Jika organisasi adalah tubuh, maka perkaderan adalah nafasnya. Organ tubuh tak akan berjalan tanpa ada nafas yang menjadi penghidupnya. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai suatu organisasi, tentu sangat membutuhkan perkaderan guna menghidupkan organ-organnya, karena tanpa perkaderan organisasi akan mati karena tak ada nafas di dalam tubuhnya.
Oleh karena itu, perkaderan menjadi sesuatu yang amat krusial bagi organisasi apapun. Memahami hal tersebut, IPM melakukan upaya dengan senantiasa berusaha tuk memperkuat nafas gerakan, terbukti dalam upaya-upaya merekonstruksi paradigma-paradigma perkaderan, mari kita lihat perjalanannya.
Genealogi Perkaderan
Apabila kita telaah secara historis, perkaderan di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) memiliki suatu genealogi (rangkaian perjalanan pemikiran) dalam laju gerakannya. Terbukti ketika Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) berupaya memperbaiki metode dan paradigma perkaderan dalam beberapa masa.
Terlihat ketika IPM membentuk Sistem Perkaderan IPM (SPI) yang senantiasa mengalami revisi metode dan paradigma dari masa ke masa guna menyesuaikan konteks zaman, dimulai dari SPI Merah (Makassar, 2002), SPI Biru (Malang, 1994), SPI Hijau (Makassar, 2002), hingga SPI Kuning (Jakarta, 2014).
Dilihat dari genealogi ini, kita dapat mengetahui bagaimana IPM berupaya menjadi pelajar berkemajuan yang senantiasa beradaptasi dengan zaman. Pertanyaannya mengapa genealogi ini tercipta? Karena relevansi kah? Karena narsisme kontekstual kah? Penulis akan mencoba menjawabnya menggunakan konsep ‘realisme struktural epistemik’.
Realisme Struktural Epistemik: Sebuah Renungan Dialektik
Karya Thomas Kuhn yakni The Structure of Sciencetific Revolution menjadi pijakan awal dari Realisme Struktural Epistemik (RSE), mari kita lihat kilas baliknya. Kuhn mengatakan dalam teorinya ‘paradigma’ bahwa sejatinya pengetahuan memiliki ritme dalam perjalanannya.
Mulai dari adanya suatu pandangan akan dunia yang menjadi paradigma -> paradigma itu dipercaya -> ditemukan kejanggalan dalam paradigma tersebut -> kejanggalan itu menjadi kesalahan -> ditemukan paradigma yang lebih baik -> paradigma tersebut berubah.
Semisal ketika Aristoteles menemukan paradigma bahwa benda berat lebih dulu jatuh daripada benda ringan -> pandangan Aristoteles diyakini benar -> Galileo menemukan kejanggalan dalam paradigma itu -> ia menemukan bahwa kecepatan jatuhnya benda itu bukan karena beratnya, melainkan karena gesekan gaya gravitasi terhadapnya -> paradigma Galileo menggeser paradigma Aristoteles.
Teori ‘paradigma’ Kuhn ini dielaborasi lebih jauh oleh Poincare, Cassier, Woltman, dan lain-lain. Menjadi apa yang disebut sebagai Realisme Struktural Epistemik (RSE), RSE adalah suatu konsep tentang pergantian pandangan dalam sejarah pengetahuan.
Konsep RSE ini menjadi renungan dialektik bagi kita semua, kita menjadi lebih memahami apa yang dikatakan Popper bahwa semua pengetahuan itu bisa salah, oleh karenanya pengetahuan akan senantiasa berubah dari masa ke masa.
Perkaderan Sebagai Bingkai RSE Ikatan
Pergantian paradigma perkaderan dari masa ke masa ini dapat kita refleksikan di dalam RSE, telah kita lihat bagaimana perkaderan dalam IPM senantiasa direvisi konsep dan metodenya (baca: Sistem Perkaderan IPM) sehingga perkaderan IPM mengalami pergantian paradigma.
Semisal pergantian SPI Merah menjadi SPI Biru yang didasari atas kondisi politis dan pergelutan ideologis, lalu SPI Biru menjadi SPI Hijau karena kurang partisipatoris, hingga SPI Hijau menjadi SPI Kuning karena pergantian arah gerak ikatan.
Jika arah gerak IPM menjadi substansi ideologis, maka perkaderan akan menjadi substansi genealogisnya. Jika arah gerak menjadi model pandangan Ikatan maka perkaderan lah yang menjadi jalan dari arah geraknya. Mengganti arah gerak ikatan akan otomatis mengganti paradigma perkaderan. Dari sini kita dapat melihat bahwa perkaderan adalah bingkai RSE di dalam Ikatan.
Secara genealogis, perkaderan yang menjadi bingkai RSE dalam Ikatan ini dapat direnungkan bahwa arah gerak IPM yang terkandung di dalam SPI (Sistem Perkaderan IPM) baik secara praktis maupun teoretis harus senantiasa dikaji dan dikritisi, agar SPI selalu mengalami perbaikan, sehingga perkaderan dapat membangun kemajuan ikatan.
*) Catatan
- Penulis adalah Mohammad Rafi Azzamy. Ketua Umum PR IPM SMK Mutu Gondanglegi 2020-2021, siswa biasa asal malang yang menyukai kajian filsafat ilmu, filsafat bahasa, dan psikoanalisa. Memiliki hobi membaca, bermain kartu, dan menulis.
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.