IPM Bukan Lembaga Pendidikan: Seleksi Sudah Tidak Relevan
IPM itu organisasi pelajar, bukan berarti kegiatan pelatihannya otomatis seperti sekolah yang harus ada seleksi masuk layaknya Penerimaan Peserta Didik Baru (PSDB). Taruna Melati itu gerbang masuk kader di setiap level pimpinan, jadi akan lebih baik jika diterima semuanya saja. Kita masih banyak mendengar istilah-istilah “Krisis Kader” baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Seleksi yang terlalu ketat justru menghambat bertambahnya kader, yang mana seleksi dengan sistem gugur itu sangat kontradiksi dengan kebutuhan jumlah kader kita saat ini.
Kader itu tidak datang dengan terpaksa layaknya siswa yang mau masuk sekolah. Mereka datang dengan asas sukarela, yang mana kesukarelaan ini mulai langka di dalam diri anak muda pada zaman serba individualis dan materialis ini. Jadi bagaimana mungkin kita mau membatasi mereka?
Lantas bagaimana jika calon kader melebihi kapasitas? Percayalah, selalu ada solusi atas niat baik kita untuk mencerdaskan para kader umat dan bangsa yang haus akan pengalaman dan pengabdian ini.
Perkaderan Untuk Semua: Spirit Baru Perubahan Perkaderan
Sudah tidak saatnya Taruna Melati menjadi pelatihan yang eksklusif. Taruna Melati hingga saat ini sudah dianggap sebagai forum-forum akademis dikarenakan seleksinya cenderung hanya meloloskan calon-calon kader yang memiliki kelebihan dalam sisi akademis. Lantas bagaimana dengan kader yang berkarya lewat kesenian? Olahraga? IT? Dan lain sebagainya?
Mereka seolah tidak diberi ruang bebas berekspresi dalam Taruna Melati. Mereka hanya mengisi jabatan-jabatan dan jobdesk di IPM yang sesuai dengan minatnya, tapi tetap saja bakatnya lebih diapresiasi di luar IPM daripada di dalam IPM itu sendiri.
Apabila TM inklusif terhadap semua calon kader sedangkan potensi kader itu sangat beragam, lantas apakah hal ini menyebabkan materi dalam TM menjadi sangat gemuk? Tentu tidak. TM adalah gerbang kader untuk memaksimalkan potensinya di IPM, karenanya, konsep TM harus terintegrasi dengan semua bidang di IPM.
TM bertanggungjawab untuk memberikan ruang bebas berekspresi calon kader, dan memberikan bekal keilmuan yang cukup, selain agar kader memiliki pemahaman ideologi, tetapi juga dapat mengidentifikasi diri dan kebutuhan zaman, sehingga ia memiliki alat yang jelas untuk mengembangkan potensinya.
Selanjutnya di pasca TM, fasilitator harus mampu mengarahkan kader alumni TM untuk mengikuti pelatihan-pelatihan softskill yang diadakan oleh internal IPM maupun eksternal jaringan IPM dan Muhammadiyah.
Visi IPM 2022 -2024 adalah mewujudkan masyarakat ilmu sebagai cikal bakal peradaban yang utama. Peradaban yang utama bisa ditempuh dengan semangat kolaborasi para kader yang memiliki keahlian multi disipliner. Taruna Melati sebagai forum pembentukan kader, bertanggungjawab untuk mendidik kader agar memiliki kapasitas keilmuan untuk mengembangkan dan mengarahkan potensinya agar bisa dimaksimalkan sebaik mangkin secara individu, dan bisa “dimanfaatkan” seluas mungkin secara sosial – kemasyarakatan, sehingga diharapkan mampu menjadi bagian penting dalam perwujudan peradaban yang utama.
Bukan malah menyeleksi para calon kader yang sudah memiliki kapasitas keilmuan dan potensi akademis yang cenderung homogen, dan tidak memberi ruang seluas-luasnya bagi para kader yang memiliki potensi lainnya yang beragam. Jika sistem perkaderan masih menggunakan cara lama seperti ini, barangkali hal ini yang menyebabkan IPM mulai ditinggalkan dan tidak dilirik oleh para pelajar.
Di sisi lain, konotasi “wadah minat dan bakat” selalu digaungkan oleh IPM, namun mirisnya, TM sebagai inti penggerak IPM sendiri belum bisa menjawab kebutuhan pelajar yang semakin kompleks mengikuti perkembangan zaman.
- Penulis adalah Ahmad Hawari Jundullah, Anggota Bidang Perkaderan PP IPM 2021-2023. Memiliki hobi badminton, pengamat musik dan film, kadang juga pengamat isu-isu yang serius tapi lebih suka bercanda. Bisa hubungi twitter saja di @hawarijundullah, IG juga sama.
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.