Islam, Manusia, dan Alam

Islam, Manusia, dan Alam

Opini
1K views
Tidak ada komentar
Islam, Manusia, dan Alam

[adinserter block=”1″]

Islam, Manusia, dan Alam

Opini
1K views
Islam, Manusia, dan Alam
Islam, Manusia, dan Alam

Persoalan lingkungan adalah persoalan yang memerlukan perhatian khusus oleh masyarakat global. Isu dan permasalahan lingkungan tidak dapat teratasi jika tanpa pendekatan bervisi global-holistik baik di tingkat pengambil kebijakan maupun tataran teknis di akar rumput. Pemahaman akan problematika praktis lingkungan akan menjadi pengantar yang baik untuk kita mengambil sikap dan perlakuan terhadap alam dan sekitarnya.

Pandangan agama dirasa menjadi faktor penting yang memberikan kontribusi atas sikap manusia dalam upaya menumbuhkan kesadaran pada pemeliharaan planet bumi yang kita cintai ini. Agama telah dijadikan standar kode etik, standar moral yang shahih dan merupakan warisan tertua peradaban manusia. Dari sini begitu terasa pentingnya memahami dan mendalami agama secara rasional dan ilmiah. Bukan hanya menjalankan ritual agama saja, akan tetapi nilai makna beragama akan lebih berarti jika dapat dikaitkan substansinya dengan problematika sesuai zamannya.

Agama Islam yang dianut oleh satu milyar lebih manusia di bumi juga ditimpa persoalan permasalahan lingkungan yang sama, di tengah kompetisi globalisasi yang begitu cepat dan usaha bangkit setelah lama terjajah oleh kolonialisme barat. Dunia Islam yang dipandang memiliki kelompok negara terkaya di bumi tidak menjamin mereka bebas dari permasalah lingkungan. Pembangunan abad 20 membuat Timur Tengah berhasil meningkatkan pendapatan melalui minyak bumi. Namun, apakah pemanfaatan hasil minyak sudah digunakan untuk meningkatkan kualitas manusia, keadilan sosial, dan kualitas lingkungan hidup? 

Sekarang coba kita lihat negara Kanada, Norwegia, dan Swedia yang memiliki Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di dunia dalam tingkat pendapatan, pendidikan dan kualitas manusia yang jauh di atas negara-negara Timur Tengah. Padahal, mereka tidak terlalu menekankan kehidupan ritualitas agama, memang penduduknya berangkat ke gereja, tetapi tidak dibersamai dengan rasa fanatisme keagamaan yang tinggi. Mereka menekankan pada kehidupan berdasarkan kebebasan manusia yang berpegang teguh pada hukum dan hak asasi manusia di bawah kepemimpinan yang demokratis, bersih dan efektif. Mereka membangun kehidupan yang tidak hanya mengejar kemajuan ekonomi, tapi juga menumbuhkan masyarakat yang berjiwa sosial tinggi serta pola hidup penuh kesadaran dan penghayatan keseimbangan lingkungan. Beberapa hal ini sebenarnya sejalan dengan semangat peradaban idealisme ajaran Islam.

Saat ini yang perlu direnungkan bersama adalah di mana kita hidup di tengah tingginya pelaksanaan kegiatan ritualitas beragama Islam, akan tetapi mengapa masih banyak negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam mengalami kemiskinan dan kondisi lingkungan yang buruk, padahal mereka mengalami pembangunan infrastruktur yang begitu cepat dan gencar akibat kekayaan minyak bumi mereka.

Jelas bukan agama Islam yang salah, karena sejak masa-masa abad-13 sejarah mengukir bahwa peradaban Islam telah membangun puncak serta pusat sains, budaya, dan teknologi di dunia. Mungkin untuk saat ini kita mengalami kelemahan pada kesadaran individu dan pola dakwah yang belum mengajarkan pemahaman Islam yang tidak hanya secara kontekstual saja, tetapi juga harus relevan dengan problematika lingkungan hidup saat ini.

Hablum Minallah, Hablum Minannas, dan Hablum Minal ‘Alam

Ketiga hal ini perlu diterapkan secara bersamaan, tidak bisa dan tidak etis jika kita hanya menerapkan salah satu atau dua hal diatas. Hubungan manusia dengan Allah menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan itu ditandai dengan daya pikir, kreasi, dan kesadaran moral. Potensi ini membuat kita memiliki dua fungsi penting, yaitu sebagai khalifah di bumi dan juga sebagai hamba Allah.

Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan segala ketentuan-ketentuan-Nya, sedangkan dalam kehidupan sebagai khalifah di bumi, Allah memberi manusia kebebasan untuk mengelola bumi yang sudah diciptakan dengan segala potensi dan ketersediaan bahan-bahan yang diperlukan sampai hari kiamat nanti. Pada sisi lain, kebebasan tersebut berarti sebuah tanggung jawab. Dengan demikian kedua pola hubungan manusia dengan Allah ini perlu dijalani dengan seimbang, lurus, dan tegak, tidak memilih menjalani yang satu dan mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan kemanusiaan yang tidak sempurna dan terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.

Hubungan manusia dengan manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadapan kehidupan di bumi. Manusia selalu berusaha mengembangkan cipta, rasa, dan karsa. Pengembangan berbagai aspek itu harus berjalan seimbang selaras dengan nilai dalam hubungan dengan Allah, manusia, dan alam. Merusak hubungan dengan alam bisa juga berarti membunuh manusia itu sendiri. Tindakan moral-etik sesama manusia diwujudkan melalui kesadaran bahwa alam juga untuk generasi masa depan manusia. Keangkuhan dan eksploitasi alam yang dilakukan satu generasi manusia jelas akan merusak keberlangsungan hidup generasi manusia setelahnya.

Hubungan manusia dengan alam berarti memposisikan alam sederajat dengan manusia, tetapi Allah menundukan alam bagi manusia. Berkedudukan sebagai khalifah di bumi, manusia bertugas menjadikan bumi, maupun alam sebagai objek dan wahana dalam bertauhid. Untuk memanfaatkan alam, manusia yang beragama pada saat merasa butuh tidak akan berpegang teguh pada kekuatan yang menghancurkan dan merusak, tetapi akan berdasar pada kebaikan dan kemurahan tuhan. Sebagaimana disebutkan, kepemilikan sesungguhnya merupakan milik yang Maha Kuasa dan tidak akan ada seorangpun yang memiliki hak kepemilikan mutlak atas segala sesuatu. Alam adalah amanah, dan manusia sempurna adalah yang menjalankan amanah dengan hati-hati. Hasrat manusia yang sekedar ingin kekuasaan atas alam adalah suatu bentuk tirani.

Pada kali ini memang dititik beratkan pada sudut pandang tentang alam maupun kondisi lingkungan. Hal ini menjadi gambaran besar manusia dalam menjalani kehidupannya, dengan segala permasalahan lingkungan yang ada di bumi ini menunjukan ada ketidak seimbangan, salah pengelolaan, dan hasrat kekuasaan atas alam yang berlebih. Kemajuan ekonomi, tingginya tingkat pendidikan, dan bahkan dalamnya pemahaman beragama akan bermakna sia-sia jika manusia tetap melakukan kerusakan lingkungannya sendiri. Tegas, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab kosmik.

Hablum Minallah, Hablum Minannas, dan Hablum Minal ‘Alam ini dapat dipergunakan sebagai landasan, etis dan motivasi dalam pola pikir, pola sikap maupun pola perilaku manusia. Dengan memperhatikan tiga hal ini diharap kita dapat menuju pribadi muslim yang berbudi luhur, berilmu, dan bertanggung jawab atas segala yang telah diamanahkan. Terlebih kita dapat menjalankan amanah menciptakan jannah di dunia. Jannah yang disebut di Al-Qur’an memiliki arti surga, tetapi bukankah secara generik memiliki arti kebun atau taman? Secara tersirat, jika kita ingin kehidupan kita seperti di surga, maka tidak ada cara lain selain kita menjaga alam dan menanam pepohonan.

  • Penulis adalah Muhammad Arif Syaifudin, Ketua Bidang Lingkungan Hidup PW IPM Jawa Tengah. Hobi naik gunung dan ngopi, bisa berteman akrab lewat instagram dan twitter @moehammadarifs
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Jelang Muktamar Muhammadiyah & Aisyiyah ke-48, IPM Tangsel Gelar Kampanye Penolakan Iklan dan Sponsorhip Rokok
Mewujudkan Pelajar Bebas Aktif
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.