Siapa sih di sini yang tidak akrab dengan panggilan Ipmawati? Iya, Ipmawati adalah panggilan kepada perempuan-perempuan yang bergerak di IPM. Apalagi dengan bidang Ipmawati. Bidangnya perempuan. Banyak yang mengibaratkan, melalui bidang Ipmawati lah perempuan-perempuan di IPM bisa berjaya.
Namun, faktanya bidang-bidang lain juga sudah banyak diduduki oleh para Ipmawati sebagai bentuk kejayaannya di IPM. Bahkan sudah banyak Ipmawati yang dengan beraninya menjadi ketua umum di pimpinan masing-masing.
Ipmawati
Ipmawati selalu saja diidentikkan dengan hal-hal yang feminin. Mulai dari cara berperilaku, cara berpikir, dan tugas-tugasnya selama berkecimpung di IPM. Seolah-olah Ipmawati memiliki pedoman khusus Ipmawati atau sistem keipmawatian yang jika tidak diikuti, akan dianggap keluar jalur. Padahal setiap diri kita memiliki dua sisi. Sisi perempuan dan sisi laki-laki.
Hanya saja, mana sisi yang dominan dalam diri kita dan bagaimana kita memanfaatkan itu dengan positif. Ipmawati yang bisa mengangkat galon ataupun tidak, itu kembali kepada kekuatannya dalam mengangkat suatu beban. Begitu juga Ipmawan yang bersedih hati atau menangis karena suatu hal, boleh-boleh saja. Itu kan memang bentuk ekspresi kita sebagai manusia dan respons terhadap suatu hal atau kejadian.
Bidang Ipmawati
Bidang Ipmawati pastinya diisi oleh para Ipmawati. Bidang ini fokus dengan segala isu perempuan. Bahkan bidang Ipmawati PP IPM juga sudah mulai masuk dalam pembahasan kesetaraan gender, yang sebenarnya dalam pembahasan ini bukan hanya topik mengenai perempuan, tetapi pembahasan terkait laki-laki pun bisa dibahas jika dikaitkan dengan gender. Gender merupakan hasil konstruksi masyarakat yang sengaja dibentuk, bukan lahiriah ya.
Nah, timbul deh pertanyaan, kenapa tidak ada bidang Ipmawan? Menurut saya, karena Ipmawan sudah memiliki banyak ranah di IPM berkat konstruksi sosial yang sudah terbentuk.
Maka dari itu, Ipmawati perlu tempat untuk menegaskan keberadaannya. Salah satunya melalui bidang Ipmawati. Kita tahu isu perempuan begitu beragam dan tidak benar-benar terselesaikan. Bidang ini sebenarnya kaki tangan dari Siti Walidah atau yang kita kenal dengan Nyai Ahmad Dahlan untuk meneruskan perjuangannya terkait keperempuanan di ranah pelajar. Dimulai dari bidang Ipmawati, mana tahu bisa sampai ke Aisyiyah.
Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Di IPM selalu kental dengan proses perkaderan. Formal dan non formal. Namun, bisa kita lihat dalam proses perkaderan tersebut, Ipmawati masih terlihat samar-samar dalam memposisikan diri. Entah orang di sekelilingnya yang tidak mengerti atau Ipmawannya yang tidak mendukung. Padahal, para Ipmawati pasti punya keinginan untuk memposisikan dirinya dengan jelas.
IPM adalah salah satu ortom dari Muhammadiyah. Muhammadiyah dengan Aisyiyah pun sudah sepakat dengan posisi perempuan yang boleh-boleh saja bergerak di ruang publik selama ada keinginan dan kemampuan. Di Pimpinan Pusat IPM pun, hampir setiap bidangnya sudah diisi oleh Ipmawati. Dari sini sudah bisa dilihat, sebenarnya Ipmawati juga berpotensi dalam banyak hal. Tergantung mau mengambil fokus yang mana.
Hal yang masih sering dijumpai adalah urusan membuat kopi. Ipmawati jangan disuruh membuat kopi terus, apalagi kalau jam terbangnya sudah habis. Kalau peserta sudah beristirahat, Ipmawati juga berhak untuk istirahat. Lagi pula, bukannya menyeduh kopi sendiri lebih bagus? Karena bisa menakar pahit dan manisnya kopi sesuai selera. Kalau ada Ipmawati yang suka kopi, kenapa tidak coba dibuatkan saja? Kan gantian. Mana tahu Ipmawatinya perlu bergadang untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Tulisan ini sebenarnya mengajak kita untuk lebih menilik lagi posisi dan peran Ipmawati yang sebenarnya tidak merugikan jika Ipmawatinya memiliki potensi. Pun, jika belum memiliki potensi, bukan berarti tidak ada. Hanya saja belum terasah atau masih ragu-ragu menunjukkan dirinya. Ipmawan pun tidak perlu merasa takut tersaingi dan terkalahkan ya.
Kita sudah punya bagian masing-masing dan punya ciri khas sendiri. Pastinya tidak ada yang benar-benar sama. Masing-masing tetap bisa bergerak tanpa harus mendominasi. Tulisan ini sangat boleh dikritik dan disanggah agar menjadi pembelajaran dan menambah perspektif penulis.
*) Catatan
- Penulis adalah Anisa Fatjriani, Kader PD IPM Kota Padang dan Alumni TM 2 PD IPM Kota Jayapura.
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
2 Komentar. Leave new
Sya berterima kasih kepada penulis, karena telah menjabarkan dengan baik mengenai Ipmawati, melalui tulisan ini cara pandang sya trhadap peran dan figur Ipmawati jd lebih luas. Tulisan yg menginspirasi ini tidak hanya mendorong para Ipmawati, namun juga para perempuan lainnya untuk lebih berani dan percaya diri dalam mengembangkan potensi dimanapun berada. Sya berharap dgn adanya tulisan ini, dapat menyadarkan berbagai pihak mengenai kurangnya paham terhadap gender equality yg masih menjadi masalah di Indonesia.
Saya yakin, Penulis merupakan sosok Kader dan Ipmawati yg hebat👍🏻 Semangat yaa, smg bisa terus berkarya, IPM Jaya💪🏻
Sya berterima kasih kepada penulis, karena telah menjabarkan dengan baik mengenai Ipmawati, melalui tulisan ini cara pandang sya trhadap peran dan figur Ipmawati jd lebih luas. Tulisan yg menginspirasi ini tidak hanya mendorong para Ipmawati, namun juga para perempuan lainnya untuk lebih berani dan percaya diri dalam mengembangkan potensi dimanapun berada. Sya berharap dgn adanya tulisan ini, dapat menyadarkan berbagai pihak mengenai kurangnya paham terhadap gender equality yg masih menjadi masalah di Indonesia.
Saya yakin, Penulis merupakan sosok Kader dan Ipmawati yg hebat👍🏻 Semangat yaa, smg bisa terus berkarya, IPM Jaya💪🏻