Ketika kita mengenang sosok Kartini, yang terlintas bukan sekadar nama dalam buku pelajaran, melainkan semangat yang melampaui zamannya. Kartini bukan hanya perempuan yang menulis surat—ia adalah simbol perlawanan terhadap sistem yang tidak memberi ruang bagi perempuan untuk berpikir, belajar, dan bermimpi. Hari ini, ratusan tahun setelah ia menyalakan cahaya itu, perempuan muda Indonesia masih terus melanjutkan perjuangan dalam wujud yang lebih beragam: memimpin organisasi, mengambil peran strategis, dan memperjuangkan suara di tengah dominasi patriarki yang kadang bersalin rupa.
Emansipasi: Warisan Utama Perjuangan Kartini
Emansipasi bukan sekadar tentang perempuan boleh sekolah atau bekerja, ia adalah kebebasan perempuan untuk mengembangkan potensi dirinya secara utuh, baik di ruang domestik maupun publik. Emansipasi merupakan jalan menuju kesetaraan, yakni perempuan mempunyai posisi yang setara dalam akses, kesempatan, hingga kepemimpinan. Dalam konteks Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), semangat emansipasi ini seharusnya tidak hanya diakui sebagai bagian dari narasi besar organisasi, tetapi juga diimplementasikan secara konkret dalam ruang-ruang strukturalnya.
IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah merupakan ruang kaderisasi yang terbuka bagi siapapun laki-laki dan perempuan untuk tumbuh dan berperan. Menariknya, dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat semakin banyak perempuan yang bukan hanya aktif, tetapi juga menjadi pemimpin tertinggi di IPM. Ini bukan sekadar prestasi simbolik, tapi bukti bahwa IPM sebagai organisasi pelajar Islam progresif benar-benar membuka jalan bagi emansipasi yang konkret. IPM yang bergerak dalam ranah pelajar, sejak awal lahir sebagai ruang pembinaan dan pemberdayaan. Dalam perjalanannya, IPM terus beradaptasi dengan konteks zaman, dan salah satu tanda kemajuan itu adalah hadirnya perempuan dalam pucuk kepemimpinan, dari tingkat ranting hingga wilayah.
Kehadiran pemimpin perempuan dalam IPM membawa warna tersendiri dalam implementasi nilai-nilai dasar organisasi. Di bawah kepemimpinan mereka, lahir program kerja yang lebih memperhatikan dimensi psikososial pelajar, kegiatan advokasi yang berpihak pada pelajar rentan, serta pendekatan kepemimpinan yang cenderung kolaboratif, inklusif, dan empatik. Perempuan tidak hanya membawa perspektif baru, tetapi juga memperkaya dinamika organisasi dengan sensitivitas yang khas.
Berani Menghadapi Stereotipe Usang
Namun, menjadi ketua umum perempuan di IPM bukan berarti tanpa tantangan. Tak jarang mereka harus berhadapan dengan stereotipe usang dianggap terlalu baperan, kurang tegas, atau terlalu emosional untuk memimpin. Padahal, sifat empatik atau ekspresif bukanlah kelemahan, melainkan menjadi kekuatan dalam membangun kepemimpinan yang berakar pada rasa, relasi, dan kepedulian. Narasi semacam ini perlu dilawan, karena ia tidak hanya menyulitkan langkah perempuan untuk maju, tetapi juga mempersempit makna kepemimpinan itu sendiri. IPM sebagai organisasi yang menjunjung nilai keadilan dan pembebasan seharusnya berdiri paling depan dalam meruntuhkan bias-bias gender ini.
Di sinilah relevansi perempuan sebagai pemimpin IPM menjadi penting untuk ditekankan. Bahwa keberadaan mereka bukan sekadar “boleh,” tetapi perlu. Bahwa memimpin bukan monopoli laki-laki, dan bahwa perubahan sosial yang hakiki membutuhkan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, bukan hanya sebagai pelaksana teknis.
Terlebih jika kita kembali ke akar ideologis IPM sebagai gerakan pelajar Islam yang menjunjung tinggi nilai keilmuan, keadilan, dan kemanusiaan. Maka tidak ada alasan untuk menutup ruang bagi perempuan, sebab keadilan adalah nilai dasar gerakan ini. Dan sudah menjadi tanggung jawab moral seluruh kader IPM baik laki-laki maupun perempuan untuk terus menjaga ruang-ruang itu tetap terbuka dan hidup.
Saat ini, sejumlah daerah mencatat kemajuan. Misalnya, di tingkat ranting, mulai bermunculan ketua umum perempuan yang progresif dan inovatif. Di tingkatan wilayah, telah muncul figur-figur perempuan yang tidak hanya berani memimpin, tetapi juga membuktikan bahwa kapasitas, gagasan, dan dedikasi mereka sebanding dengan siapa pun. Lebih dari itu, ketua umum perempuan juga memainkan peran strategis dalam memperluas cakupan dakwah pelajar. Mereka menjadi representasi bahwa IPM bukanlah organisasi yang eksklusif atau maskulin, melainkan organisasi yang menempatkan seluruh pelajar—tanpa kecuali—sebagai subjek gerakan.
Bukti Konkret Kepemimpinan Perempuan dalam IPM
Kepemimpinan perempuan dalam IPM pun bukan hanya wacana. Saat ini, ada beberapa wilayah yang dipimpin oleh ketua umum perempuan yang inspiratif dan kompeten. Berikut beberapa contoh nyata di tingkat Pimpinan Wilayah:
Pimpinan Wilayah IPM | Ketua Umum Perempuan |
---|---|
Bangka Belitung | Haliza Khoirun Nisa |
Kalimantan Selatan | Zaina Fadia Lailatul Hikmah |
Kalimantan Utara | Indry Narulita |
Sulawesi Tenggara | Misna Intan Purnama Sari |
Papua | Sri Herawanti |
Tak hanya di level wilayah, Pimpinan Daerah IPM (PD IPM) Kota Yogyakarta juga telah memanifestasikan nilai emansipasi dengan membuka ruang kepemimpinan perempuan secara nyata. Periode 2023–2025, posisi Ketua Umum PD IPM Kota Yogyakarta diamanahkan kepada seorang perempuan. Ini bukan sesuatu yang instan, melainkan hasil dari proses kaderisasi, kepercayaan kolektif, dan kesadaran organisasi yang terus tumbuh.
Lebih dari itu, di bawah struktur PD IPM, sejumlah pimpinan ranting di sekolah dan madrasah Muhammadiyah juga dipimpin oleh para ketua umum perempuan. Ini adalah bentuk nyata bahwa kesetaraan bukan sekadar jargon, tetapi dihidupkan dalam sistem kaderisasi IPM dari tingkat bawah. Berikut ini datanya:
Ketua Umum Perempuan Pimpinan Ranting IPM Kota Yogyakarta
Periode 2024–2025
Nama Ketua Umum | Asal Sekolah/Madrasah |
---|---|
Nayyara Nurazzahrah Hartono | SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta |
Carissa Aqila Azalia | SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta |
Janeeta Ascarya Nareswari Putri | SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta |
Talitha Marwa Zerlinda P | SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta |
Aquena Nahdah Amiiati Arifin | SMP Muhammadiyah 7 Yogyakarta |
Belva Mirabel | SMP Muhammadiyah 8 Yogyakarta |
Delviani Agustyn | SMP Muhammadiyah 9 Yogyakarta |
Fariza Bintang Alzena | SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta |
Sekar | MTs Muhammadiyah Karangkajen |
Syahnaq | SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta |
Afecta Adinda | SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta |
Azaria Salma | MA Mu’allimaat Muhammadiyah Yk |
Aisyah Khoirunnisa | SMK Muhammadiyah 2 Yogyakarta |
Periode 2025–2026
Nama Ketua Umum | Asal Sekolah/Madrasah |
---|---|
Marybel Jyoti Aruna | SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta |
Noer Amalina Zeni | SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta |
Alifa Mutiara Medina | SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta |
Asy-Syifa | SMP Muhammadiyah 8 Yogyakarta |
Anindya Nurul | SMP Muhammadiyah 9 Yogyakarta |
Ihdina Fauzul Firdha | SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta |
Syifa Khalisha N | SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta |
Pradhisty | SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta |
Ummi Fathonah | MA Mu’allimaat Muhammadiyah Yk |
Mi’atu Habba | SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta |
Jasmin Kayla Zein | SMK Muhammadiyah 4 Yogyakarta |
Jumlah ini menunjukkan bahwa IPM Jogja benar-benar mengaminkan emansipasi yang dulu diperjuangkan R.A. Kartini bahwa perempuan berhak memimpin, dipercaya untuk menggerakkan perubahan, dan diberi ruang yang setara untuk memimpin bukan karena gendernya, tapi karena kemampuannya.
Maka, dalam semangat Kartini, mari kita jadikan IPM sebagai ladang tumbuh bagi semua kader, tanpa terkecuali—tempat di mana ide-ide besar lahir dari keberagaman perspektif. Tempat di mana perempuan tidak hanya boleh bicara, tetapi juga boleh menentukan arah. Tempat di mana pemimpin bukan ditentukan oleh siapa dirinya, tetapi sejauh mana ia mampu menginspirasi.
Kepemimpinan perempuan bukan soal ingin menandingi laki-laki. Ini soal membuka ruang agar semua potensi bisa berkembang tanpa terhalang gender. IPM telah membuktikan bahwa perempuan bisa jadi pemimpin yang tangguh, strategis, dan penuh empati. Ini adalah implementasi nyata dari nilai-nilai emansipasi yang dulu diperjuangkan Kartini: bukan hanya membuka pintu, tetapi juga mengizinkan perempuan berjalan sejajar, bahkan memimpin barisan.
Maka, ketika kita memperingati Hari Kartini, kita tidak hanya menengok ke belakang. Kita sedang melihat ke depan—menyongsong masyarakat di mana setiap anak perempuan tidak ragu untuk bermimpi besar, memimpin dengan percaya diri, dan menyuarakan kebenaran tanpa takut dihakimi. Karena Kartini hari ini bukan hanya kenangan, tapi kenyataan yang terus diperjuangkan. Dan IPM, adalah salah satu jalannya.
- Penulis adalah Aisyah Lathifunnisa, Ketua Umum PD IPM Kota Jogja 2023-2025.
- Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.