Pilkada 2020, Di mana Posisi Pelajar?

Pilkada 2020, Di mana Posisi Pelajar?

Opini
1K views
1 Komentar

[adinserter block=”1″]

Pilkada 2020, Di mana Posisi Pelajar?

Opini
1K views

BhaaaikkIndonesia menggunakan pemilihan secara langsung sebagai proses pergantian kekuasaan yang dilakukan dengan prinsip-prinsip yang sudah digariskan konstitusi. Pemilihan umum sebagai sarana mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila diharapkan mampu terselenggara secara berkualitas dengan partisipasi masyarakat berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Setiap warga Negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih, dipilih dan bebas untuk menggunakan hak pilihnya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Pemilih bebas menentukan partai, calon mana yang akan didukung, kepala daerah mana yang dipilih, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan, termasuk didalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan perhitungan suara. Pemilihan umum belakangan ini juga menjadi salah satu indikator dalam mengukur baik buruknya demokrasi di Indonesia.

Berdasarkan data pemilih yang tedaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2019 sebanyak 192,83 juta jiwa yang terdiri dari DPT dalam negeri 190,77 juta jiwa dan DPT luar negeri 2,06 juta jiwa. Dari data tersebut menunjukkan sekitar 14 juta jiwa pemilih pemula dan muda mengikuti pemilu 2019. Pemilih pemula adalah pemilih-pemilih yang baru pertama kali akan memberikan suaranya dalam pemilu. Pemilih pemula pada definisi ini rata-rata masih pelajar berusia 17 tahun atau biasanya kelas 11/12 SMA sederajat. Pemilih pemula dengan kuantitas yang besar ini kurang memiliki wawasan yang luas, maupun keterampilan yang memadai sesuai dengan realitas yang dibutuhkan dalam dinamika pemilihan. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran politik pemilih pemula masih kurang. Padahal kalangan pemilih pemula sangat berpengaruh bagi proses regenerasi kader politik kedepan. Jumlah begitu besar pada pemilih muda dan pemula yang didominasi pelajar ini belum mendapatkan efek baik. Semestinya tidak hanya berhenti pada bingkai hitungan. Lebih dalam bisa ditempatkan pada aspek pendidikan politik yang mengacu pada pencerdasan kehidupan bangsa.

Pelajar dalam hal ini pemilih pemula harusnya diletakkan sebagai subjek pendidikan politik, tidak terus menerus sebagai objek dan sekedar angka. Hal ini berakibat tidak tercapainya tujuan pendidikan politik, nyatanya mereka sangat berperan aktif dan penting dalam kegiatan perpolitikan di Indonesia melalui pesta demokrasi. Pada konteks menyuarakan pendapat sebagai hak pelajar juga membingungkan dalam hal ini. Pada kejadian September 2019 mengenai permasalahan reformasi demokrasi, pelajar ikut serta turun kelapangan bersama unsur masyarakat lain. Pelajar yang ikut aksi mengaku bahwa tidak mengetahui demo tentang apa. Beberapa dari mereka mengaku turun kejalan karena pesan dan pengaruh di media. Psikolog Prof. Koentjoro menyebutkan bahwa aksi para pelajar adalah korban oknum provokator yang memberikan informasi salah melalui jaringan tertentu, salah satunya pesan berantai. Beliau juga menyampaikan bahwa aksi tersebut adalah bentuk konformitas dengan kelompoknya. Pada momen pemilihan umum juga banyak melibatkan pelajar sebagai objek kampanye baik pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya dan kurang membekali pendidikan politik.

Pilkada 2020, Pelajar dan Harapan
Terlepas dari pengenalan program yang disajikan oleh partai peserta pemilu dan lembaga penyelenggara pemilu, yang paling penting saat ini adalah mengetahui apakah program tersebut memiliki tujuan pendidikan politik yang jelas dikalangkan pemilih pemula. Penggunaan hak politik dalam pemilu yang tidak disertai dengan pendidikan politik berimbang, menjadikan ketiadaan kesadaran berpolitik. Kegiatan pemilihan umum hanya sebagai ritual yang sakadar menggugurkan kewajiban hak konstitusional. Ditambah dengan tidak adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan tempat pelajar menyampaikan aspirasi sebagai penggunaan hak berpendapat, informasi tentang politik yang berkonsentrasi kepada pelajar dalam hal ini pemilih pemula.

Menyambut pemilihan kepada daerah (Pilkada) 2020 yang memberikan harapan besar untuk para pelajar mendapatkan pendidikan politik yang tepat dan bermakna sekaligus sebagai evaluasi pemilu 2019 yang sudah terjadi. Pendidikan politik bagi pelajar diharapkan tidak menjadikan sikap apatisme akibat kejenuhan emosional. Jika sudut pandang mengenai pencerdasan politik belum berubah, dapat diprediksi bahwa pilkada 2020 memicu lahirnya ekploitasi politik dikalangan pemilih pemula. Selain itu, pelajar tetap sebagai objek kepentingan politik yang menginginkan suara semata dan tidak mendapatkan penerdasan politik.

*) Catatan

  • Penulis adalah Muhammad Abid Mujaddid, Ketua PP IPM Bidang Advokasi, mahasiswa Magister Psikologi UIN Jakarta, dan seorang pembelajar. Penulis dapat dihubungi via email : muhammadabidmujaddid09123@gmail.com
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Keren! Musyran IPM Tegal Gunakan e-Voting
Fatwa Majelis Tarjih: Muhammadiyah Tolak Rokok Elektronik
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

1 Komentar. Leave new

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.