Al-Qalam Ayat 1 dalam Perspektif Muhammad Syahrur

Al-Qalam Ayat 1 dalam Perspektif Muhammad Syahrur

Uncategorized
5K views
2 Komentar
pelajar muhammadiyah

[adinserter block=”1″]

Al-Qalam Ayat 1 dalam Perspektif Muhammad Syahrur

Uncategorized
5K views
pelajar muhammadiyah
pelajar muhammadiyah

Salah satu cara untuk melihat organisasi yang diikuti oleh seseorang adalah dengan melihat gayanya ketika sedang berbicara dalam forum resmi, terutama ketika sebelum salam penutup. Orang yang menggunakan kalimat penutup sebelum salam dengan kalimat wallahul muwafiq ila aqwamit thoriq hampir bisa dipastikan bahwa orang tersebut adalah nahdliyyin. Jika seseorang menggunakan kalimat nashrun minallah wa fathun qoriib, biasanya orang tersebut mengikuti paham Muhammadiyah.

Sayangnya, kader-kader ortom dalam tubuh Muhammadiyah juga memiliki salam penutup yang berbeda-beda. IMM misalnya, selalu menggunakan nashrun minallah wa fathun qoriib, ditambah dengan fastabiqul khoirot. Sedangkan IPM menggunakan nuun wal qolami wa maa yasthuruun, yang salam ini lebih khusus daripada salam-salam penutup yang lain. Nashrun minallah wa fathun qoriib memang identik dengan Muhammadiyah, namun besar kemungkinan juga digunakan oleh orang diluar Muhammadiyah, dan jumlahnya tidak sedikit. Namun Nuun wal qolami wa maa yasthuruun sangat jarang digunakan oleh orang diluar komunitas IPM, atau bisa disebut bahwa ia lebih khusus daripada salam penutup yang lain.

Kalimat nuun wal qolami wa maa yasthuruun memang menjadi semboyan yang kehadirannya cukup penting untuk menegaskan identitas IPM. Hal ini dituliskan dalam Anggaran Dasar IPM pasal 5 tentang semboyan. Azaki Khoirudin dalam bukunya, Nuun: Tafsir Gerakan Al-Qalam, menjelaskan bahwa didalam semboyan nuun wal qolami wa maa yasthuruun mengandung realitas, paradigma, dan strategi kreatif bagi gerakan IPM.

Menjadi semboyan tentu tidak hanya menjadi penegas identitas dalam salam penutup seperti yang sering disampaikan dalam sambutan-sambutan resmi di berbagai forum IPM. Namun benar-benar diharapkan untuk dapat diinternalisasi nilai-nilai yang ada didalam semboyan tersebut oleh seluruh kader IPM. Syahrur tentu bukan kader IPM, bahkan Muhammadiyah saja bukan. Syahrur memang lahir pada tahun 1938, tahun dimana Muhammadiyah sudah berusia 26 tahun. Namun Syahrur lahir di Damaskus, bukan di Kauman. Ia tinggal di Suriah, dan sempat singgah di Moskow, London, dan beberapa kota lain untuk studi.

Syahrur adalah sarjana teknik yang sekaligus memiliki teori-teori tentang keislaman. Dalam bidang tafsir ia menciptakan teori asinonimitas Al-Qur’an, sedangkan dalam bidang hukum Islam ia menciptakan teori batas (limit, hudud). Dalam pengantar kepada menuju kajian epistemologi Qurani, Syahrur membahas penjelasan dari kalimat nuun wal qolami wa maa yasthuruun menggunakan pendekatan linguistik yang pernah ia pelajari. Ia mulai dikenal di Indonesia di kalangan luas setelah kasus disertasi salah satu mahasiswa doktoral UIN Sunan Kalijaga yang memperkenalkan konsep milk al-yamin milik Syahrur.

Syahrur mengawali penjelasannya dengan mengatakan bahwa pada awalnya, manusia tidak mengenal pembedaan untuk kata ganti laki-laki dan perempuan. Manusia juga belum bisa membedakan bilangan. Baru setelah perkembangan linguistik yang lebih maju, ada pembedaan-pembedaan khusus dalam bahasa. Salah satu media yang sangat penting untuk mengadakan pembedaan dalam bahasa abstrak manusia adalah kata atau suara nún. Dibuktikan dengan surat Al-Qolam ayat 1 yang menjadi semboyan IPM.

Huruf Nún sebagai Pengkhususan yang Berakal

Dalam bahasa Arab, bentuk umum yang merujuk kepada sesuatu yang berakal maupun tidak berakal menggunakan huruf mím (má, yang artinya apa saja; segala sesuatu). Seperti dalam surat An-Nahl ayat 49 yang berbunyi: “dan kepada Allahlah apa (má) yang ada di langit dan apa (má) yang ada di bumi bersujud.”

Lalu kemudian dimasukkan huruf nún untuk mengkhususkan kepada yang berakal saja, sehingga yang sebelumnya berbunyi “má” berubah menjadi “man” (yang artinya siapa saja, setiap yang berakal). Seperti dalam surat Ar-Ra’d ayat 15: “dan kepada Allahlah siapa (man) yang ada di langit dan siapa (man) yang ada di bumi bersujud baik dengan tunduk atau terpaksa.”

yang arti harfiahnya adalah “apa” adalah bentuk umum yang telah digunakan secara historis. Sedangkan man, yang arti harfianya adalah “siapa”, adalah bentuk khusus untuk yang berakal, yang muncul setelah huruf dan nún.

Huruf Nún sebagai Pembeda

Demikian juga huruf nún memberikan pembeda antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat pada kata antum yang awalnya berarti “kalian” baik laki-laki maupun perempuan, namun dalam perkembangannya, untuk perempuan ditambah huruf nún al-niswah sehingga untuk berubah menjadi antunna, dan antum dikhususkan untuk laki-laki.

Dalam konteks Al-Qolam ayat 1, kata nún diikuti dengan wa al-qolam yang diartikan oleh Syahrur dengan al-taqlím (pembedaan). Kemudian ditambah lagi dengan wa maa yasthuruun, yang diartikan oleh Syahrur dengan al-tashthír (komposisi, keteraturan, klasifikasi). Bahwa segala sesuatu itu disusun, seperti dalam surat Al-Qomar ayat 52: “setiap yang kecil dan besar disusun.” Sehingga segala sesuatu masuk pada apa yang ditulis oleh pena.

Perjalanan kata nún adalah dari pembedaan (wal-qolam, taqlím) menuju penyusunan (wa maa yasthuruun, al-tashthír). Syahrur berpendapat bahwa kata atau suara nún (n) ada didalam seluruh bahasa di muka bumi.

Implikasi Gerakan IPM

Ketika huruf nún menjadi pengkhusus untuk yang berakal, maka hal ini menjadi tanda bahwa nyawa gerakan IPM ada pada kekuatan berfikir yang menghasilkan keilmuan. Azaki mengatakan bahwa ada tiga komponen dasar yang terkandung didalam kalimat nuun wal qolami wa maa yasthuruun, yaitu akal, wahyu, dan ilmu pengetahuan. bahwa akal ini diturunkan menjadi paradigma. Sedangkan sumber ilmu atau wahyu diturunkan menjadi realitas, dan ilmu pengetahuan diturunkan menjadi karya. Dimana ketika paradigma, realitas, dan karya bertemu, maka akan menghasilkan gerakan.

Sedangkan dalam kacamata Syahrur, Al-Qolam ayat 1 yang menjadi semboyan IPM mengandung spirit klasifikasi dan penyusunan masa depan peradaban yang lebih baik. Ini menjadi begitu relevan dengan keadaan kader-kader IPM yang merupakan kader paling muda dari keluarga besar Muhammadiyah, dan kader paling muda dari elemen masyarakat yang peduli dengan situasi bangsa.

*) Catatan

  • Penulis adalah Yusuf R Yanuri Ketua Bidang PKK PW IPM Jawa Tengah 
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Sabet Prestasi Nasional, Kader IPM Sidoarjo Unjuk Kreativitas
THEME SONG TANWIR IPM 2019
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

2 Komentar. Leave new

  • Samudera Attalasyah
    6 Maret 2021 12:09

    Maaf masih tidak mengerti..ingin kesimpulannya knp nun wal qolami wama yasthurun jadi semboyan ipm dan arti nya apa. Soalnya saya kurang ngerti kalo berbelit²

    Balas
  • Samudera Attalasyah
    6 Maret 2021 12:10

    Masih kurang mengerti kenapa nun wal qolami wama yasthurun jdi semboyan ipm dan arti / intinya apa

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.