Anjangsana Nawasena: Secangkir Kisah, Segenggam Kepemimpinan, dan Segudang Buku

Anjangsana Nawasena: Secangkir Kisah, Segenggam Kepemimpinan, dan Segudang Buku

OpiniOpini Pelajar
163 views
Tidak ada komentar
Anjangsana Nawasena: Secangkir Kisah, Segenggam Kepemimpinan, dan Segudang Buku

Anjangsana Nawasena: Secangkir Kisah, Segenggam Kepemimpinan, dan Segudang Buku

OpiniOpini Pelajar
163 views
Anjangsana Nawasena: Secangkir Kisah, Segenggam Kepemimpinan, dan Segudang Buku
Anjangsana Nawasena: Secangkir Kisah, Segenggam Kepemimpinan, dan Segudang Buku

Dini hari di Penginapan Wakatobi. Saya ingin berbagi kisah menarik inspiratif yang saya dapatkan dari buah segar “Anjangsana Nawasena” yang masuk dalam agenda Taruna Melati Utama (TMU) Jumat kemarin (16/8/24).

Kebetulan saya dan kelompok (ordo 7): Saya, Zami (DKI), Ruslan (Sultra), Hasbi (Sulsel), dan Zulki (Gorontalo) mendapat kesempatan bersua sekaligus menimba ilmu dari tokoh yang luar biasa, yakni Pak Muhammad Aswan Zanynu yang merupakan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Halu Uleo. Kawan-kawan boleh searching saja di Google, untuk mengenal lebih jauh tentang beliau, saya jamin, top!

Perjalanan dimulai dari Institut Sains Teknologi dan Kesehatan Aisyiyah Kendari, yang kebetulan menjadi transit sementara pasca TMU. Meluncurlah dengan riang gembira untuk menyelami keilmuan Pak Aswan di rumahnya. Mak jeglik, sampailah kami di rumah Pak Aswan, disambut dengan senyum lebar bak kapal laut yang memanjang nan melengkung di ujungnya.

Tak kenal maka tak sayang. Tentu hal pertama dan yang paling utama adalah perkenalan. Dalam perjumpaan kali pertama, sebagai proses pengakraban untuk anjangsana beberapa jam ke depan. Singkatnya, Pak Aswan ini lahir di Baubau, lalu kuliah sarjana dan magisternya di Universitas Hasanudin serta menyelesaikan doktoralnya di Universitas Indonesia 2019 di jurusan Ilmu Komunikasi.

Halaman Pertama: Secangkir Kisah

Halaman pertama dalam percakapan kisah yang dijalani Pak Aswan hari itu, yang saat itu sedang menyelesaikan penyusunan Peraturan Daerah mengenai Kota Layak Anak (Children Friendly City). Ia cerita sedikit banyak tentang hal esensial tentang kota layak anak ini yang barangkali sejalan dengan Paradigma Perkaderan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Pada intinya, kota layak ini ingin menyediakan jaminan terhadap tumbuh kembang anak yang dapat terpenuhi, meliputi, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan dari diskriminasi serta eksploitasi.

Dalam penerapannya, terdapat teknik pendekatan yang dilakukan, yaitu pendekatan Pentahelix. Pendekatan pembangunan yang melibatkan lima stakeholder, seperti pemerintah, komunitas, pihak swasta, media, dan perguruan tinggi. Contoh konkritnya, pemerintah memberi jalan akses, media memberi jelajah galeri, komunitas memiliki forum anak talenta, perguruan tinggi memiliki riset kualitas gizi anak, dan lain sebagainya. Kelima elemen tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Satu hal yang muncul dalam benak saya, saya rasa ada poin yang dapat dimasukkan dalam Paradigma Perkaderan IPM yang baru.

Halam Kedua: Segenggam Kepemimpinan

Melangkah ke halaman kedua, saya ingin menyoroti gaya kepemimpinan beliau. Saya menilai, bahwa Pak Aswan merupakan pribadi yang unik dan karismatik. Beliau menjelaskan gaya kepemimpinan yang diamini adalah konsen memberi ruang kepada anak muda. Memberikan aktualisasi pemikiran yang fresh dengan model up and down. Biarkan anak muda berkreasi, batasi dengan koridor, dan jatuh bangun calon pemimpin perlu diawasi. Hal ini yang saya kagumi dari gaya kepemimpinan beliau, tidak banyak tokoh yang saya jumpai dengan model seperti ini. Banyaknya, adalah cenderung satu arah harus nurut kepada senior, selain itu jarang sekali. Luar Biasa.

Halaman Ketiga: Segudang Buku

Siang hari, sejenak setelah berenang di Pantai Cemara, Wakatobi. Saya melanjutkan tulisan ini, untuk membuka halaman ketiga. Tak kalah menariknya, Pak Aswan melontarkan pertanyaan yang bikin saya cukup tercengang. “IPM ada buku wajib nggak sih? Artinya ada buku yang musti dibaca seluruh kader IPM nggak, to?,” tanya Pak Aswan. Sontak saya kaget dan berpikir sejenak, “Iya juga, ya, sejauh saya ber-IPM belum ada kewajiban tertentu dalam membaca buku. Hanya saja melalui saran dan rekomendasi dari teman atau senior IPM untuk membaca buku tertentu.”

Ini cukup menjadi alasan bagi IPM untuk muhasabah dalam keilmuannya. Saya rasa perlu juga muatan kewajiban dalam membaca buku bagi kader. Bisa ditempuh melalui beberapa bagian perkaderan di IPM, misalnya Taruna Melati atau Sekolah Literasi itu wajib menyelesaikan salah satu buku dalam rangka mencapai koridor keilmuan yang sesuai dengan visi IPM. Paling tidak sedikit mungkin ada satu buku yang selesai dibaca oleh para kader dalam setiap pelatihan untuk membuka kawah candradimuka intelektual.

Pak Aswan kembali memberikan obrolan yang megajak saya tidak mau ketinggalan sejengkal pun. Jujur saja, obrolan yang diolah sedemikian rupa menjadi diskusi ini terasa hangat sekali, sehingga menimbulkan suasana senyap tetapi hangat, apalagi di hari jumat. Mau bagaimanapun kemajuan gawai, menurut Pak Aswan tidak semua literatur dalam gawai bisa menggantikan esensi sebuah buku. Membaca buku adalah tradisi yang tidak bisa digantikan dengan membaca softfile book di gawai. Biasanya orang abai dengan esensi membaca buku, padahal buku menyajikan sudut pandang yang utuh atas suatu isu dan tidak bisa tergantikan oleh gawai atau Artificial Intelegence.

  • Penulis adalah Rezza Fahlevi, Peserta PKTMU Batch 2 Sulawesi Tengggara dan Ketua Bidang PIP PW IPM Jawa Tengah.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Rayakan Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia, PP IPM Gelar Upacara di Atas Kapal
Meriahkan Peringatan Kemerdekaan, MTs Muhammadiyah Blimbing Gelar Festival Budaya dan Lomba Unik
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.