IPM.OR.ID., MEDAN – Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia Irfan Idris hadiri Seminar Antiradikalisme dengan tema “Menjadi Pahlawan Perdamaian” yang diadakan pada Minggu, (20/08/2023) di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Sumatera Utara.
Dalam kegiatan yang dihadiri sekitar 50 peserta ini dijelaskan bahwa generasi muda harus waspada dengan gerakan radikalisme karena itu seperti virus.
“83,3% pelajar menilai Pancasila bisa diganti, sedangkan 56% setuju dengan penerapan syariat Islam. Bagi Indonesia pancasila merupakan ideologi yang paling lama dalam sejarah Indonesia. Jadi, mereka (teroris) mau menerapkan syariat tapi tidak paham syariat. Yang katanya amar ma’ruf nahi munkar padahal amar ma’ruf sambil munkar,” jelas Irfan.
Irfan menjelaskan bahwa generasi muda harus berpikir komprehensif, terlebih dalam memahami istilah-istilah yang muncul seperti istilah radikal, radikalisme, radikal anarkis, dan istilah-istilah sejenis lainnya.
“Kita membutuhkan strategi yang utuh untuk membua hati dan pikiran. Terorisme ini merupakan kejahatan yang mencapai kejahatan lintas negara dan termasuk kejahatan serius. Maka, untuk menanggulanginya juga harus serius,” tegas Irfan.
Lebih lanjut, Irfan menjelaskan bahwa beberapa kejahatan terorisme dilakukan oleh oknum orang muslim yang tidak sepenuhnya memahami Islam.
“Padahal Islam itu agama rahmatan lil alamin. Lawan kafir adalah iman. Setiap saya membaca Al-Quran, kata iman dan kafir itu seimbang. Yang tidak boleh itu mengkafirkan. Inilah yang dimunculkan kelompok teroris. Jangan mudah tercecoki ideologi Islam tapi di dalamnya tidak ada perintah mendirikan negara Islam,” pesan Irfan.
Ideologi Pancasila Menyatukan Keragaman Indonesia
Irfan menjelaskan jika Indonesia ini memiliki beragam budaya, dari 300 kelompok etnik, 1340 suku, 652 suku, 6 agama, dan 187 penghayat kepercayaan.
“Hal itu bisa menyatukan kita karena adanya ideologi pancasila dan memiliki semboyan bhineka tunggal ika. Semua yang beragama pasti merindukan kedamaian,” jelas Irfan.
“Orang berkonfik karena belum siap berbeda. Tuhan menginginkan perbedaan itu. Kalau menolak perbedaan berarti menolak sunnatullah. Jadilah perbedaan itu jadi keindahan,” imbuhnya.
Irfan menambahkan bahwa intoleransi dibagi menjadi dua, intoleran aktif itu menghormati dan membantu, sedangkan intoleran pasif itu tidak menghormati, tetapi tidak mengganggu. Dia juga menyebutkan tipe-tipe radikal.
“Radikal politik (lewat parpol mereka menguasai parlemen dan mengganti ideologi), radikal keyakinan (suka mengaku kalo keyakinannya yang benar dan keyakinan orag lain salah), dan radikal aksi (demo mahasiswa),” terang Irfan.
Sebagai penutup, Irfan menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat toleransi pelajar. “Adapun hal-hal yang mempengaruhi tingkat toleransi pelajar meliputi, pengaruh ortu, guru agama, teman bergaul, organisasi ekstrakurikuler yang diikuti, dan literatur keagamaan,” pungkas Irfan.(*nas)