IPM.OR.ID – #IslamBerkemajuan, Abdul Mu’ti mengajak kader Muhammadiyah untuk menjadi umat islam bersikap terbuka dan inklusif. Hal ini tersampaikan dalam Muhasabah Akhir Tahun bersama kader AMM seluruh Indonesia pada Kamis (31/12/2020).
Muhasabah yang digelar oleh PP IPM bersama Nasiyatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) mengusung tema ‘’Peran Organisasi Islam Moderat dalam Dinamika Umat dan Bangsa’’. Abdul Mu’ti turut hadir memberikan pesan pembuka dalam acara ini.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyampaikan pesan terkait Aktualisasi Islam Moderat yang seimbang dunia dan akhirat. Secara khusus, Beliau berpesan, bahwa sebagai umat islam yang moderat atau wasathiyah, kader Muhammadiyah harus terbuka dan inklusif dalam memahami suatu persoalan.
Menurutnya, sikap wasathiyah mengandung lima makna, antara lain: baik, utama, adil, seimbang, dan moderat.
Pertama, wasat artinya baik atau terbaik, kebaikan yang memiliki dimensi kesempurnaan lainnya. Kedua, wasat artinya utama, sesuatu yang sangat penting harus terutamakan, menjadi sangat penting karena posisinya pada pertengahan. Ketiga, wasat artinya Adil secara ilmiah dan adil secara hukum. Umat islam yang berilmu dengan kecerdasaannya dapat memandu dirinya berpikir rasional dan objektif. Sedangkan. Adil secara hukum artinya meletakkan sesuatu berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Keempat, wasat artinya seimbang. Seimbang antara dunia dan akhirat, seimbang antara yang pribadi dengan sosial, agama Islam mengandung ajaran yang seimbang. Kelima, wasat artinya moderat. Umat islam tidak ekstrim dalam berperilaku maupun mengambil keputusan.
Muhammadiyah sejak awal menekankan pentingnya pilar ilmu dan iman. Sesuatu yang ma’ruf yakni sesuatu yang baik dan benar karena dapat diterima berdasarkan hukum, ilmu dan akal sehat.
“Kiblat ormas yang referensional saat ini yakni Muhammadiyah dengan pengejawantahan sebagai islam berkemajuan. Muhammadiyah sebagai gerakan yang menekankan pentingnya ilmu dan iman. Bersikap anti irasional dan berdebat secara ilmiah,’’ terang Abdul Mu’ti.
Menurutnya Muhammadiyah hadir dalam masyarakat untuk menyelesaikan masalah, serta mematuhi ketentuan dari Allah mapun ketentuan sosial yang berlaku. Karena hal tersebut merupakan bagian dari hablum minannas.
‘’Muhammadiyah juga turut berkontribusi dalam hal penanganan covid-19, sedikit naif jika membela negara hanya dilihat dari ikut tidaknya aksi demonstrasi,’’ tangkasnya.
Ia menilai toleransi saat ini banyak bias, maka sudah seharusnya amar ma’ruf berkonstruksi melalui ilmu dan hukum. Dalam hal ini meskipun adanya berbagai perbedaan gerakan namun sepantasnya tidak intoleran.
Menurutnya warga Muhammadiyah memiliki peran penting sebagai penengah yang bisa mengambil keputusan win win solution, serta mudah beradaptasi tetapi tidak kehilangan prinsip.
“Saya mengutip pesan Haedar Nashir, Jika kalian tidak bisa menyelesaikan masalah maka janganlah menambah masalah,” tutup Abdul Mu’ti. (*Vira)