Fenomena akhir-akhir ini mengenai pelajar tuh semakin hari semakin mengerikan, ya. Perang antar sekolah, seperti klitih dan pembacokan yang akhirnya memakan korban jiwa orang tidak bersalah telah menjadi salah satu problematika yang terjadi pada pelajar saat ini. Mari kita beri contohnya saja, yaitu kejadian di Bogor kemarin. Pembacokan pada salah satu siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tidak bersalah malah berakhir tragis sampai tidak tega melihatnya.
Sebenarnya apa peran pelajar yang harus dilakukan untuk menangani hal seperti ini? Langkah apa yang seharusnya dilakukan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi? Apakah pelajar hanya cukup diam, melihat, membaca, dan tidak mengambil tindakan yang tepat untuk menangani hal seperti ini? Lalu, ke mana peran orang tua yang seharusnya mendampingi perihal seperti ini? Sebenarnya sudah biasa mungkin di telinga masyarakat, tetapi jika dibiarkan begitu saja, hal seperti ini tidak akan selesai dan terus-menerus terjadi.
Substansi mereka melakukan hal seperti ini salah satunya agar mendapatkan pujian dari kelompoknya karena telah melakukan pembacokan, tawuran, dan lain hal semisalnya.
“Kalau engga tawuran engga jantan, engga eksis, engga keren, ketinggalan zaman”.
Pandangan dogmatis yang keliru seperti ini telah tertanam di dalam segelintir pelajar Indonesia dan mengakar pada kalangan pelajar. Kasus yang terjadi seperti kemarin harus ditindaklanjuti dengan tegas oleh pemerintah, kita sebagai kader IPM mungkin bisa saja mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan cepat guna memberantas kejahatan pelajar seperti ini. Apakah kita tidak miris melihat kasus tawuran sampai memakan korban jiwa ini terus terjadi?
Selain pihak sekolah, lembaga wajib lainnya yang mempunyai kewenangan di bidang hukum untuk mengatasi permasalahan tawuran ini, yaitu kepolisian. Kepolisian seharusnya mampu melakukan upaya preventif (pencegahan) yang efektif pada tawuran yang berpotensi memakan korban jiwa.
Solusi dalam permasalahan tawuran ini sepatutnya melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan demi tercapainya upaya sistematis meminimalisir tawuran yang terjadi.
Langkah awal yang bisa dilakukan adalah upaya preventif mulai dari lembaga terkecil dalam berkehidupan sosial adalah lembaga keluarga. Dalam kelompok kecil lembaga ini, diharapkan anak-anak yang masih mengenyam dunia pendidikan mendapatkan asuhan, serta pembelajaran nilai-nilai kebaikan dari orang tuanya.
Nah, IPM sebagai wadah bagi pelajar di Indonesia seharusnya dapat menangani hal seperti ini juga. Sesama pelajar kita dapat memberikan wadah yang cocok bagi para pelajar lainnya guna mengembangkan kualitas dan kuantitas mereka di masa depan. Kejadian seperti ini pun lama-lama akan kian memudar, sehingga menciptakan pelajar yang inklusif dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, poin penting inilah yang menjadi titik tujuan kita yang sebenarnya.
Sebagai ikatan yang kuat dan sudah tersebar di seluruh Indonesia, kita seharusnya lebih menyadari hal seperti ini, percuma kita sebagai ikatan pelajar tetapi tidak mampu memberikan dampak positif bagi pelajar lainnya. Maka dari itu, ini menjadi refleksi bagi kita kembali mengenai peran kita dalam menangani tawuran kebencian antar sekolah dan pelajar ini, jangan sampai hal seperti ini terulang dan memakan jiwa yang lebih besar lagi.
Kita sebagai pelajar juga harus turut andil dalam menangani kasus-kasus seperti ini, jangan sampai kejadian yang merugikan pihak lain, baik masyarakat, maupun orang tua terjadi dan malah memberikan dampak negatif bagi mereka, mengerikan bukan?
Jika hal seperti ini sampai memakan korban jiwa lebih banyak lagi. Pihak terkait belum bisa melakukan yang maksimal maka kita perlu membantu untuk melakukan pendekatan kepada mereka dan memberikan kenyamanan dan dampak positif bagi mereka agar tidak terjerumus pada hal negatif tersebut.
- Penulis adalah Riyanto, Ketua Bidang PIP PC IPM Bantul.
- Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.