Muhammadiyah memang disebut-sebut sebagai organisasi islam yang kaya raya di dunia. Kaya akan karya, kaya akan amal usahanya, dan kaya akan uangnya. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Bidang Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas yang menyebutkan, bahwa dana persyarikatan yang tersimpan di sejumlah bank syariah sebesar Rp 15 triliun. Sedang nilai asetnya mencapai Rp 400 Triliun, baik yang berupa tanah, bangunan, maupun kendaraan.
Dari hal di atas, sudah sewajarnya jika Muhammadiyah menjadi organisasi islam modern yang besar, bahkan telah berpengaruh ke berbagai belahan dunia dengan dibuktikan adanya 24 Pimpinan Cabang Istimewa yang ada di berbagai negara. Tentu saja, hal ini menjadi kebanggan tersendiri bagi para kader-kader Muhammadiyah.
K.H. Ahmad Dahlan pernah berpesan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah.” Makna pesan dari ini adalah ketika kita berjuang di Muhammadiyah harus dengan hati dan niat yang tulus serta ikhlas menjalaninya. Penulis yakin, para kader Muhammadiyah tidak ada yang berharap pamrih apalagi mengharapkan balasan atas perjuangannya di Muhammadiyah.
Namun, terkadang semakin lama para kader berjuang, akan semakin banyak menikmati fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh Muhammadiyah. Akan semakin banyak pula privilege-privilege yang didapatkan. Entah itu jabatan, relasi, ataupun hal-hal yang berupa materiil tidak menutup kemungkinan, hal ini akan timbul gejala star syndrome kepada para kadernya. Sebenarnya apakah star syndrome ini? Apa dampaknya bagi kader dan persyarikatan?
Star Syndrome Dampak Bonus Demografi
Star syndrome adalah kondisi ketika seseorang merasa dirinya sempurna, mengagumkan dan terkenal. Secara medis, kondisi ini dikenal juga dengan sebutan gangguan kepribadian narsistik. Sedangkan, bonus demografi adalah kondisi di mana populasi masyarakat akan didominasi oleh individu-individu dengan usia produktif antara 15-64 tahun.
Kita ketahui bersama bahwa selama kurang lebih 2 tahun sejak pandemi Covid-19 menyerang Indonesia, perkembangan dan penggunaan teknologi digital melejit sangat cepat. Informasi dari berbagai belahan dunia mudah sekali menyebar hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Banyak manusia-manusia yang mulai memviralkan dirinya demi mendapat perhatian dunia. Makin lama, makin banyak pula yang narsis dan menyatakan bahwa seakan-akan dirinya terkenal.
Tidak bisa dipungkiri, hal ini juga terjadi karena dampak dari bonus demografi. Bonus demografi ini membuat semakin banyak orang yang menilai dirinya sebagai orang yang sering dikenal oleh dunia karena minimnya pengetahuan mengenai literasi digital. Segala hal disebarluaskan tanpa dipertimbangkan dampak dan kebenarannya. Star syndrome dinilai sangat merugikan diri sendiri dan masyarakat. Karena jika star syndrome ini dipelihara, akan muncul rasa iri dan dengki yang tumbuh subur di masyarakat.
Star Syndrome Awal Ketidakpuasan
Orang-orang yang terkena star syndrome ini cenderung memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap manusia. Ekspektasi manusia memang tidak dapat diukur. Namun, melihat tinggi tidaknya sebuah ekspektasi adalah dari bagaimana cara dan sikapnya menjalani sebuah peristiwa.
Sebenarnya hal ini bisa terjadi kepada siapa saja secara tidak sadar. Kekuatan emosi yang lebih tinggi daripada akal terkadang memicu terjadinya star syndrome ini. Selain itu, rasa trauma, berharap yang berlebihan terhadap sesuatu, pengaruh pergaulan bebas juga bisa menjadi penyebab utama muncul sikap star syndrome.
Orang yang telah mengalami star syndrome cenderung akan berperilaku arogan dan sombong. Karena ia merasa dirinya sangat sempurna dan mengagumkan. Sehingga membuatnya merendahkan orang-orang di sekitarnya yang mungkin tidak lebih mampu dari apa yang dilakukannya. Tidak hanya itu, orang yang terkena star syndrome juga sulit menerima kritik atau selalu bereaksi negatif terhadap kritik tersebut.
Star syndrome ini juga memicu rasa ingin selalu diapresiasi atas kontribusi yang telah dilakukannya. Apabila ia tidak mendapat pujian dari orang lain, ia akan merasa tidak puas dan enggan melakukan hal yang sama kembali. Merasa bahwa dirinya harus mendapatkan perlakuan khusus, dan parahnya apabila ia tidak mendapatkannya ia akan merasa marah.
Star syndrome ini hanya bisa diobati dengan memperbanyak evaluasi diri dan menyadari bahwa manusia di samping memiliki banyak kelebihan juga pasti memiliki kekurangan. Hakikat manusia adalah makhluk yang tidak akan pernah sempurna. Sebanyak apapun kelebihan yang kita punya, kita pasti memiliki kekurangan walaupun hanya sebutir pasir.
Kaum Pelajar Rawan Terkena Star Syndrome
Pelajar termasuk populasi dengan usia produktif. Maka dari itu, star syndrome ini sangat rawan sekali menyerang kaum pelajar. Pelajar yang masih tulus dan tak berpikir terlalu berat tentang kehidupan, cenderung akan merasa senang apabila setiap pencapaian dan kontribusi yang dilakukannya selalu diapresiasi.
Star syndrome tentu saja bukan etos dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pada khususnya. IPM memang sering kali mendapat perlakuan khusus dari Muhammadiyah dan ‘Aisyiah karena kita adalah anak bagi mereka yang harus dicukupi kebutuhannya.
Namun, etos kita sebagai anak juga seharusnya memiliki niat berjuang yang tulus tanpa mengharap imbalan. Mempertimbangkan kontribusi apa yang telah kita berikan kepada Muhammadiyah pada umumnya dan IPM pada khususnya. Privilege yang kita dapatkan sejatinya hanyalah bonus, bukan imbalan yang sesungguhnya. Penulis berharap pesan Ahmad Dahlan mampu diterapkan oleh kita para kader penerus Muhammadiyah ke depannya untuk kembali meluruskan niat kita dalam berjuang di Muhammadiyah.
- Penulis adalah Mahda Khufiati Syaharani, Sekretaris Bidang Perkaderan PD IPM Boyolali.
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.