satu perubahan yang diharapkan oleh masyarakat.
Menjelang akhir tahun 1960-an lebih jelasnya mengawali tahun 1970-an ke atas, munculnya suatu upaya baru dari para teoritisi studi gerakan sosial baik di Eropa maupun di Amerika. Menyusun kembali perspektif teori gerakan sosial yang cukup berpengaruh kuat pada periode pertama, didominasi oleh psikologi sosial klasik. Periode kedua ini lahir dan menandai semangat baru dalam merumuskan ulang berbagai pendekatan studi gerakan sosial lama, ke dalam formulasi baru yang disebut Gerakan Sosial Baru (New Social Movement). Pada masyarakat kontemporer yang banyak berubah, telah menjadikan Gerakan Sosial Baru (GSB) memiliki citra baru dalam berbagai tampilan wajah, tipe-tipe, bentuk serta model gerakan sosial.
Prinsip sosialis pelajar
Gerakan Sosial baru (New Social Movement) mempunyai karakter yang lain yaitu, Framing.
Framing (pembingkaian) adalah suatu bentuk cara pandang individu terhadap fenomena yang dipengaruhi oleh ideologi di dalam dirinya. Dengan kata lain, frame menentukan sikap individu terhadap suatu fenomena. Menurut Goffman (2002), frame dalam gerakan sosial adalah “skema interpretasi” yang memberikan kemampuan individu untuk mengidentifikasi suatu fenomena yang sedang terjadi di sekitarnya.
Frame tidak hanya terpaku terhadap pengaturan secara individu, tetapi juga kelompok. Frame itu sendiri memiliki elemen-elemen tertentu seperti nilai-nilai, sikap, kepercayaan, dan tujuan. Framing dalam gerakan sosial lebih dapat dianggap sebagai cara atau strategi yang digunakan untuk menyamakan pandangan baik dari pelaku maupun dari masyarakat terhadap suatu isu tertentu.
Frame yang dipakai dalam IPM adalah isu strategis yang hari ini mempunyai empat fokus isu. Empat fokus isu antara lain Student Earth Generation, Campaign Inklusi, Studentpreneur, Gerakan Pelajar Sehat. Dalam empat isu ini merupakan aksi sosial yang tercipta kaderna, memiliki kegelisahan bersama secara nasional yang di bahas memalui forum tertinggi IPM yaitu Muktramar.
Namun memiliki kendala karena banyak yang tidak memaknai lebih dalam isu strategis ini. Misalnya dalam ranah ekologi ada sembilan komponen agenda yang mendesak pelajar untuk turun, dalam membangun kepedulian lingkungan hidup. Dalam praktiknya hanya berbicara hal kecil dari luasnya studi ekologi yang ada. Pelajar Muhammadiyah harusnya sudah siap atas gerakan sosial yang terjadi di Eropa hari ini, melalui gelombang massa Friday For Future. Sedangkan setiap level pimpinan belum memasukan ranah advokasi dan ranah kritis dalam realitas kerusakan iklim. Hal ini pula menjadi autokritik bersama untuk mendudukan kesadaran isu dalam frame yang sama yaitu kepedulian sosial, sehingga bukan menjadi gerakan populis melainkan gerakan kritis pelajar bernapas kemajuan.
Prilaku kolektif
Problematika yang di hadapi IPM secara kelembagaan membawa arus kesdaran kolektif untuk bersama-sama merawat nalar akademis dan nalar kritis yang bertujuan mencapai tujuan-tujuan gerakan IPM sehingga melalui agenda aksi dapat menjadi rujukan kolektif untuk memecahkan sebuah permasalahan.
Perilaku sosial merupakan hal terpenting dalam suatu sosialisasi kehidupan, tak sedikitpun seseorang mengelak akan keberadaan perilaku sposial di sekitar kita. Oleh karena itu, kehidupan di masyarakat sangat sarat dengan perilaku sosial, baik itu perilaku sosial yang individualis maupun kolektif.
Paradigma ketegangan struktural sebagaimana konsepnya merupakan sebuah paradigma yang menempatkan ketegangan struktur (structural strain), di mana bentuk-bentuk ketegangan pada tingkat lebih dari hanya sekadar pengalaman individu. Dalam konteks ini, ketegangan dipahami sebagai sebuah kondisi yang eksis secara obyektif.
perkumpulan massal (mass society) pada skala yang lebih luas. Mereka memisahkan individu dari keterikatan dengan kelompok-kelompok primer seperti keluarga, hubungan sekunder yang stabil (seperti memiliki pandangan ideologi yang sama yaitu sebuah perkumpulan pelajar). Mereka juga memisahkan individu dari hal-hal rutin biasa, termasuk dari tingkahlaku politik yang konvensional.
Dengan ini para individu tersebut lebih mudah menerima tekanan (pressure) yang irasional. Berbagai kondisi perkumpulan massal pada gilirannya membuat individu lebih gampang menerima banyak tekanan guna mengambil bagian dalam tingkahlaku kolektif (collective behavior).
Melalui konteks ini IPM melalui individu-individu yang memiliki persamaan kepedulian membangun rumusan isu strategis. Agenda aksi merupakan wujud tekanan dari luar. Sehingga akar dari sering terhambatnya gerakan IPM untuk menjawab gerakan sosial dikarenakan ada benteng (barrier) yang cukup tebal dengan lahirnya sifat kaku dalam menjalankan roda kolektif. Bergerak dalam ruang lingkup populis sehingga birokrasi merupakan penghambat untuk melakukan gerak kolektif. Terjebak dalam narasi yang tidak bersifat gerak sosial, dan yang terakhir tidak memiliki “melek dan peka” dalam realitas sosial. Sehingga bukan pelajar yang tidak mengetahui atau menggampangkan suatu problematika tetapi tidak percaya dirinya para pemilik struktural dalam mengambil keputusan yang radikal.
*Catatan
- Penulis adalah Al Bawi, Anggta Biang PIP PP IPM (2018-2020)
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis