Kalian semua pernah gak sih, menemukan perkataan: “Filsafat itu bikin orang ga percaya Tuhan”, “Filsafat kurang bermanfaat untuk dipelajari”, “Filsafat itu merusak akidah”, “Filsafat itu bikin orang jadi gila”, “Filsafat itu sesat”, juga ribuan stigma yang dinisbatkan kepada filsafat ini. Ketika ada kader IPM yang mempelajari itu, bahaya gak sih?
Tulisan ini dilatar belakangi ketika saya bosan mengerjakan tugas akhir semester yang nggak kelar–kelar, dan untuk mengisi waktu me time, saya membuat tulisan ini.
Belum lama ini, saya telah usai mengikuti Sekolah Filsafat PP IPM secara learn from home, cukup menjadi bukti bahwasannya IPM bisa menjawab tantangan era disrupsi dengan perubahan dunia yang serba cepat. IPM membuktikan bisa menjadi OKP yang membawa gerakan pencerdasan dengan teknologi yang terus berubah.
Karena memang sudah seharusnya gerakan pencerdasan IPM semakin berkembang, bisa saja nanti akan muncul pencerdasan asinkronus seperti moodle, atau bahkan Perkaderan Taruna Melati Nasional melalui Metaverse. Tetapi kita sedang tidak membahas itu, kita membahas filsafat.
Soal-soal Filsafat: Filsuf dan Ahli Filsafat
Ada dua istilah penting ketika seseorang akan mempelajari filsafat. Istilah itu adalah filsuf dan ahli filsafat. Filsuf adalah orang yang merefleksikan pemikiran sendiri, dan sebenarnya setiap orang yang mendayagunakan akal pasti dia filsuf. Contohnya, misalkan ketika Al Ghazali mengkritik filsafat melalui buku Tahafut al-Falasifah. Sebenarnya dia mengkritik filsafat menggunakan filsafat, karena dia merefleksikan pemikirannya ke dalam buku itu.
Berbeda dengan ahli filsafat. Ahli filsafat adalah orang yang mempelajari hakikat filsafat dan segala pemikiran tokoh filsuf sekalipun berbeda zaman, madzhab, timur dan barat. Contoh dari itu adalah Sekolah Filsafat PP IPM ini. Disini kami diajarkan bagaimana dasar hakikat filsafat, sejarahnya dari era Yunani sampai terkini, filsafat dasar mengenai manusia, lingkungan, pendidikan, politik, dan gender.
Semua itu disampaikan secara dasar untuk kemudian kami bisa mendalami secara lebih radikal setelah pelatihan ini. Yang diharapkan tidak hanya menjadi ahli filsafat, tetapi menjadi ahli filsafat, dan filsuf. Menjadi orang yang mendalami filsafat dan bisa merefleksikannya dalam buah pemikiran yang diwadahi dalam komunitas filsuf pelajar yang dibentuk pasca pelatihan ini selesai.
Filsafat: Nggak Bahaya Tah?
Perlu kita harus bedakan, filsafat sebagai alat dan filsafat sebagai produk. Jika sebagai alat, maka jangan anggap filsafat sebagai hal yang berbahaya, karena yang menjadikannya berbahaya adalah orang yang menggunakannya. Analoginya sebagaimana pisau, bahaya tidaknya pisau adalah pada orang yang menggunakannya, entah dipakai hal merusak ataupun malah memberikan manfaat.
Tidak setiap orang yang menggunakan filsafat dalam menemukan kebenaran itu langsung semakin menjauh dari Tuhan. Karena ada orang yang menggunakan filsafat menjadi semakin religius walaupun ada juga yang belajar filsafat malah semakin jauh dengan ketuhanan.
Jika filsafat sebagai produk, maka tak jarang filsafat menjadi samsak label kafir dan sesat ketika filsafat dinilai sebagai produk pemikiran. Misalkan ada produk aliran nihilisme yang menganggap mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Pasti saja itu sangat bertolak belakang dengan yang selama kita pahami, bahwa tujuan manusia di dunia ini adalah sebagai orang yang beribadah kepada Allah dan memakmurkan semesta atas amanah menjadi khalifah di bumi.
Maka pada intinya, belajar Filsafat itu hanyalah menambah alat kita dalam mentadabburi semesta saja. Jikalau boleh berpesan kepada siapa yang ingin belajar filsafat, saya kasih tiga pesan.
Tiga Pesan Mendalami Filsafat
Jangan Mudah hanyut: Pesan pertama saya kepada pelajar filsafat adalah jangan mudah langsung ikut kepada apa yang dipelajari. Misal ketika membaca dan menemukan pernyataan “Tuhan itu diciptakan karena pikiran manusia”. Maka bukan berarti itu adalah kebenarannya, maka jangan langsung mudah menganut apa yang kita baca.
Pahami Intelektual Humility: Pesan kedua ini terusan pesannya kak Nurma sebagai salah satu Fasilitator Sekolah Filsafat PP IPM. Kak Nurma mewanti–wanti bahwa siapapun yang belajar filsafat, jangan jadi intelektual yang angkuh. Tetaplah jadi orang yang intelektual yang memiliki banyak wawasan tetapi rendah hati.
Jangan Jadi Kaum Sophis: Pesan ketiga kepada yang mempelajari filsafat adalah ketika nanti kalian sudah banyak ilmu, mengerti apa saja, jangan menjadi kaum Sophis. Apa itu kaum Sophis? Yaitu kaum intelektual tetapi menggunakan intelektualnya hanya untuk keuntungan materi. Tidak berpihak kepada yang benar, tetapi kepada yang bayar.
Jika ketiganya ini terjadi pada ketika orang yang mendalami filsafat, maka cukup satu kalimat untuk merespon orang seperti itu. Gak bahaya, tah?
- Penulis adalah Rahman Ardi Wardana, Kader IPM Wonogiri, LAPSI PW IPM Jawa Tengah 2021/2023. Rahman mendeskripsikan dirinya sebagai kader Muhammadiyah ber-IQ fluktuatif yang sering gabut dan kadang nulis.
- Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.