Asrama Haji Mas Mansur perlu ditulis dalam sejarah perjalanan IPM mengukir prestasi dan melahirkan kader-kader persyarikatan yang melintasi zaman. Saya mencoba meramu data awal dari beberapa narasumber tentang Asrama Haji Mas Mansur ini. “Haji Mas Mansur” dipilih oleh para senior pendiri dan pengelola asrama ini pasti memiliki pertimbangan sendiri. Mas Mansur dicatat oleh sejarah sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah termuda sepanjang sejarah. Ketika beliau menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah ada yg menyebut usianya sekitar 40 tahun. Muda, cerdas, menguasai, dan mendalami berbagi ilmu agama dan umum, orator, dan pembicara publik yang hebat, pendekar, dan juga ahli diplomasi. Ringkasnya, pada diri Mas Mansur tergambar sosok pribadi yang hebat. Sosok “muda, cerdas, dan berkarakter” menjadi inspirasi penting bagi IPM saat itu dan semoga demikian juga ke depannya.
Syahrial Suwandi yang pernah tinggal di asrama Haji Mas Mansur (saat ini merupakan Ketua KORNAS ALUMNI IPM/IRM) berkisah kepada saya sebagai berikut:
Sekitar Tahun 1983, PP IPM pada masa Masyhari Makhasi, saat itu PP IPM merasa perlu adanya posko PP IPM untuk menunjang efektivitas PP IPM terutama untuk tempat berkumpul pimpinan dalam rangka merumuskan beberapa kebijakan PP IPM pasca Muktamar Darurat dari Busyro ke Masyhari Makashi. Kantor PP IPM saat itu sangat sempit dan kurang mendukung untuk menjalankan aktivitas PP IPM melakukan konsolidasi melalui penerbitan beberapa pedoman IPM, di antaranya: pedoman kaderisasi, pedoman da’wah, pedoman PIP, seragam Ipmawati, dan lain-lain.
Membuat asrama sepertinya telah dirancang termasuk menentukan nama asrama pada saat kepemimpinan Masyhari Makhasi, Haedar, Mail Siregar, Noorjanah Djohantini, dan Ickhwan Bagio di PW IPM DIY. Asrama juga difungsikan sebagai tempat tinggal ipmawam dari luar DIY maupun PW IPM lain yang memerlukan tempat tinggal ketika datang ke Yogya dalam rangka rapat PP IPM atau tugas organisasi. Asrama menampung siswa SMA Muhammadiyah dengan ketentuan bersedia mengikuti aturan dan program asrama termasuk harus bersedia tinggal di asrama sampai tamat SMA. Beberapa anak asrama yang tinggal di asrama diantaranya dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, ada Eko Marhaen yang sekarang bekerja menjadi Sekretaris Dewan di DPR RI, Suryadi yang saat ini di Kementerian Sekretaris Negara, Yulis seorang pengusaha, Makhasin, seorang pengusaha di Boyolali, dan dari SMA Muhammadiyah 3 bernama Wibowo.
Asrama Haji Mas Mansur dikelola oleh PP IPM yang bertugas sebagai pamong asrama atau pembina, terdapat Haedar, Ismail Siregar, Noorjannah Djohantini, Hamdan Hambali, serta Syahrial Suandi dan Mahli Zainuddin sebagai asisten. Adapun program yang diberikan kepada siswa penghuni asrama; memberi tambahan pelajaran yang dianggap sulit, bahasa Arab, pemahaman tentang Al Islam dan kemuhammadiyahan, serta mewajibkan semua penghuni asrama mengikuti salat berjamaah dan memberikan kultum bergantian selepas salat (terutama maghrib, isya, dan subuh).
Syahrial Suandi sekitar bulan Agustus 1986 pindah ke Bogor untuk melanjutkan sekolah dan asrama saat itu, seingat beliau masih berjalan. Dokter Agus Sukaca (saat Ini Wakil Ketua MPKU PP muhammadiyah dan salah seorang Ketua PWM Kalimantan Timur) dalam tulisan di facebook beliau tentang Sistem Perkaderan IPM (SPI) Ujung Pandang menyatakan bahwa Asrama “Haji Mas Mansur” sebagai amal usaha PP IPM waktu periode Masyhari Makasi menjadi tempat strategis para aktivis IPM dalam menyiapkan konsep SPI Ujung Pandang, yang di periode kami dikenal sebagai SPI Merah. Haedar Nashir yang saat ini menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah memiliki peran yang sangat penting dalam memimpin dan mengelola Asrama Haji Mas Mansur ini, demikian juga dengan Noorjannah Djohantini yang menjadi Ketua Umum PP ‘Aisyiyah.
Dokter Agus Sukaca selanjutnya menuliskan peran strategis Asrama Haji Mas Mansur dalam melahirkan SPI Ujung Pandang, “Pembahasan dilakukan selama berhari-hari di Asrama Haji Mas Mansur yang terletak di dekat lapangan Mancasan Ketanggungan Wirobrajan Yogyakarta. Kerja persiapan dilakukan siang malam, Asrama Haji Mas Mansur terasa menjadi rumah kami. Tim bekerja sesuai jadwal dan keluar untuk keperluan kuliah atau hal penting lainnya.”
Lebih lanjut, Dokter Agus Sukaca menceritakan perjalanan yang dilakukan dari Jogja ke Ujung Pandang dengan bus menuju Surabaya dan diteruskan dengan Kapal Kambuna, pulangnya pun demikian. Sistem Perkaderan IPM yang dihasilkan, dikenal sebagai SPI Ujung Pandang, menjadi panduan penting perkaderan IPM yang melahirkan banyak pemimpin-pemimpin persyarikatan, umat, dan bangsa. Juga ternyata menginspirasi organisasi otonom Muhammadiyah lainnya dalam menyusun sistem perkaderannya. Bahkan jiwa SPI Ujung pandang terdapat di Sistem Perkaderan Muhammadiyah.
Mahli Zainuddin Tago yang saat menjadi dosen di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sebagai alumni Asrama Haji Mas Mansur menuturkan, “Saya lebih sebagai siswa binaan. Hanya sbg siswa paling senior, kelas tiga Muhi. Sedangkan lainnya adik-adik kelas satu. Tinggal disana pun tidak sampai setahun. Selulus dari SMA Muhi saya bekerja di Mu’allimin. Sehingga saya pindah tempat tinggal, menjadi karyawan Madrasah Mu’allimin sekaligus marbot masjid. Selama tinggal di asrama saya merasakan kebersamaan.”
“Kami dibina melalui makan bersama, salat jamaah lima waktu (terutama magrib, isya, dan subuh), dan kultum rutin yang terjadwal. Pembina kami Bang Haedar, Bang Mail, dan Bang Syahrial. Konon kata Bang Syahrial saya diletakkan sebagai semacam asisten pembina karena sudah di IPM daerah.”
Kami, sedang mengumpulkan bahan untuk melengkapi tulisan sejarah tentang Asrama Haji Mas Mansur. Semoga para senior yang pernah tinggal di asrama ini berkenan melengkapi untuk melanjutkan tulisan ini.
*) Catatan
- Penulis adalah Muhammad Jamaluddin Ahmad, Ketua Umum PP IPM Periode 1990-1993 yang saat ini menjadi Wakil Ketua LPCR PP Muhammadiyah
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
1 Komentar. Leave new
[…] PR IPM SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta berhasil menyelenggarakan Moehi National Competiton (Monaco) #5 secara daring. Kegiatan ini […]