Bincang Bareng Srikandi: PW IPM Jawa Tengah Wujudkan Ruang Aman bagi Perempuan

Bincang Bareng Srikandi: PW IPM Jawa Tengah Wujudkan Ruang Aman bagi Perempuan

BeritaJawa Tengah
108 views
Tidak ada komentar

Bincang Bareng Srikandi: PW IPM Jawa Tengah Wujudkan Ruang Aman bagi Perempuan

BeritaJawa Tengah
108 views

IPM.OR.ID., JAWA TENGAHBincang Bareng Srikandi diselenggarakan oleh bidang Ipmawati PW IPM Jawa Tengah pada Senin (25/11/2024) via Zoom meeting. kegiatan ini bertujuan untuk menyemarakkan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP). Acara ini menghadirkan Komisioner Komnas Perempuan RI Alimatul Qibtiyah, sebagai narasumber.

Ketua Bidang Ipmawati PW IPM Jawa Tengah, Khansa Rafida, bertindak sebagai moderator dalam diskusi yang berlangsung. Dalam penyampaian materi, Alimatul menyoroti bahwa perempuan sering menjadi korban kekerasan, baik kekerasan verbal, fisik, maupun seksual. Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kurangnya fasilitas umum yang aman bagi perempuan.

Alimatul turut menjelaskan konsep Bias dan Adil Gender. Salah satu contoh bias gender yang ia paparkan adalah, “Laki-laki boleh pulang malam, perempuan berbahaya pulang malam,” Sebaliknya, contoh dari adil gender adalah, “Perempuan dan laki-laki berhak menjadi pimpinan tertinggi di lingkungan kerja ASN,”

Sebagai penutup, Alimatul berpesan kepada para perempuan untuk senantiasa menjaga diri dan martabatnya. Diskusi ini berlangsung lancar dan interaktif, dengan sejumlah pertanyaan dari peserta, termasuk mengenai cara menghadapi kekerasan seksual yang melibatkan orang terdekat. Tercatat dua penanya dalam diskusi malam tersebut, yang semakin memperkaya wawasan yang dibagikan.

Pertanyaan pertama disampaikan oleh Ipmawati Agita dari Sukoharjo, “Di masa sekarang, banyak remaja pacaran dengan gaya yang sudah melampaui batas sentuhan wajar. Bagaimana cara menyadarkan mereka bahwa mereka mungkin sudah menjadi korban pelecehan seksual?” tanyanya.

Menanggapi hal tersebut, Alimatul menekankan pentingnya edukasi kepada teman dan masyarakat. Ia menyatakan bahwa fenomena seperti ini semakin marak terjadi, sehingga diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan kesadaran akan batasan dan perlindungan diri.

“Penting untuk memahami ‘What I feel’ (apa yang saya rasakan) dan ‘What I believe’ (apa yang saya yakini). Contohnya, kita menyadari bahwa bersentuhan itu memang terasa menyenangkan, tetapi kita juga memahami bahwa hal tersebut tidak seharusnya dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Jika orang yang mengalami ini adalah individu yang belum cukup dewasa, maka perlu ada pendampingan untuk membantu mereka memahami batasan-batasan tersebut. Anak-anak perlu diajarkan tentang batasan yang berisiko, karena jika terjadi sesuatu yang dilarang oleh agama, dampak buruknya seringkali lebih besar bagi perempuan,” ujar Alimatul.

Alimatul mengatakan, bahwa menekankan pentingnya edukasi tentang tiga jenis sentuhan menyedihkan, menyenangkan, dan membingungkan agar anak-anak dapat menghindari hambatan dalam mengembangkan potensi diri.

“Ketika hal buruk terjadi, anak-anak akan menghadapi hambatan dalam mengembangkan potensi diri mereka. Oleh karena itu, menurut saya, penting untuk memberikan edukasi kepada anak-anak tentang tiga jenis sentuhan: sentuhan yang menyedihkan, sentuhan yang menyenangkan, dan sentuhan yang membingungkan,” kata Alimatul.

Pertanyaan kedua diajukan oleh Ipmawati Firda, “Apa yang harus kita lakukan jika menjadi korban kekerasan seksual secara verbal, sementara pelakunya adalah atasan tempat kita bekerja?”

Menanggapi pertanyaan tersebut, Alimatul menyampaikan bahwa perempuan perlu memiliki ketegasan dalam menghadapi situasi semacam ini.

“Respon setiap korban bisa berbeda-beda. Jika yang dialami adalah kekerasan verbal atau non-fisik, untuk mencegah terjadinya pengulangan, sangat penting untuk melaporkan pelaku, meskipun orang tersebut adalah atasan kita di tempat kerja. Selain itu, kita juga bisa langsung menyatakan ketidaknyamanan kita. Jika perbuatan tersebut masih berlanjut, kita bisa menjelaskan tentang undang-undang pelecehan seksual beserta hukumannya,” tutur Alimatul.

Acara Bincang Bareng Srikandi ditutup oleh Khansa yang menyampaikan harapannya, ia berharap semoga diskusi ini dapat memberikan manfaat dan makna yang mendalam bagi seluruh peserta.

“Harapannya, apa yang disampaikan malam ini dapat diambil pesan (nilai) nya dan menyadarkan kita semua tentang pentingnya untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dimulai dari diri kita sendiri, serta dampaknya bagi lingkungan sekitar,” pungkas Khansa.*(Farida/Nabila)

Hari Guru Nasional 2024, Komitmen Kemendikdasmen untuk Perlindungan dan Peningkatan Kualitas Guru
Peringati 16 HAKTP, PP IPM Adakan Bedah Film “Demi Nama Baik Kampus”
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.