Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24

Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24

Opini
324 views
Tidak ada komentar
Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24

Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24

Opini
324 views
Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24
Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24

IPM.OR.ID,. – Tulisan ini dibuat untuk refleksi bersama—bukan untuk politikan apalagi pembangkangan. Sebagai kader yang tumbuh kuat sedih senang jatuh bangkit melalui ikatan ini, mungkin ini juga bentuk cinta untuk membantu sesama kader berpikir dan menggunakan hati.

Beberapa bulan terakhir, kita disibukkan dengan diskusi tanpa henti mengenai “usia ditambah”, lalu di minggu terakhir dikagetkan lagi dengan “usia diturunkan”. Yang tidak paham konteksnya, saya coba ceritakan dulu—yang sudah paham boleh skip ke alur yang saya maksud.

Konteks Cerita

Akhir tahun lalu, bertepatan saat Tanwir—musyawarah tertinggi kedua IPM nasional—di Kota Tapis Berseri muncul sebuah rekomendasi kontroversial nan heboh, yaitu usulan pertambahan usia bagi pimpinan IPM dari 23 tahun berjalan, menjadi 25 tahun berjalan—atau bisa digenapkan 26 tahun. Ya, bertambah 2 tahun dari umur awal.

Hal ini didasarkan pada tuntutan Pimpinan Wilayah IPM terkait usia mereka yang sudah habis dan melewatkan peluang “belajar lebih” di tingkat pusat, utamanya Ketua Umum PW IPM yang biasanya sudah mencapai umur 24 tahun lebih saat Muktamar berlangsung. Tapi itu semua sumber “katanya-katanya” yang saya pribadi kumpulkan karena berhalangan ikut forum ini saat itu, walaupun beberapa saya pilah dan konfirmasi sendiri kebenarannya dengan berbagai sisi—khas anak Jurnalistik.

Terus uniknya, “katanya” rekomendasi ini langsung berlaku dan langsung mengubah persyaratan pemilihan pas Muktamar 24 nanti di Kota Daeng. Tak seperti sebelumnya, saat pertambahan jumlah bidang dan pertambahan jumlah formatur yang diusulkan di Tanwir, disahkan di Muktamar, dan berlaku di periode berikutnya. Salah atau benar proses ini? Intinya begitulah yang terjadi, kita bahas lebih dalam alur berpikirnya setelah bagian ini.

Lanjut, usulan ini malah jadi gonjang-ganjing sesama kader, di tengah ketidakpastian ditanfizkannya hasil Tanwir Lampung 2024. Jika biasanya menjelang Muktamar kita disibukkan dengan mengusung figur terbaik bagi ikatan, memantapkan ide materi, maupun menyiapkan semarak persiapan menuju Muktamar.

Kali ini lebih banyak disibukkan dengan kepastian soal usia pimpinan berikutnya, seiring dengan tak adanya Tanfidz Tanwir yang diterbitkan. Padahal—mungkin—beberapa pimpinan juga harus menyiapkan figurnya termasuk menjalankan agenda politik dengan segera. Belum lagi suara penolakan naiknya umur yang menambah ramainya ruang diskusi ikatan.

Aspirasi pertambahan usia ini akhirnya bisa terkonfirmasi dengan masuknya poin ini dalam rekomendasi yang tertuang dalam Tanfidz Tanwir Lampung 2024. Ya! Akhirnya Tanfidz Tanwir 2024 terbit setelah 6 bulan lamanya. Namun, bukannya membawa kepastian, terbitnya tanfiz ini membawa petaka baru. Usia bukan bertambah atau tetap, tapi BERKURANG! PP Muhammadiyah membersamai tanfiz itu mengeluarkan surat keputusan yang membatalkan rekomendasi pertambahan usia, dan sebaliknya, bukan mengembalikan tetap di 24, tapi malah dikurangi ke 21 berjalan atau 22 tahun! Boom!

Saya kira sampai “Boom!” ini kita bersama sudah bisa paham konteks umumnya, sisanya bisa diriset sendiri.

Alur Berpikir yang Salah dari Perubahan Usia

 Setelah mengkaji beberapa aturan yang dimiliki oleh ikatan hingga persyarikatan, saya bisa menyimpulkan bahwa adanya kesalahan alur berpikir dalam usaha perubahan usia pimpinan ini. Bukan soal berapa usianya, tetapi bagaimana alurnya sampai usia itu bisa berubah adalah hal yang harus disoroti, jangan sampai mengacaukan sistem organisasi dari ikatan yang katanya “tertib administrasi” ini.

Kita kelompokkan dahulu dua keputusan kontroversial ini, yaitu rekomendasi penambahan usia dari forum Tanwir IPM 2024 menjadi kelompok “Penambahan Usia 26 Tahun”, lalu keputusan PP Muhammadiyah menurunkan usia menjadi kelompok “Penurunan Usia 22 Tahun”. 

“Penambahan Usia 26 Tahun”

Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24

Kurang lebih seperti itu alur singkat munculnya rekomendasi penambahan usia Pimpinan Pusat IPM menjadi 25 tahun berjalan atau bisa dibilang 26 tahun. Berawal dari aspirasi beberapa PW IPM yang menginginkan umur ditambah, lalu dijadikan rekomendasi penambahan usia, dengan diksi yang langsung mengintervensi segala persyaratan calon formatur pimpinan hingga ketua umum dan langsung berlaku pada Muktamar XXIV IPM nanti.

Alur ini sudah jelas dasar berpikirnya salah sejak awal karena mengusulkan persyaratan yang membelakangi AD/ART IPM yang merupakan konstitusi tertinggi dalam ikatan. Pertama, perubahan usia ini akan bertentangan dengan ketentuan di ART IPM pada Pasal 25 tentang Batas Umur Pimpinan yang dijelaskan “Batas maksimal umur pimpinan adalah sebagai berikut: (1) Pimpinan Pusat IPM adalah 24 tahun tepat pada saat Muktamar”.

Bagaimana bisa musyawirin menyepakati sesuatu hal yang melanggar ketentuan konstitusi tertinggi organisasi? Padahal jelas dalam AD IPM Pasal 23 tentang Pemilihan Pimpinan, ayat 2 berbunyi “Syarat pimpinan serta cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga”.

Kedua, jika kita berbicara perubahan aturan usia ini secara spesifik berarti wajib mengubah ART IPM terlebih dahulu. Sedangkan untuk mengubah ART jelas tak bisa sembarangan, perlu proses yang panjang. Sesuai yang tertuang pada Pasal 49 tentang Perubahan Anggaran Rumah Tangga yang berbunyi “Anggaran Rumah Tangga diubah atas usulan Tanwir setengah periode melalui pengkajian dan tawaran perubahan rancangan oleh pimpinan wilayah atau pimpinan pusat yang disahkan pada Muktamar selanjutnya serta disetujui oleh 2/3 (dua pertiga) peserta yang hadir”.

Sudah jelas dalam redaksi itu, hak musyawirin Tanwir pun jika ingin mengajukan sesuatu yang mengubah ART itu hanya berupa usulan atau rekomendasi tetapi untuk disahkan dan diterapkan perlu melalui forum tertinggi musyawarah, yaitu Muktamar IPM. Bahkan di situ jelas disebutkan melalui pengkajian, tak serta merta asal berubah saja dengan argumen mentah.

Dari dua tinjauan ini saja, wacana perubahan usia ini sudah tampak keliru sejak awal. Seolah-olah aturan hanya menjadi hiasan administratif belaka. Padahal, keberadaan aturan bukanlah tanpa alasan—ia menjaga ritme regenerasi, ketertiban administrasi, hingga kesinambungan perkaderan yang menjadi nadi persyarikatan.

“Penurunan Usia 22 Tahun”

Memahami Salah Alur Berpikir Perubahan Usia Pimpinan IPM, Menuju Muktamar 24

Selanjutnya, alur yang kedua—kurang lebih begini singkatnya. Belum usai gonjang-ganjing soal usia ditambah. Ternyata pas Tanfidz Tanwir 2024 diturunkan, muncul petaka baru saat ayahanda kita di PP Muhammadiyah memutuskan untuk menolak rekomendasi penambahan usia, tapi bukan mengembalikan ke AD/ART IPM semestinya, malah ikut melakukan perubahan usia dengan menurunkan ke angka 21 berjalan atau bisa dibilang 22 tahun.

Jika kita melihat surat lengkapnya. Keputusan ini didasarkan pada 4 poin aturan dan keputusan yaitu: (1) AD Muhammadiyah, (2) ART Muhammadiyah, (3) Keputusan PP Muhammadiyah Nomor 92/KEP/I.0/B/2007/ tentang Qa’idah Organisasi Otonom Muhammadiyah, dan (4) Keputusan Rapat Rutin PP Muhammadiyah pada tanggal 14 Mei 2025 di Yogyakarta.

Mari kita bedah alur berpikir yang salah berikutnya dari keputusan ini. Soal melanggar AD/ART IPM seperti penambahan usia sudah jelas ini juga melangggar, tetapi saya mencoba membedah 3 poin yang disebutkan di surat ini—untuk poin keempat tentunya tidak bisa diketahui jelas. 

Saya bisa mengutip beberapa bunyi AD, ART, hingga Qa’idah Organisasi Otonom Muhammadiyah di sini tapi akan sangat panjang. Saya cuma bisa menyimpulkan beberapa hal:

  1. Pertama, keputusan PP Muhammadiyah ini bentuk penghilangan peran “otonomi” ortom dan bakal terkesan menjadi organisasi “instruksional”. Padahal jelas dalam AD Muhammadiyah Pasal 21 ayat 1 dan 3. Lalu ART Muhammadiyah Pasal 21 ayat 5, dan Qa’idah Organisasi Otonom Muhammadiyah Pasal 7 dan Pasal 10 ayat 1 soal kewenangan ortom mengatur rumah tangganya sendiri.
  2. Kedua, dari ketiga aturan yang dicatut, tidak ada satupun yang mengatur tentang usia pimpinan IPM. Jelas di situ bahwa seluruh ortom, baik itu IPM memiliki otonominya sendiri termasuk soal usia pimpinan.
  3. Ketiga, jika berbicara soal pembinaan. Harusnya keputusan PP Muhammadiyah malah meluruskan IPM kembali ke AD/ART IPM jika merasa “anaknya” ini sudah “belok” dari jalurnya. Bukan malah lanjut “membelokkan” ke jalur lainnya.
  4. Keempat, jika pada akhirnya keputusan ini didasarkan pada Keputusan Rapat Rutin PP Muhammadiyah pada tanggal 14 Mei 2025 di Yogyakarta akan sangat menyalahi kewenangan PP Muhammadiyah karena pada AD maupun ART Muhammadiyah di Pasal 32 tentang Rapat Pimpinan tidak mengatur sama sekali bahwa keputusan rapat pimpinan dapat mengubah AD/ART ortom.

Terakhir, ulasan ini bukan bentuk penyerangan terhadap aspirasi teman-teman kader yang bermusyawarah apalagi pembangkangan terhadap keputusan ayahanda kita tercinta. Saya yakin semua orang memiliki niat baiknya masing-masing untuk ikatan ini. Kader yang mengusulkan usia naik maupun ayahanda yang memutuskan usia turun semua memiliki niat baik.

Tetapi alangkah baiknya jika niat baik itu kita jalankan dengan cara yang baik juga, sesuai dengan aturan yang ada, agar nanti hasilnya juga bisa berjalan dengan baik-baik saja. Semoga Allah selalu melindungi dan memberkahi kita, persyarikatan kita, dan ikatan kita.

Beberapa ulasan di atas hanya berbicara ranah aturan saja, belum membicarakan dampak hingga kajian lainnya jika perubahan “tiba-tiba” ini berlaku. Tulisan ini adalah pemikiran pribadi kader yang resah semata, tidak mewakili golongan atau kepentingan tertentu. 

TINJAUAN ATURAN IPM DAN MUHAMMADIYAH YANG BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN PERUBAHAN USIA PIMPINAN IPM

  • ANGGARAN DASAR IPM
  1. Pasal 23 tentang Pemilihan Pimpinan, ayat 2 berbunyi “Syarat pimpinan serta cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga”.
  2. Pasal 40 tentang Tanfidz, ayat 4 berbunyi “Tanfidz bersifat redaksional, mempertimbangkan kemaslahatan, dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPM”.
  3. Pasal 46 ayat 2 berbunyi “Anggaran Rumah Tangga disahkan oleh Muktamar”.
  4. Pasal 48 tentang Perubahan Anggaran Dasar: Anggaran Dasar IPM merupakan keputusan mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Perubahan anggaran dasar  dapat dilakukan pada saat Tanwir setengah periode dan disahkan saat muktamar dengan ketentuan: (1) Anggaran Dasar tidak sesuai dengan kondisi IPM, (2) Anggaran Dasar diubah dengan kajian dari Pimpinan Wilayah dan/atau Pimpinan Pusat dengan menyerahkan bukti kajian.
  • ANGGARAN RUMAH TANGGA IPM
  1. Pasal 49 tentang Perubahan Anggaran Rumah Tangga: Anggaran Rumah Tangga diubah atas usulan Tanwir setengah periode melalui pengkajian dan tawaran perubahan rancangan oleh pimpinan wilayah atau pimpinan pusat yang disahkan pada Muktamar selanjutnya serta disetujui oleh 2/3 (dua pertiga) peserta yang hadir.
  2. Pasal 25 tentang Batas Umur Pimpinan: Batas maksimal umur pimpinan adalah sebagai berikut. (1) Pimpinan Pusat IPM adalah 24 tahun tepat pada saat Muktamar. (2) Pimpinan Wilayah IPM adalah 24 tahun tepat pada saat Musywil. (3) Pimpinan Daerah IPM adalah 22 tahun tepat pada saat Musyda. (4) Pimpinan Cabang IPM adalah 20 tahun tepat pada saat Musycab. (5) Pimpinan Ranting IPM adalah 18 tahun tepat pada saat Musyran.
  3. Pasal 6 tentang Kewajiban dan Hak Anggota ayat 1. Kewajiban Anggota poin a. Taat kepada AD-ART dan keputusan organisasi. Ayat 2. Hak Kader poin a. Menyatakan pendapat di dalam dan di luar permusyawaratan.
  • ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
  1. BAB VIII ORGANISASI OTONOM, Pasal 21 tentang Pengertian dan Ketentua: (1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah. (3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah. (5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
  2. BAB X RAPAT, Pasal 32 tentang Rapat Pimpinan: (1) Rapat Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah apabila diperlukan. (2) Rapat Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi. (3) Ketentuan lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
  • ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH
  1. Pasal 11 tentang Pimpinan Pusat: (1) Pimpinan Pusat bertugas: d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
  2. Pasal 21 tentang Organisasi Otonom: (1) Organisasi Otonom adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Muhammadiyah guna membina warga Muhammadiyah dan kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang kegiatan yang diadakannya dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah. (2) Organisasi Otonom terdiri atas: a. ‘Aisyiyah; b. Hizbul Wathan; c. Nasyiatul ’Aisyiyah; d. Pemuda Muhammadiyah; e. Ikatan Pelajar Muhammadiyah; f. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah; g. Tapak Suci Putera Muhammadiyah. (5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Qa`idah Organisasi Otonom yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
  3. Pasal 32 tentang Rapat Pimpinan: (1) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 Anggaran Dasar dihadiri oleh
  • QA’IDAH ORGANISASI OTONOM MUHAMMADIYAH
  1. Pasal 1 tentang Ketentuan Umum. Dalam Qa’idah ini yang dimaksud dengan: 3. Organisasi Otonom adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh dan berkedudukan di bawah Persyarikatan guna membina warga Muhammadiyah dan kelompok masyarakat tertentu sesuai dengan bidang kegiatan yang diadakannya dalam rangka mencapai maksud tujuan Muhammadiyah. 9. Pembinaan dan bimbingan adalah arahan yang dilakukan oleh Persyarikatan terhadap Organisasi Otonom baik dalam bidang ideologis maupun organisatoris. 10. Pengawasan adalah pemeriksaan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan terhadap Orgaisasi Otonom. 11. Sanksi adalah tindakan yang dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan terhadap Organisasi Otonom yang menyalahi ketentuan dan peraturan yang berlaku.
  2. Pasal 3 tentang Kategori: (3) Perubahan dan perkembangan Organisasi Otonom dimungkinkan dan ditetapkan oleh Tanwir. 
  3. Pasal 7 tentang Wewenang: Organisasi Otonom berwenang mengatur rumah tangganya sendiri yang dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing-masing dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah.
  4. Pasal 9 tentang Susunan: Susunan Organisasi dan Susunan Pimpinan diatur dalam Anggaran Dasar Organisasi Otonom masing-masing.
  5. Pasal 10 tentang Pimpinan: (1) Pemilihan, penetapan, dan masa jabatan Pimpinan Organisasi Otonom diatur dalam Anggaran Dasar masing-masing. 
  6. BAB V  PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT, Pasal 11 Permusyawaratan dan Rapat: Permusyawaratan dan Rapat Organisasi Otonom diatur dalam Anggaran Dasar masing-masing. 
  7. BAB VII PEMBINAAN DAN BIMBINGAN, Pasal 14 tentang Pembinaan: Pembinaan Organisasi Otonom dilakukan dengan: (1) Komunikasi dan koordinasi secara berkala antara Pimpinan Persyarikatan dengan Pimpinan Organisasi Otonom. (2) Pengarahan oleh Pimpinan Persyarikatan kepada Pimpinan Organisasi Otonom. (3) Penegakan aturan, ketentuan dan norma organisasi.
  8. Pasal 15 tentang Bimbingan. Bimbingan Organisasi Otonom dilakukan dengan: (1) Penyertaan Organisasi Otonom dalam kegiatan Persyarikatan. (2) Penugasan Organisasi Otonom dalam penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan Persyarikatan.
  9. BAB IX PENGAWASAN DAN SANKSI, Pasal 17 tentang Pengawasan: Pengawasan terhadap Organisasi Otonom dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan pada semua tingkat.
  10. Pasal 18 tentang Sanksi: Sanksi berupa tindakan administratif dan/atau yuridis dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan terhadap Organisasi Otonom baik institusi dan/atau perorangan yang menyalahi ketentuan dan peraturan yang berlaku.
  11. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN, Pasal 21 tentang Ketentuan Peralihan: (1) Qa’idah ini menjadi dasar penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Otonom. (2) Peraturan-peraturan Organisasi Otonom yang telah ada dan tidak bertentangan dengan Qa’idah ini dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan perubahan. (3) Organisasi Otonom melakukan penyesuaian dengan Qa’idah ini selambatlambatnya pada Permusyawaratan masing-masing. (4) Hal-hal yang belum diatur dalam Qa’idah ini akan ditetapkan kemudian oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
  • Penulis adalah Wira Muhammad Rafli, kader IPM dari Bumi Anoa, Sulawesi Tenggara. Sekretaris Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan PP IPM 2023—2025. Sedang menggiatkan “Nuun for Everyone” melalui gerakan sosial, Ilm Movement.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Tags: ,
Perubahan SPI, Kepentingan Siapa?
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.