Bulan Februari 2020, Masyarakat di Indonesia dikejutkan oleh dua kasus perundungan yang viral di media sosial hingga muncul ke publik. Dua kasus tersebut dialami oleh anak-anak usia pelajar. Kasus yang pertama ialah terjadi di awal bulan Februari.
Kasus Perundungan yang terjadi di Purworejo Jawa Tengah ini viral di media sosial. Kasus tersebut sudah ditangani oleh pihak kepolisian dan menetapkan tersangka yang masih usia pelajar. Kasus perundungan tersebut berupa penganiayaan terhadap seorang siswi diffabel, hasil penyeledikan kasus tersebut diakibatkan oleh rasa sakit hati pelaku karena mereka dilaporkan korban ke guru soal meminta uang (Kompas, 2020).
Kasus kedua terjadi di Nusa Tenggara Timur, 77 Siswa SMP dihukum makan kotoran oleh seniornya, kasus ini sempat viral beberapa hari yang lalu. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari pihak kepolisian dan pihak sekolah terhadap pelaku perundungan tersebut.
Jika kasus tersebut tidak muncul di media sosial belum tentu akan diketahui oleh masyarakat, bahkan pihak keamanan pun belum tentu menindak tegas para pelaku perundungan yang akhir-akhir ini marak terjadi di Masyarakat khususnya kalengan pelajar.
Kasus kekerasan dan perundungan terhadap siswa sepanjang tahun 2019.
Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia, KPAI Menerima 153 Pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap siswa sepanjang tahun 2019. Kasus-kasus tersebut terdiri dari anak korban kebijakan, anak korban kekerasan fisik dan perundungan (Pikiran Rakyat, 2019).
Penyebab perundungan menurut Suzie Sugijokanto (2014) adalah; pertama, pelaku perundungan merupakan korban penghinaan, kekerasan, dan ketidakadilan dari orang tua atau saudara serumah. Kedua, pelaku sering menonton adegan kekerasan di televisi yang jauh dari pengawasan orang tua. Ketiga, pelaku perundungan tidak berdaya terhadap paksaan teman-temannya untuk melakukan kekerasa kepada orang lain. Keempat, pernah menjadi korban perundungan sebelumnya di sekolah ataupun di masyarakat.
Kekerasan dan perundungan terhadap anak-anak usia pelajar selalu terjadi dikarenakan belum adanya upaya yang masif dalam mencegah kasus perundungan di kalangan pelajar. Terkadang kasus perundungan dianggap sepele dan candaan anak-anak. Akibatnya perundungan terus menerus terjadi di kalangan pelajar dan dianggap wajar oleh pelajar.
IPM harus menjadi rumah yang nyaman bagi pelajar
Sebagai organisasi pelajar, Ikatan Pelajar Muhammadiyah harus berperan aktif dalam menekan angka kasus perundungan di kalangan pelajar, dalam agenda aksinya IPM memiliki gerakan “Membela Teman Sebaya” yang dimulai sejak tahun 2002. Namun dalam dua kasus terakhir IPM Belum terlihat berperan aktif dalam membantu korban ataupun mendampingi pelaku dalam menghadapi pelanggaran hukum yang ada.
Ada beberapa langkah agar IPM dapat menjadi rumah yang nyaman bagi pelajar dan juga menekan angka perundungan yang ada di pelajar. Pertama, IPM harus menanamkan nilai-nilai perdamaian dalam setiap perkaderannya.
Sejak siswa masuk ke sekolah IPM harus berperan aktif mengajarkan perdamaian kepada para pelajar dengan cara yang menarik dan juga inovatif. Sehingga memberikan pemahaman kepada pelajar agar membentuk pelajar yang memiliki rasa empati.
Kedua, IPM melakukan kerja sama dengan pihak sekolah agar mendorong guru dan orang tua menciptakan kondisi sekolah dan rumah yang nyaman terhadap anak-anak usia pelajar, terutama dalam mengekspresikan minat dan bakat pelajar.
Kondisi sekolah dan rumah yang nyaman adalah kondisi yang tidak mengintimidasi pelajar ketika melakukan kesalahan, jika pelajar salah tentu tetap diberikan pemahaman namun tidak di depan pelajar yang lain. Selain itu kondisi yang nyaman didapat ketika semua kegiatan pelajar yang positif didukung penuh oleh orang tua dan guru.
Ketiga, IPM harus membentuk tim konselor yang mendampingi pelaku dan korban perundungan, pendampingan yang dilakukan harus dengan metode senyaman mungkin agar psikologis pelaku dan korban kembali seperti sedia kala. Pendampingan dapat dilakukan dengan sesi curhat ataupun memberikan perhatian lebih kepada pelaku ataupun korban.
Pendampingan ini bertujuan agar pelaku tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama dan korban tidak memiliki rasa dendam kepada pelaku sehingga tidak dilampiaskan kepada orang lain. Pendampingan juga berfungsi memberi pemahaman orang tua untuk tidak memarahi pelaku.
Keempat, IPM dapat membentuk posko dan satgas membela teman sebaya di seluruh sekolah, desa dan kecamatan. Pembentukan ini bertujuan agar menerima laporan awal perundungan yang terjadi di kalangan pelajar.
Lalu membantu pelajar melaporkan kepada orang tua dan pihak berwajib jika perundungan berupa penganiayaan fisik yang dilakukan oleh temannya ataupun oleh guru yang melebihi batas wajar. Posko ini wajib memberikan bantuan kepada korban berupa bantuan hukum dan juga bantuan pendampingan agar korban berani Melaporkan pelaku yang melakukan perundungan.
Inilah beberapa usaha yang harus dilakukan Ikatan Pelajar Muhammadiyah dalam mengurangi angka perundungan yang dilakukan di anak-anak usia pelajar dan menjadi rumah yang nyaman bagi anak-anak usia pelajar.
Wallahu‘alam Bisshawab
*) Catatan
- Penulis adalah Fathin Robbani Sukmana, Ketua PIP PW IPM Jawa Barat Sekretaris DEEP Kabupaten Bekasi. Penulis dapat dihubungi via email : fathin.r.sukmana@outlook.co.id
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.