Kader IPM: Masihkah Melekat ketika di Ortom Lain?

Kader IPM: Masihkah Melekat ketika di Ortom Lain?

Milad 59 IPMOpiniOpini Pelajar
1K views
1 Komentar

[adinserter block=”1″]

Kader IPM: Masihkah Melekat ketika di Ortom Lain?

Milad 59 IPMOpiniOpini Pelajar
1K views

Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah salah satu organisasi otonom (ortom) dari organisasi dakwah Muhammadiyah. IPM lahir pada tanggal 18 Juli 1961 bertepatan pada 5 Shafar 1381 H, dengan ketua umum Herman Helmi Farid Ma’ruf dan sekretaris umum M. Wirsyam Hasan melalui Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta pada tanggal 18-20 Juli 1961. Berdirinya Ikatan Pelajar Muhammadiyah tidak lepas dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar. IPM dibentuk  sebagai wadah untuk membina dan mendidik kader yang berada di sekolah-sekolah Muhammadiyah, yang tidak lain adalah Amal Usaha Muhammadiyah.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah sebuah organisasi gerakan mahasiswa Islam, sekaligus ortom Muhammadiyah yang bergerak di bidang keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. IMM berdiri di Surakarta pada tanggal 14 Maret 1964 M bertepatan pada 29 Syawal 1384 H, yang dipelopori oleh Ayahanda Moh. Djazman Al Kindi, yang tidak lain adalah pendiri pondok perkaderan Muhammadiyah yaitu Pondok Hajjah Nuriah Shabran. Kelahiran IMM juga merupakan respon atas persoalan-persoalan umat. Sehingga bisa dikatakan kelahiran IMM merupakan sebuah keharusan sejarah.

Dalam tulisan ini saya menuliskan secuil sejarah berdirinya IPM dan IMM sebagai bahan refleksi kita, bagaimana kita bisa memperbaiki kondisi ortom ke depannya, khususnya IPM dan IMM. Hal yang menjadi inti pembahasan dari tulisan ini adalah penyelarasan pemikiran tentang kedudukan IPM dan IMM sebagai sarana untuk melangsungkan dakwah Muhammadiyah di kalangan pelajar ataupun mahasiswa. Ini menjadi sebuah keresahan tersendiri yang harus direnungi. Melalui kontemplasilah sebuah gagasan kemungkinan akan terwujud. Berkhidmat dalam ikatan sangatlah indah, keindahannya tidak bisa diukur oleh apapun, kerena bagi saya berorganisasi adalah sebuah kesengsaraan yang menjelma menjadi pelipur lara di kala bimbang dalam menafsirkan makna hidup. Akan tetapi, ada kalanya kenikmatan itu pudar, tapi itulah seninya dalam berhimpun.

Disini saya akan menuliskan beberapa keresahan yang saya alami selama berkhidmat di dalam ikatan yang mungkin dalam keresahan ini lahir sebuah pemikiran dan gagasan baru untuk bagaimana ikatan ini akan terus kuat yang diikat oleh simpul mati.

Mungkin ini adalah kekeliruan yang sangat fatal ketika kita menganggap bahwasanya antara IPM dan IMM adalah sebuah satuan terpisah. IPM dan IMM adalah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan. Di IPM kita diajarkan untuk bagaimana bermuhammadiyah, diajarkan tentang ideologi Muhammadiyah dan diajarkan bagaimana bisa memegang teguh ajaran Islam. Dalam fungsinya, IPM adalah wadah penanaman idiologi bagi kader-kader muhammadiyah di kalangan pelajar. Jika kemudian masuk ke IMM, di IMM kita akan dituntut untuk menjalankan dan mengimplementasikan pemahaman idiologi kita dalam kehidupan bermasyarakat.

Bolehkah kader IPM masuk ke IMM?

Dalam pembahasan ini penulis sedikit menyinggung tentang poligami organisasi. Apakah kita boleh mempoligami organisasi, tentunya boleh selagi dalam proses pembelajaran. Agar kita sadar bahwa apa yang tidak ada pada diri kita, ternyata ada pada orang lain, begitupun sebaliknya. Hal ini tidak akan menghilangkan identitas kita sebagai kader, sebagaimana pengertian kader yang termaktub dalam AD/ART Ikatan Pelajar Muhammadiyah Pasal 11 yang berbunyi: kader ipm adalah anggota yang telah mengikuti perkaderan serta mampu dan pernah menjadi penggerak inti pergerakan.  Di dalam AD/ART IPM sendiri, tidak ada larangan bagi kader IPM untuk tidak mengikukuti ortom lain. Hanya saja ketika akan terjadinya rangkap jabatan antar ortom, maka harus ada persetujuan dari pimpinan mengenai hal itu. Sebagaimana tertera dalam AD/ART IPM Pasal 24 tentang perangkapan jabatan. Dalam poin kedua dikatakan bahwa, rangkap jabatan organisasi otonom Muhammadiyah hanya dapat dibenarkan setelah mendapat izin dari pimpinan yang bersangkutan. Lalu kemudian bagaimana jika dari pihak pimpinan mendoktrin bahkan melarang kader untuk berdiaspora di ortom-ortom yang lain, ataupun membolehkan kader tersebut ikut, tetapi tidak perlu mengikuti perkaderan di ortom yang akan dimasuki, apakah itu dibenarkan? Melihat yang seperti ini, ada kemungkinan pimpinan tersebut tidak mengkaji tuntas AD/ART, sehingga dengan begitu mudahnya membuat keputusan tersebut, yang menurut pandangan penulis itu adalah sebuah aturan yang cacat karena tidak dilandasi hukum yang kuat. Lalu bagaimana sikap kita terhadap pimpinan yang seperti itu yang bisa dikatakan otoriter. Apakah kita haru membantah bahkan membrontak?. Tentunya tidak karena karakteristik seorang kader adalah mampu mengontrol pikiran, perkataan, dan perbuatan. Maka dari itu, dalam sebuah pimpinan menjadi sebuah keharusan untuk mengkaji pokok-pokok bahasan yang termaktub dalam AD/ART itu sendiri.

Dari sini mungkin kita sudah menemukan jawaban tentang poligami atau transformasi kader ini. Tentunya sangat boleh karena kalau bukan kita yang mengisi ruang-ruang ortom siapa lagi. Lalu, apakah kita harus mengikuti perkaderan IMM lagi yang pada kenyataannya kita sudah mengikuti perkaderan di IPM, Taruna Melati misalnya. Tentunya perlu, Tiap- tiap ortom dalam perkaderan masing-masing memiliki sistem yang berbeda. Maka sangat tidak etis jikalau seorang kader IPM yang masuk ke dalam ranah IMM tidak mengikuti perkaderan di IMM. Kenapa saya mengatakan sangat tidak etis, karena apa yang ada di perkaderan IMM belum tentu ada di perkaderan IPM begitupun sebaliknya. Lantas alasan apalagi yang kita kemukakan untuk tidak mengikuti perkaderan IMM ketika hendak masuk ke ranah IMM? Ketika kita mengatakan saya tidak perlu mengikuti perkaderan IMM karena sudah memahami Muhammadiyah, itu adalah hal yang keliru. karena salah satu bentuk dari kesombongan seorang penuntut ilmu adalah merasa sudah cukup akan ilmu yang diperolehnya. Maka dari itu marilah sama-sama kita memperjuangkan Muhammadiyah melalui ortom, karena kita adalah pelopor dan pelangsung yang harus mengawal dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ada di Muhammadiyah. Tulisan ini saya buat kerena keresahan saya pribadi, apabila terdapat banyak kesalahan dalam bertutur mohon pemaklumannya. IPM adalah bagian Muhammadiyah, begitupun IMM. Jadi tidak ada salahnya ketika kita berkhidmat di dalamnya.

“Hidup untuk bergerak. Jangan memanfaatkan pergerakan untuk kehidupan pribadi, tapi hidupkanlah pergerakan agar bisa bermanfaat bagi kehidupanmu dan kehidupan orang lain.”

* Catatan

  • Penulis adalah Rahmat, PC IPM Kota Palu
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis

 

 

Hadiah Lomba Semarak Milad IPM ke-59
Covid-19 Talk IPM – Produktivitas Industri Kreatif di Masa Pandemi
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

1 Komentar. Leave new

  • rayyan naufal a.e
    25 Maret 2023 23:14

    misal kalau kita kan ikut ipm lalu ikut organisasi non ortom muhammadiyah yang bergerak di bidang pelajar apakah boleh?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.