M. Khoirul Huda, Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) menjelaskan, sekolah Muhammadiyah se-Indonesia melakukan MOS serentak. Namun orientasi di sekolah Muhammadiyah Forum Ta’aruf Siswa (Fortasi).
Durasi waktu acara tersebut mirip dengan MOS yakni selama 3-5 hari di awal sekolah. Namun siswa tidak perlu membawa barang-barnag aneh, melainkan akan diberi materi soal profil, aturan dan program sekolah. Siswa juga diajak untuk berbagi dengan sesama.
“Seperti yang dilakukan di SMA Muhammadiyah 1 Metro Lampung dan banyak sekolah lainnya,” terang Huda dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Senin (27/7/2015).
Selain itu, ada juga pentas seni dan adu bakat yang akan membuat siswa baru semakin semangat bersekolah.
“Banyak siswa yang merasa tidak nyaman dengan sekolahnya karena dianggap membosankan, jika di awal perkenalan siswa sudah merasa nyaman dan menarik pasti mereka akan bersemangat untuk belajar di sekolah,” tambah huda yang juga fasilitator Forum taaruf siswa.
Menurut Huda, kegiatan MOS identik dengan ajang perpeloncoan, bahkan ditemukan tindak kekerasan terhadap siswa. Kasus kekerasan pada saat tahun ajaran baru sudah berulangkali terjadi tanpa ada solusi.
Menyambut ajaran baru 2015/2016, PP IPM menghimbau kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah untuk benar-benar memastikan MOS jauh dari kekerasan, bullying, tindak amoral dan kegiatan yang tidak benilai edukatif.
Selain kepala sekolah dan guru yang harus mengawasi pelaksanaan MOS, orang tua dan masyarakat juga harus turut berperan mengawasi kegiatan awal sebelum pembelajaran tahun ajaran baru dimulai tersebut. Sehingga MOS yang selama ini identik dengan perploncoan dan kekerasan ini bisa benar-benar hilang.
“Kekerasan, bulllying bukan budaya pendidikan kita, alangkah baiknya jika MOS diisi dengan hal positif seperti meningkatkan motivasi belajar, saling menunjukkan bakat atau peduli dengan lingkungan sekitar, itu baru budaya kita” imbuh Huda.