IPM.OR.ID., JAKARTA – Gencarkan kampanye isu mengenai pelarangan Iklan, Promosi, dan Sponsor (IPS) Tembakau, Tobacco Control Ikatan Pelajar Muhammadiyah (TC IPM) laksanakan Workshop Influencer pada Ahad (20/03/22) secara hibrid dimana secara luring diselenggarakan di Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jakarta dan secara daring diselenggarakan melalui teleconference zoom meeting.
Kegiatan yang diikuti oleh 28 peserta ini juga turut dihadiri oleh Nashir Efendi (Ketua Umum PP IPM), Deni Wahyudi Kurniawan (Dosen Universitas Prof. Dr. Hamka), dan Wahyu Adi Putra (Influencer, PP IPM).
Dalam pengantarnya, Nashir Efendi (Ketua Umum PP IPM) mengajak para peserta yang hadir untuk mengubah mindset sedikit bicara banyak bekerja.
“Sekarang agaknya kita harus mengubah mindset sedikit bicara banyak bekerja menjadi banyak bicara juga banyak bekerja sebab kita perlu menyuarakan hak-hak anak dan pelajar untuk bisa tetap hidup sehat,” jelas Nashir.
Selain daripada itu, Nashir juga mengatakan bahwa kini anak muda semakin tertarik dan peduli dengan kebijakan.
“Oleh karenanya, kita sebagai kader IPM, kita memiliki bibit-bibit muda yang akan datang, tentu kita tidak ingin 20-30 tahun mendatang memiliki kesehatan yang melemah. Perebutan narasi kesehatan di dunia digital juga tidak kalah penting,” ujar Nashir.
Tak kalah menarik, selanjutnya Deni Wahyudi Kurniawan (Dosen Universitas Prof. Dr. Hamka) yang akrab disapa Deni WK memaparkan materi bertajuk “Peran Pelajar dalam Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia (TAPS Ban)”. Pemaparan ini dilakukan guna memberikan peserta bekal untuk bisa secara sadar terlibat dalam upaya mengkampanyekan isu pengendalian tembakau.
Menurut Deni, langkah awal yang bisa dilakukan oleh organisasi pelajar untuk terlibat dalam kampanye pengendalian tembakau ialah dengan melakukan upaya penyadaran. Budaya merokok harus didenormalisasi.
“Kalau orang melihat merokok itu biasa-biasa saja maka kita kita harus melakukan denormalisasi. Bagaimana caranya? Ya dengan melakukan monitoring industri rokok dan menyuarakannya juga melibatkan publik,” jelas Deni.
Rokok itu seperti pandemi. Ada satu miliar perokok di seluruh dunia. Efek dari hal ini juga bukan hal yang kecil karena ada lima juta yang meninggal setiap tahun akibat merokok. Rokok adalah zat adiktif, semua orang tahu rokok itu berbahaya. Tetapi tidak semuanya bisa berhenti. Data mengatakan ada sebanyak 75% perokok menyatakan ingin berhenti. Sedangkan kurang dari dua persen saja perokok yang berhasil berhenti.
Deni dalam pemaparannya turut mengatakan bahwa merokok dimulai sejak usia yang sangat muda. Dari tahun 2013 ke 2018, jumlah mereka yang merokok semakin meningkat. Menariknya, semakin muda, jumlah mereka yang merokok semakin banyak. Selain itu, rokok di Indonesia dibanding dengan negara-negara di luar masih sangat murah. Imbasnya, anak-anak bisa menjangkaunya dengan mudah sehingga menyebabkan jumlah perokok pemula meningkat.
Lantas bagaimana melawannya? Deni mengungkapkan beberapa caranya yaitu dengan rumus MPOWER. Adapun M yaitu (M)onitor konsumsi produk tembakau dan pencegahannya melalui jalannya kebijakan, P yaitu (P)erlindungan dari paparan asap orang lain, O yaitu (O)ptimalkan dukungan layanan berhenti merokok, W yaitu (W)aspadakan masyarakat bahaya konsumsi tembakau, E yaitu (E)liminasi iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau, terakhir, R yaitu (R)aih kenaikan harga rokok melalui peningkatan cukai dan pajak rokok.
Tantangan kita pada bagian eliminasi terjadi sebab regulasi kita masih sangat lemah. Pembatasan yang sudah tertuang pada regulasi tidak efektif. Dilarang di televisi loncat ke internet.
“Kenapa kita harus melarang iklan rokok sama sekali? ini ibarat kita ingin mengendalikan penyakit, maka yang kita kendalikan adalah agennya. Sebab yang menyebarkan isu dan barangnya ialah agennya,” tutup Deni.
Selain daripada pembekalan mengenai isu pengendalian tembakau, para peserta juga diberikan materi teknis mengenai mekanisme pengelolaan sosial media dan personal branding kreator. Materi bertajuk “Influencer Power” ini disampaikan oleh Wahyu Adi Putra selaku influencer di salah satu platform media sosial.
Menurut Wahyu, pelajar tidak boleh hanya menjadi target. Di ruang maya yang sangat luas, pelajar harus bisa menjadi aktor yang membawa narasi. Ia mengungkapkan bahwa narasi kesehatan termasuk narasi pengendalian tembakau ini juga adalah hal yang harus didorong oleh pelajar.
Dalam pemaparannya, Wahyu membekali peserta dengan teknik membaca algoritma media sosial, menciptakan branding, dan panduan teknis untuk bisa masuk ke dalam Trending maupun FYP (For Your Page).
“Ini waktunya kita yang menjadi aktor di media sosial. Sebab kalau bukan kita, maka akan sangat sayang kesempatannya padahal kita sangat berpotensi untuk memanfaatkannya,” pungkas Wahyu.*(iant)