Dakwah selama ini dimaknai sempit oleh beberapa kalangan yang hanya dipahami sampai pada mimbar masjid dan juga ceramah-ceramah keagamaan dari pengajian atau kajian tertentu sehingga menyebabkan adanya penyempitan makna dakwah itu sendiri.
Bicara perihal kenyataan akhir-akhir ini, banyak perubahan media komunikasi dan interaksi yang digunakan masyarakat dari model konvensional menjadi digital. Arus globalisasi yang melahirkan konsep interaksi berbasis digital menjadi tantangan sekaligus peluang bagi siapapun untuk melakukan perubahan revolusioner. Dakwah yang telah dikonsep ini tidak akan selesai jika hanya di mimbar dan kajian saja.
Dua Arus Anak Muda Muslim
Mengutip tulisan Habib Husein Jafar Al Hadar (2021) yang berjudul Dakwah di Antara Arus Muslim Rasional dan Muslim Emosional yang terbit di mojok.co. Habib Ja’far mengklasifikasikan model anak muda muslim saat ini menjadi dua:
Pertama, yaitu anak muda muslim yang sekuler, baik ia sadar atau dia tidak sadar kalau dirinya sudah sekuler. Menurut Habib Jafar, Muslim tipe ini menganggap bahwa secara identitas mereka mengaku seorang yang memeluk agama Islam, tetapi mereka tidak menjalankan ritual Islam, bahkan, ritual sesakral salat pun tidak mereka lakukan. Mereka menganggap ritual Islam tersebut tidak rasional.
Sebagian lain dari mereka menganggap bahwa tidak ada manfaatnya menjalankan ritual agama karena sebagian muslim taat ritual namun mereka menebar kebencian, kekerasan, dan lain-lain. Ada kekecewaan yang muncul dari mereka pada agama yang seharusnya sumber kedamaian, tapi justru menjadi penyebab keributan, kerusuhan, bahkan teror.
Kedua, yakni anak muslim muda yang menyebut dirinya sebagai umat hjirah atau orang-orang yang sedang berhijrah. Golongan ini menurut Habib Husein adalah kaum taat menjalankan ritual atau syariat Islam. Komunitas ini memenuhi jamaah masjid sekalipun untuk salat Subuh. Mereka menghiasi diri mereka dengan berbagai atribut yang dinilai “Islami” seperti cadar, baju gamis, dan segala produk yang berbau “syar’i” menurut penafsiran mereka.
Akan tetapi, dari golongan anak muda Muslim kedua ini banyak yang terjebak pada model beragama sebatas ritualitas dan atribusi semata. Sedangkan ada proses pendangkalan dalam memahami konteks ajaran Islam lainnya. Kejumudan dan pandangan islam yang miopik menjadi catatan penting bagi komunitas ini.
Sentuhan Dakwah Efektif
Untuk memahami apalagi memberikan sentuhan dakwah kepada kedua kelompok kaum muda Muslim tadi, terdapat tantangan yang kian besar dan kompleks karena keduanya terpolarisasi dan saling mengklaim dan tuding-menuding. Entah golongan rasional menganggap kaum hijrah dangkal ataupun kaum hijrah menganggap orang-orang rasional ini alay bahkan liberal.
Sampai di sini, akhirnya terpikirkan bagaimana menentukan formulasi dakwah di antara dua golongan tadi. Kalau dikontekskan pada lingkungan anak-anak IPM yang saya rasa mereka berada di antara kedua golongan tersebut sekalipun bukan menjadi golongan mayoritas. Kader IPM itu kan moderat dan wasathiyah.
Generasi Z dan Dunia Digital
Dunia digital menjadi salah satu media yang cukup efektif untuk saat ini, terlebih, kalau kita bicara anak muda saat ini didominasi oleh umur-umur generasi Z. Generasi yang memiliki populasi sebanyak 27,94% dan menjadi jumlah terbanyak diantara 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia (BPS, 2020). Generasi yang mendapatkan label boundaryless generation atau generasi yang minim batasan.
Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya yang berjudul “Four Reasons Generaztion Z will be the most Different Generation” menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Salah satu karakter yang ditonjolkan dari generasi Z adalah mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan. Teknologi ibarat sebagai alat untuk mereka bernapas sehari-hari.
Influencer Dakwah
Variasi dakwah mulai banyak terjadi pergeseran paradigma dari konvensional menuju serba digital. Beragam akun yang sangat dekat dengan komunitas “hijrah” tadi, seperti @hawariyyun, @felixsiauw, @shiftmedia.id, @hanan-attaki, @muslimunited, dan lain sebagainya menjadi sangat populer dan cenderung diminati oleh anak-anak muda Muslim saat ini. Tentu dengan plus-minus yang ada, komunitas ini memang dinilai “paling relevan” untuk mempelajari agama islam secara ringkas dan terkadang instan.
IPM Harus Ambil Peran
IPM sebagai salah satu organisasi yang memiliki follower dan member berbasis pelajar dan anak muda dengan rentan umur 12-24 tahun memiliki potensi besar untuk banyak berinteraksi dengan teknologi. Wacana mengenai dakwah model baru melalui kanal digital kiranya menjadi salah satu diskursus yang menarik untuk diwujudkan secara nyata kedepan. Diskusi mengenai dakwah digital yang sering didengungkan di berbagai kesempatan pelatihan Taruna Melati (TM), Pelatihan Da’i Pelajar Muhammadiyah (PDPM), dan ruang diskusi IPM lainnya yang perlu menghadirkan produk nyata ke depannya.
Nabhan (2018) menuturkan bahwa kader-kader IPM perlu menciptakan konten-konten kreatif yang Islami dan bermuatan moderat sehingga bisa menjadi referensi serta rujukan dalam menjelaskan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Menurut Nabhan, konten-konten tidak hanya terbatas desain visual saja, melainkan berupa teks, suara, dan video dalam berbagai format yang dapat disebarluaskan melalui media sosial dan dunia maya sehingga media sosial IPM bisa menjadi media dakwah untuk menjelaskan nilai-nilai Islam moderat dan Islam berkemajuan yang selama ini diperjuangkan oleh IPM.
Karya Nyata Dakwah Media
Beberapa pimpinan IPM sudah mengawali dakwah digital di kanal medianya masing-masing. Misalnya PP IPM memiliki kanal dakwah digital bernama @sabdamilenial.id, PW IPM DIY memiliki @meena.std, atau PD IPM Kota Yogyakarta punya program bernama Para Pencari Celah yang berkolaborasi dengan Pusat Tarjih Muhammadiyah. Dari berbagai akun IPM baik daerah hingga ranting yang muncul, mereka memiliki program seperti Al-Kahfi Time, kutipan ayat atau hadist, ataupun rekaman ngaji yang diunggah melalui Whatsapp Story/Instagram Story dan disebarkan melalui Whatsapp Group (WAG).
Peluang dan Tantangan Dakwah Digital
Upaya nyata dari pengejewantahan wacana dakwah digital yang beberapa tahun lalu muncul di berbagai kesempatan. Ke depannya, IPM perlu melakukan langkah-langkah konkret dan memiliki konsentrasi pada dakwah digital. Peluang yang sangat besar dan luas menanti tangan-tangan dingin pimpinan IPM yang memiliki keinginan mengembangkan dakwah digital bernuansa Islam yang moderat, teduh, dan berkemajuan. Tak perlu memikirkan ribet dan rumitnya mengkonsep dakwah digital. Semua disesuaikan dengan media, sumber daya manusia, dan dana. Sekalipun tanpa dana, saya kira proker dakwah digital IPM bisa tetap berjalan.
Adanya pengembangan dakwah digital di IPM diharapkan memunculkan sosok-sosok influencer dakwah dan da’i bagi generasi Z yang mampu bersaing dengan arus dakwah digital di luar lingkup kelompok Muhammadiyah. Program ini akan bersikap inklusif bagi semua golongan yang memiliki misi menyebarluaskan paham Islam Rahmatan lil alamin.
*) Catatan
- Penulis adalah Faiz Arwi Assalimi. Ketua Bidang Kajian Dakwah Islam PW IPM DIY, mahasiswa Administrasi Publik UNY ini menyukai isu-isu tentang agama, sosial, dan politik. Ia memiliki hobi membaca, diskusi, dan travelling. Faiz bisa dihubungi melalui faizarwi28@gmail.com atau bisa dihubungi melalui akun instagramnya @faiz_arwi.
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.