Momentum Politik: Pelajar dan Post Truth

Momentum Politik: Pelajar dan Post Truth

Jawa TengahOpiniOpini Pelajar
1K views
Tidak ada komentar
Momentum Politik: Pelajar dan Post Truth

Momentum Politik: Pelajar dan Post Truth

Jawa TengahOpiniOpini Pelajar
1K views
Momentum Politik: Pelajar dan Post Truth
Momentum Politik: Pelajar dan Post Truth

Dalam momentum pemilu 2024 di Indonesia, perlu kita pahami bersama untuk menentukan pilihan siapa yang menjadi pemimpin di Indonesia paling tidak 5 tahun kedepan. Sehingga perlu bagi kalangan pelajar juga turut berpartisipasi penuh untuk kelangsungan negara Indonesia mendatang, karena pada pemilu 2024 nanti Betty Epsilon Idroos Komisioner KPU RI menyampaikan bahwa sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85% merupakan pemilih generasi Z.

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia yang menerapkan sistem demokrasi. Partisipasi politik elektoral merupakan bentuk aktualisasi dari demokrasi dalam bentuk politik dan yang akan mendorong proses demokrasi berdasarkan nilai-nilai demokrasi tersebut, antara lain nilai-nilai demokrasi adalah Keterbukaan, kebebasan, dan aturan yang berlaku (Anita Trisiana, 2019).

Masyarakat adalah organ yang yang sangat penting pada ruang publik yang dijamin kebebasannya untuk berbicara dan berkumpul. Tidak hanya itu masyarakat juga dapat bertindak untuk mengkritik. Salah satu elemen masyarakat yaitu para pelajar bagian dari komponen tersebut ikut serta berperan dalam proses berjalannya demokrasi di Indonesia.

Post truth

Fenomena post truth itu sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kondisi di mana realitas yang tidak dapat disangkal. Seringkali digantikan oleh kepentingan tertentu dan bias-bias individu dengan tujuan akhir untuk mempengaruhi penilaian masyarakat. Realitas terkini dari suatu peristiwa biasanya diperkenalkan dengan mengendalikan data agar sesuai dengan tujuan atau kepentingan penyebar berita, atau yang lebih disesalkan lagi, apa yang disebarkan bukanlah sebuah realitas.

Menurut Lakoff, post truth sebuah gagasan kebenaran dari kebohongan ke post pruth kemudian menjadi fakta alternatif dan kemudian menjadi sebuah kebenaran dan bagaimana pendukungnya tidak mengkhawatirkannya, hal itu kajian dari pilpres Amerika Serikat 2016. Dalam buku “Demokrasi Di Era Post Truth” karya Budi Gunawan menjelaskan praktek post truth yang luar biasa yang dilakukan oleh Donald Trump pada saat pilpres AS 2016 yang pada akhirnya dimenangkan oleh Joe Biden.

Kita juga perlu melihat Indonesia dalam konteks momentum pemilu 2024 nanti, yang dimana pasti akan melihat banyak sekali isu-isu yang bergerak begitu cepat dengan segala media. Salah satunya adalah media sosial yang sangat cepat tanpa kenal ruang dan waktu. Apapun yang ingin kita cari di internet dengan sekian detik saja google bisa memberikan banyak informasi.

Tidak kalah menariknya juga pesta demokrasi di Indonesia terutama pada saat momentum pemilu dan pilpres 2019 lalu, sebagai contoh fenomena post truth itu terjadi, walaupun sebenarnya praktek post truth sudah lama. Pada ruang publik dengan platform media yang banyak juga diramaikan berbagai ekspresi yang ada, mulai dari munculnya meme, tulisan-tulisan dari opini masyarakat, hingga status-status di akun media sosial dengan istilah yang muncul “Cebong” dan “Kampret”.

Opini atau ekspresi-ekspresi yang muncul memuat kebenaran dalam politik dengan versi masing-masing dan bahkan tidak jarang ekspresi yang mereka buat secara tidak langsung menjadi rujukan dalam memahami kondisi politik pada saat itu.

Dalam hal ini sebagai generasi penerus bangsa untuk kalangan pelajar perlu untuk bisa melihat kondisi di era disrupsi sekarang ini, kemudian kita melihat sepanjang jalan pada papan iklan banyak sekali baliho para calon legislatif maupun eksekutif.

Fenomena ini kerap kita jumpai ketika memasuki momentum pemilu, hal ini menjadi menggelitik pasalnya para calon legislatif maupun eksekutif berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian dan dukungan dari masyarakat, memberikan sebuah validasi kepada masyarakat dan janji-janji mereka apabila terpilih.

Sekarang ini, di era digitalisasi untuk proses demokrasi dengan kecanggihan teknologi yang semakin maju menjadi peluang sekaligus tantangan bagi gen Z, karena berbagai macam informasi dengan cepat beredar. Untuk kalangan gen Z yaitu pelajar dan mahasiswa kalau tidak memahami bagaimana pemahaman literasi digital akan membuat termakan berita hoax dan semakin apatis.

Literasi Digital

Secara sederhana, literasi dapat bermakna sebagai kemampuan manusia dalam membaca dan menulis. Namun ternyata, pengertian literasi tidak hanya sebatas pada kemampuan membaca dan menulis saja. Semangat kesadaran literasi ini yang harus kita bangun karena literasi tidak hanya membaca dan menulis.

Perlu kita pahami bahwa makna literasi itu juga kemampuan untuk bisa membaca dan memahami dalam konteks fenomena sosial yang terjadi saat ini. Dengan literasi yang didasari keinginan yang tinggi, sebagai kaum terpelajar maka kita dapat membaca dan memahami realitas sosial yang ada dengan kita memahami literasi digital. Literasi digital merupakan upaya yang diperlukan pada era canggih seperti saat ini untuk menyaring informasi secara akurat.

Di kalangan anak muda termasuk gen Z tidak sedikit juga memilih untuk skeptis apa yang terjadi pada lingkungan sekitarnya, sehingga pada saat momentum pemilu seperti sekarang ini kalangan anak muda khususnya gen Z masih dinyamankan dengan dunianya sendiri seperti nongkrong yang kurang produktif, main game belaka dan masih banyak lainnya.

Sebagai kaum yang terpelajar kita harus meningkatkan pemahaman literasi digital di era digitalisasi sekarang ini. Kerap sekali kita melihat di media sosial berbagai macam informasi yang tersebar begitu cepat yang belum tentu tahu kebenarannya, misalnya saja para calon anggota legislatif atau eksekutif dalam berkampanye memiliki sebuah team media atau istilah sekarang ini “buzzer” yang memang disiapkan untuk membuat citra kebaikan pada masyarakat luas, sehingga mendapatkan perhatian masyarakat dengan berbagai cara, mulai dari janji-janji yang mereka janjikan dan bahkan kadang mereka saling serang.

Kemudian membuat sebuah opini yang menjatuhkan satu sama lain demi bisa mengalahkan elektabilitas dan perhatian dari masyarakat. Karena masyarakat kadang langsung menerima secara mentah berita atau opini yang tersebar yang belum tentu kebenarannya itu. Upaya lain untuk mendukung literasi digital ini adalah penggunaan aplikasi yang tepat dan pemahaman secara mendalam mengenai informasi yang didapatkan tersebut. Mengingat dampak mengenai penyebaran hoax dalam masyarakat sangat memprihatinkan.

Dengan memahami kecakapan literasi digital, hal ini kita secara otomatis mengimplementasi makna dari literasi itu sendiri di era digitalisasi sekarang ini. Para gen Z khususnya para pelajar perlu mendorong dalam pemahaman literasi digitalisasi ini dapat membantu teredukasi masyarakat luas sehingga pada ruang publik masyarakat sudah cerdas dan juga bijak dalam penggunaan media dalam proses demokrasi di Indonesia.

Pelecehan Seksual pada Pelajar: Ketika Keadilan Tertunda, Lantas Keadilan Milik Siapa?
Upaya Tertib Organisasi, PP IPM Terbitkan Surat Instruksi
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.