Peserta didik baru adalah tamu teristimewa disetiap sekolah yang ada di Indonesia, meraka harus disambut dengan santun dan ramah, sehingga mereka merasa betah dan nyaman dengan rumah keduanya (sekolah), yang akan menjadi tempat dia mencari ilmu selama bertahun-tahun. Memberikan pemahaman awal tentang budaya dan tata tertib sekolah menjadi modal dasar penting yang harus diterima oleh peserta didik baru dari sejolah sebelum mereka akan mengenal lingkunagn sekolahnya secara mandiri atau otodidak.
Fortasi (Forum Ta’aruf dan Orientasi Siswa) atau yang dikenal dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sering kita lihat jauh dari tujuan pelaksanaan, sebagai contoh siswa baru di perintahkan untuk menggunakan atribut-atribut yang kurang mendidik seperti mengikat kepala menggunakan tali rafia, menggunakan tas kardus, kaos kaki belang-belang dan lainya sebagainya. Saya menilai itu hanya ajang perpeloncoan dan bahkan menurunkan harkat martabat peserta didik baru. Ini saya khawatirkan menggunakan kata kreatifitas untuk dijadikan kedok dalam melakukan perpeloncoan peserta didik baru. Saya justru punya ide jika siswa baru diperintahkan menggunakan pakaian adat setempat atau pakaian sesuai cita-cita mereka. Contohnya jika mereka punya cita-cita jadi polisi, maka mereka diperkenankan menggunakan seragam polisi dan lain sebagainya, justru itu lebih mendidik dan menumbuhkan jiwa nasionalisme dan cinta akan kebudayaan daerah.
Jika kita melihat senior-senior yang suka membentak kemudian memberikan sanksi-sanksi yang bertujuan untuk membuat lelucon, justru akan menurunkan mental peserta didik baru karena merasa dipermalukan di depan umum, seperti dengan sanksi berjoget, mengungkapkan perasaan lawan jenis bahkan ada yang di hukum untuk mengungkapkan cinta sesama jenis. Tentu ini kurang mendidik, sedangkan masih banyak ide yang lebih kreatif dan bisa meningkatkan daya kritis peserta didik baru.
Menghadirkan pemateri yang menarik dan memunculkan permainan yang seru akan membuka wawasan peserta didik baru yang telah meninggalkan masa SMP/MTs. Kegiatan menanam pohon, dan mengumpulkan makanan atau bantuan yang kemudian disedekahkan kepada masyarakat kurang mampu justru akan meningkatkan kepekaan siswa baru terhadap permasalahan sosial.
IPM sendiri mengangkat 3 (tiga) tema dalam pelaksanaan fortasi yaitu, Ekologi, Literasi dan Kemandirian Pelajar. Tema ini kemudian dikembangkan menjadi ide-ide menarik yang tidak memberatkan peserta didik baru dalam mengikuti pengenalan lingkungan sekolah tersebut. Khususnya disekolah Muhammadiyah yang ada di Kalimantan Barat, IPM telah mengintruksikan kepada Pimpinan Ranting di sekolah Muhamamdiyah untuk menerapkan tema tersebut dengan memanfaatkan media masa yang ada.
Dalam tema Ekologi (Lingkungan), peserta didik baru diperintahkan membawa tanaman jenis bunga, buah dll yang kemudian mereka selfie dan mengupload foto tersebut ke akun media mereka masing-masing dengan menulis keterangan dari manfaat tanaman tersebut. Tema literasi peserta didik baru diperintahkan membawa buka layak baca yang telah mereka baca kemudian difoto dalam tempat atau icon dari daerahnya masing-masing kemudian di upload dalam akun media masa mereka masing-masing. Kemudian buku ini diharapkan dapat disumbangkan kerumah baca atau dijadikan pojok baca kelas. Tema dan ide ini kami nilai sangat mendidim dan tidak membertkan peserta didik baruh, bahkan mereka merasa ini lebih kekinian karena memanfaatkan media untuk menyelesaikan tugas mereka masing-masing. Dalam tema kemandirian pelajar peserta didi baru diperintahkan embawa barang/makanan/minuman 5-10 pcs yang kemudian mereka diberikan waktu 1-2 jam untuk berjualan disekolah dengan menawarkan dagangannya kepada teman, kakak kelas bahkan dewan guru dan kepala sekolah. kami menilai ini sangat bagus untuk menumbuhkan semangat berwiausaha. Selain itu mereka akan berinteraksi lebih dekat dengan warga sekolah.
Harapannya masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) atau Forum Ta’aruf dan Orientasi (FORTASI) ini dapat dilaksanakan sesuai tujuannya, dengan memunculkan ide-ide kreatif yang dapat membangkitakan nalar kritis mereka. Bukan justru melakukan perpeloncoaqn dengan kedok kreatifitas. Sangat disayangkan jika kegiatan ini justru malah menibulkan dendam atau permusuhan antara kakak kelas dan adik kelas seperti yang sering kita lihat di dunia kampus.
*) Penulis adalah Santoso Setio, Ketua Umum PW IPM Kalimantan Barat