Gaya Literasi IPM Sudah Kuno

Gaya Literasi IPM Sudah Kuno

OpiniOpini Pelajar
1K views
1 Komentar

Gaya Literasi IPM Sudah Kuno

OpiniOpini Pelajar
1K views

Kalau mendengar kata “Pelajar” kata apa yang langsung terngiang di kepala kita? Apakah Pelajar identik dengan belajar, yang aktifitasnya penuh dengan kegiatan pembelajaran di bangku sekolah? Atau Pelajar itu identik dengan kenakalan remaja? Karena usia mereka memang masuk dalam masa-masa peralihan dan pencarian jati diri. Eh tapi, banyak juga sih pelajar yang berprestasi, mereka itu anak-anak yang sukses di bidang akademis, ikut banyak kejuaraan, pokoknya melakukan hal baik yang tidak dilakukan oleh sebagian besar pelajar “nakal”. Kalau konsep berpikir kita masih dalam kotak-kotak itu, mungkin kita belum siap menyambut era baru dunia kepelajaran.

Lagian ngapain ngomong soal pelajar. Pelajar itu tanggung jawab orang tua dan guru-guru mereka di sekolah. Mereka sudah punya aktifitas sendiri, tidak perlu ikut ngurusi. Tapi kenapa Ikatan Pelajar Muhammadiyah masih eksis sampai saat ini dengan puluhan ribu anggota. Bahkan, IPM diwajibkan harus ada di sekolah Muhammadiyah. Apa hal tersebut tidak terlalu berlebihan?

Coba kita renungkan, bagaimana kita menempatkan IPM? Jika IPM ini kerjanya hanya membuat konser amal misalnya, maka IPM tidak lebih dari sekedar Event Organizer. Jika IPM kerjanya mendisiplinkan dan menghukum anggota yang melakukan pelanggaran aturan di sekolah, lalu apa bedanya IPM dengan Guru BK? Jika IPM menghabiskan waktu dengan rapat dan rapat, apakah IPM ini sekedar lembaga perwakilan seperti DPR kita yang sedikit kerja banyak bacotnya? Jadi IPM ini apa? Kok jadi serba salah jadi anak IPM.

IPM tidak kita ragukan lagi kejayaanya. Hadir sejak tahun 1961, IPM memiliki spirit yang luar biasa yakni Nuun Wal Qalami Wa Maa Yasthuruun. Inilah spirit literasi yang menjadi nafas gerakan. Apapun konsep gerakan yang dikembangkan di ranah IPM, kita harusnya tidak meninggalkan budaya literasi. Nyatanya, IPM memang masih melakukan kerja-kerja kepenulisan maupun budaya baca di Pelajar, kok. Tapi, sudah tepatkan budaya literasi yang kita gerakkan saat ini? Mungkin sebagian kader tidak sepakat jika saya katakan gerakan literasi IPM ini sudah kuno, harusnya ditinggalkan.

IPM kini masuk dalam situasi era digital. Sehingga budaya literasi ini nampaknya harus beradaptasi dengan konsep sesuai zamannya. Menurut Iqbal Aji Daryono, seorang esais populer,ada empat kondisi yang terjadi pada dunia literasi digital. Pertama, Segala sumber informasi ada di genggaman. Oleh karena itu, anak muda lebih suka mengakses dunia lewat media sosial yang mudah, ringan, dan penuh grafis menarik. Bukankah anak muda kini lebih suka hal seperti itu? Lalu mengapa masih ada dari IPM kita yang belum beralih dari pembuatan majalah dinding sekolah yang konon digantinya seminggu sekali? Dan mengapa kita tidak mulai menghasilkan konten digital? Anggota-anggota kita lantas mendapatkan informasi dari manajika kita tak mampu memenuhi kebutuhan literasinya?

Kedua, Sajian media yang serba cepat. Jangan kira kalau anak IPM hanya akan mengakses media IPM saja. Setiap orang punya kebebasan untuk mencari informasi sesuai dengan ketertarikannya, to? Lagipula IPM juga tidak mampu untuk memberikan segala informasi yang dibutuhkan anggotanya. Akan tetapi, IPM harus ikut mewarnai arus media yang cepat. IPM harus menyajikan media yang berselera anak muda, ringan, ringkas dan bermakna. Kenapa bermakna? Karena IPM harusnya tidak sekedar mengabarkan suatu berita kegiatansecara up date, namun juga memberikan wacana-wacana baru untuk menambah khazanah keilmuan para pelajar.

Ketiga, Demokratisasi Wacana. Sederhananya, setiap orang bebas bersuara untuk memberikan tanggapan terhadap suatu wacana. Apa yang ditulis oleh elite Pimpinan Pusat misalnya, sangat terbuka untuk dikomentari bahkan ditolak. Anggota tidak dilarang untuk memberikan wacara baru yang lebih pas dan komprehensif. Justru dengan keterbukaan dan kebebasan itu kita dapat mewujudkan ruang diskusi yang sehat untuk mencapai gagasan yang lebih baik kemudian.

Keempat, Generasi Anti Hirarki. Bagaimana kita meninggalkan susunan hirarki yang sudah terbentuk sejak lama? Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting apa akan dihilangkan begitu saja hanya untuk mengikuti perubahan generasi? Hirarki dalam bentuk struktural tersebut tidak lantas dihilangkan begitu saja, karena struktur itu menggambarkan cara kerja organisasi. Namun yang perlu kita hapus adalah cara berpikir yang elitis sebab hal itu menjadi hambatan untuk menemukan gagasan yang baik. Setiap kader di masing-masing struktural punya peluang untuk berkarya dan berpikir kritis. Pimpinan Pusat yang duduk pada level tertinggi, bukan berarti memiliki kompetensi yang paling unggul diantara struktur lainnya. Media harus menciptakan ruang yang dekat antar struktur sehingga dapat memangkas jarak sosial.

Kemampuan literasi harus terus dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Kelak jika anak-anak muda pembaca buku semakin sedikit, apa yang bisa dilakukan IPM untuk membuat para pelajar tetap kritis dan mau terlibat dalam memecahkan masalah di lingkungannya?

*) Catatan

  • Penulis adalah Linta Ulinnuha Bahraine, Bendahara 2 PP IPM, mahasiswa di Universitas Islam Indonesia (UII) jurusan Ilmu Hukum. Penulis dapat dihubungi via email:bahrainelinta@gmail.com
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Membaca Problematika Gerakan Akar Rumput IPM yang Stagnan
AMM Kalteng : Kami Bersama KPK
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

1 Komentar. Leave new

  • […] “Literasi akan menjadi sebuah menjadi tugas besar bagi Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) PP IPM agar pimpinan bisa membudayakan literasi sampai ke akar rumput sehingga sebuah akar akan kuat kalau sudah membudayakan literasi disamping literasi akan melewati tantangan seiring berubahnya zaman,” ucap Samani dalam sambutannya di pembukaan Literacy E-Camp 2020. […]

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.