IPM.OR.ID.,– Dalam keadaan yang penuh dengan tantangan, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) menggelar Simposium Milenial dalam rangka menyemarakkan Milad Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ke-60 tahun pada Sabtu (24/07/21). Simposium Milenial ini dilaksanakan secara daring melalui teleconference zoom meeting dan diikuti oleh lebih dari 158 orang kader IPM dari seluruh penjuru Indonesia.
Simposium Milenial yang bertajuk “Kader IPM untuk Umat, Bangsa, dan Negara” ini dipandu oleh Ihsan dan Rahma selaku Master of Ceremony dan Wahyu Adi Putra selaku moderator. Turut memberi sambutan pada Simposium ini Syahrial Suwandi (Ketua Koordinator Nasional (Kornas) Alumni IPM/IRM), Hafizh Syafa’aturrahman (Ketua Umum PP IPM), dengan penyampaian amanat Simposium oleh Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah).
Dalam sambutannya, Syahrial Suwandi mengatakan bahwa dalam Milad ke-60 tahun ini, IPM harus mampu menjadi bagian dari penyelesaian masalah kebangsaan ke depan. Oleh karenanya, penting untuk para pimpinan di IPM memiliki integritas.
“Hal utama yang harus kita lakukan adalah dengan meningkatkan integritas dari para pimpinan IPM. Mulai dari tingkat yang paling rendah sampai ke pimpinan pusat. Melalui integritas diri ini, maka tentunya segala perlakuan akan penuh pertimbangan sehingga apa yang dilakukan mampu untuk dipertanggungjawabkan,” tegas Suwandi.
Sementara itu, Hafizh Syafa’aturrahman dalam sambutannya mengajak kepada kader IPM di seluruh Indonesia untuk sama-sama merefleksikan pergerakan di IPM dengan berkolaborasi. Ia mengungkapkan bahwa gerakan IPM bukan gerakan yang berbasis egosentris, tetapi berdasarkan kemaslahatan bersama.
Berkaitan dengan itu, dalam amanat Simposium, Abdul Mu’ti berpesan agar IPM mampu mengembangkan gerakan yang bisa memenuhi kebutuhan masa depan. Mu’ti lebih lanjut mengatakan bahwa IPM perlu untuk menumbuhkan orientasi global dalam pergerakannya.
Acara Simposium Milenial ini turut mengundang narasumber yang tidak kalah ciamik, antara lain: Azaki Khoirudin (CEO IBTimes.id), Slamet Nur Achmad Effendy (Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional), Dzulfikar Ahmad Tawalla (Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah), Irfan Amalee (Direktur Eksekutif Peace Generation), dan Ulfah Mawardi (Staf Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia).
Slamet dalam pemaparannya memberikan poin menarik mengenai dunia politik dalam kacamata IPM. Ia mengatakan bahwa selama ini, IPM lebih banyak sibuk terhadap persoalan internal dan terlena dengan hubungannya terhadap eksternal. Menurut Slamet, menjadi aktivis pelajar itu artinya juga harus rasional dan dewasa.
“Banyak sekali politik gagasan yang bisa kita dorong, sehingga, kebijakan negara bisa berpihak kepada kita. Kita harus dewasa dalam melihat politik. Pelajar itu tidak boleh terjebak pada logika berpikir yang kaku dari generasi yang lebih tua,” jelas Slamet.
Sementara itu, di sisi yang lain Irfan Amalee mengupas bagaimana agar IPM hari ini pintar untuk membaca konteks. Ia juga mengatakan bahwa kecepatan dan dinamisasi pergerakan menjadi penting dalam dunia yang serba cepat seperti saat ini.
“Kecepatan dalam bergerak hari ini sangat penting. Ke depan, segala sesuatu harus simplified. Kalau Muhammadiyah mengaku organisasi yang besar tetapi masih ngomongin yang berat-berat, maka artinya kita gagal disitu,” terang Irfan.
Acara ini semakin menarik dengan adanya pertanyaan-pertanyaan dari peserta yang bergabung.*(iant)
