Sungguh memperihatinkan.
Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang di era ini memang sangatlah membantu meringankan
pekerjaan manusia, namun disisi lain kecepatan perkembangannya memiliki efek yang luar biasa. Terutama dalam perkembangan kehidupan pelajar saar ini. Semakin pelajar dimudahkan oleh teknologi semakin tergerus juga moral pelajarnya. nampaknya pelajar belum mampu menguasainya dengan baik sehingga efeknya pada gradasi moral pada dirinya.
Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) Jawa Timur (Jatim) mengajak para pelajar di Jawa Timur untuk kembali mengevaluasi diri, agar bisa mengontrol diri untuk berbuat pada hal yang positif serta dapat berkontribusi untuk kemajuang bangsa melalui sekolah kebangsaan yang diadakan pada hari ini, Minggu (25/9).
Sebanyak tiga pembicara yang hadir pada pagi tadi. Tiga pembicara tersebut adalah Faisol Taselan dari Media Indonesia, Drs. Ec. Jonatan Judyanto, MMT. dan Suli Da’im, S.pd, M.M. yang merupakan Wakil Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur yang sekaligus ketua Lembaga Hukum dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.
Dalam Sekolah Kebangsaan tersebut, Drs. Ec. Jonatan Judyanto, MMT mengatakan bahwa, “Kita harus menyiapkan pelajar menjadi agen perubahan.” Ujarnya. Dia melanjutkan bahwa bangsa ini butuh anak muda yang jujur tegas penuh semangat. Bangsa yang tidak membeda-bedakan kan agama etis dan ras.
Dia menyampaikan bahwa, “Kita harus memiliki cara pandang yang sama tentang indonesia maka wawasan kebangsaan harus di perluas.” Ungkapnya. Dari situlah akan muncul semangat kebangsaan dalam diri para pelajar. Semangat itu harus ditumbuhkan dari dalam diri pelajar karena nasionalisme dan wawasan kebangsaan pelajar di Indonesia saat ini sudah dianggap sampai pada lampu kuning, artinya dikhawatirkan.
Pria yang memiliki jabatan sebagai kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jatim ini juga meparkan penjelasannya di didapan puluhan pelajar jatim bahwa apapun yang dilakukan pelajar muhammadiyah akan menjadi pelajar yang baik. Akan menjadi pelajar yang hebat untuk bangsa dan negara, sehingga selalu tumbuh sikap dari pelajar muhammadiyah untuk mengukir prestasi.
Tidak jauh berbeda dengan Jonatan Judyanto, Suli Daim menjelaskan, bahwa “Pelajar adalah penentun perubaha bangsa ini, pelajar adalah generasi terdidik. Pelajar adalah mereka yg belajar menimba keilmuan dan harapannya adalahnuntuk penentu kemajuan bangsa 20 hingga 30 tahun kedepan.” Ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa harus ada kepedulian, ada keinginan serta harus ada keterlibatan. Bagaimana pelajar itu mampu memberikan ruang pendidikan kepada masyatakat, terhadap kebangsaan ini. “Kalian adalah bagian dr sistem yg akan memenentukan arah kedepan.” Ujarnya.
Kaum muda adalah kaum yang kritis dan bebas. bebas melakukan apa sajah. Dia juga mengingatkan bahwa, tantangan anak muda saat ini sangatlah deras. Sehingga ada empat tanggungjawab yang harus dikerjakan yakni sebagai agen Pelopor, Agen of sosial control, Agen of develoment, dan Agen of change.
Berbeda dengan kedua pemateri sebelumnya, Faishol Taselan yang memiliki latar belakang sebagai orang media, menjelasakan pandangan pemuda dalam berkontrbusi untuk kemajuan bangsa melalui sosial media (sosmed). Menurutnya, dari pada pelajar menggunakan sosmed untuk membully atau hanya untuk memamerkan dirinya melalui selfi akan lebih baik pelajar menggunakan medsosnya untuk pamer prestasi sehianga dapat menginspirasi.
Sosial media adalah alat yang penting sehingga butuh pengelolaan yang bagus untuk dapat mendukung kemajuang bangsa ini. Jika pengguna sosial media banyak yang cerdas maka disitulah tercermin bahwa pelajar sudah mampu memberdakan mana yang baik dan nama yang tidak baik.
“Wawasan khususnya dikalangan pelajar saat ini mengalami penurunan, jadi pelajar harus mampu mendongkrak lagi semangat untuk mengembangkan wawasan kebangsaan dengan mengetahui sejarah, perkembangan negara dan tokoh-tokoh perjuangan serta update informasi.” Tuturnya. (novi)