Menalar Dakwah, Memahami Realitas: Sebuah Refleksi PDPMN 2025

Menalar Dakwah, Memahami Realitas: Sebuah Refleksi PDPMN 2025

OpiniOpini PelajarPDPM
155 views
Tidak ada komentar
Menalar Dakwah, Memahami Realitas: Sebuah Refleksi PDPMN 2025

Menalar Dakwah, Memahami Realitas: Sebuah Refleksi PDPMN 2025

OpiniOpini PelajarPDPM
155 views
Menalar Dakwah, Memahami Realitas: Sebuah Refleksi PDPMN 2025
Menalar Dakwah, Memahami Realitas: Sebuah Refleksi PDPMN 2025

Pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh E. F. Schumacher dalam Small is Beautiful, tidak boleh berhenti pada aspek “know-how”, tetapi juga harus mengedepankan “know-why”—”the need to understand why things are as they are and what we are to do with our lives.” Prinsip ini menjadi pondasi bagi Pelatihan Dai Pelajar Muhammadiyah Nasional 2025 (PDPMN 2025), yang tidak hanya berfokus pada keterampilan dakwah, tetapi juga membentuk cara berpikir kritis dalam memahami realitas sosial. Melalui pembelajaran diskursif dan ekspedisi lapangan, PDPMN 2025 dirancang untuk membekali peserta dengan wawasan yang lebih kontekstual dan solutif dalam merespons berbagai tantangan dakwah.

PDPMN 2025 diselenggarakan dalam dua tahap. Sesi daring (8–9 Februari) menghadirkan pemateri Kiai Kusen dan Twediana Budi Hapsari, sementara sesi luring (12–16 Februari) di Kota Denpasar mengundang Alimatul Qibtiyah, I Ketut Ardhana, serta perwakilan komunitas dakwah, Ilham Effendi dan Fairuz Zahidah. Dalam sesi ekspedisi, peserta menelusuri Kampung Islam Kepaon, Kampung Bugis, Museum Bali, dan Puja Mandala, serta berdialog langsung dengan komunitas adat dan agama di setiap destinasi. Sebagai bentuk implementasi, peserta diberikan misi berbasis project-based learning (PBL) untuk merancang strategi dakwah kontekstual sesuai dengan realitas sosial yang mereka hadapi.

Pendekatan epistemologis yang digunakan dalam PDPMN 2025 berpijak pada epistemologi al-Jabiri yang biasa digunakan dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah, yakni bayani, burhani, dan irfani. Pendekatan bayani menekankan dalil-dalil tekstual dalam memahami ajaran Islam; burhani mengandalkan analisis rasional dan pendekatan ilmiah; sementara irfani menekankan intuisi, kedalaman spiritual, dan empati. Integrasi ketiga pendekatan ini memungkinkan peserta memahami dakwah bukan hanya sebagai penyampaian pesan, tetapi sebagai proses adaptasi dan solusi bagi masyarakat.

Epistemologi dalam Merespons Realitas Sosial

Seorang dai sering kali dihadapkan pada dilema dalam merespons realitas sosial. Ada praktik yang dapat diakomodasi dalam Islam, tetapi ada pula yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan. Contohnya, dalam tradisi khitan perempuan, pendekatan bayani tidak menemukan dalil kuat yang mewajibkannya. Burhani, melalui kajian medis, membuktikan dampak negatifnya, sementara irfani menegaskan bahwa praktik ini tidak mencerminkan empati dan justru melanggengkan ketidakadilan berbasis gender. Oleh karena itu, dalam perspektif Manhaj Tarjih, tradisi ini ditolak.

Sebaliknya, dalam kasus tahlilan, pendekatan bayani dan burhani cenderung tidak merekomendasikannya, tetapi irfani membuka ruang penerimaan selama tidak menimbulkan kemudaratan dan dapat menjadi sarana penguatan ukhuwah Islamiyah. Pemahaman kontekstual semacam ini menjadi prinsip utama PDPMN 2025, yakni menyiapkan dai yang tidak hanya menguasai metode dakwah, tetapi juga memiliki wawasan keilmuan yang dapat membantu mereka memahami situasi dan kondisi sosial di masyarakat.

Pelatihan dakwah yang hanya menitikberatkan pada teknik ceramah tanpa mengakomodasi kompleksitas sosial tidak lagi cukup dalam membekali dai menghadapi tantangan zaman, kecuali jika pelatihan tersebut memang hanya berfokus pada aspek tersebut. PDPMN 2025 mengasumsikan bahwa peserta sudah memiliki kompetensi dasar dakwah, sehingga fokus utama pelatihan ini bukan sekadar aspek teknis, melainkan pada konten dan bagaimana Islam dapat dihadirkan sebagai rahmat bagi semesta alam, sebagaimana tema PDPMN 2025: Sriwedari Keberagaman: Menyemai Dakwah Islam Berkemajuan.

Dakwah Lintas Disiplin

PDPMN 2025 mengadopsi metode “multi-”, “inter-”, dan transdisipliner dalam merancang strategi dakwah yang lebih relevan dengan tantangan kontemporer. M. Amin Abdullah dalam Fresh Ijtihad menjelaskan bahwa metode ini ditempuh salah satunya melalui proses multi and cross reference (marāji’), yaitu memperbandingkan dan memanfaatkan berbagai sumber keilmuan dalam memahami suatu fenomena. Dalam konteks dakwah digital, misalnya, seorang dai tidak cukup hanya memahami komunikasi syar’i, tetapi juga harus menguasai etika media, strategi algoritma, serta dinamika psikologi massa agar pesan dakwahnya dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam.

Tanpa metode “multi-”, “inter-“, dan transdisipliner, dakwah berisiko terjebak dalam pengulangan tafsir lama yang tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Perspektif ini memungkinkan dai untuk menyampaikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dengan lebih adaptif dan inklusif dalam menghadapi realitas masyarakat yang terus berkembang. Dengan demikian, eksplorasi dan eksperimentasi dalam metode pelatihan dakwah menjadi suatu keharusan yang tidak dapat diabaikan.

Tentu, model pelatihan dakwah semacam ini masih menghadapi resistensi dari sebagian pihak yang berpandangan bahwa pelatihan dakwah seharusnya hanya berfokus pada penguasaan keterampilan ceramah. Meskipun pandangan ini tidak sepenuhnya keliru, pendekatan semacam itu tidak lagi cukup untuk menjawab tantangan dakwah di era disrupsi seperti ini. Seorang dai tidak cukup hanya menjadi penceramah yang piawai bermain kata di mimbar, tetapi juga harus mampu menjembatani teks, rasio, dan empati dalam praksis dakwahnya, serta menjadi penggerak dalam berbagai lanskap transformasi sosial.

Kemampuan ini tidak dapat diperoleh hanya melalui kajian di ruang kelas, tetapi harus diperkuat dengan keterlibatan langsung dalam realitas sosial. Inilah semangat utama yang diusung oleh PDPMN 2025: membekali peserta tidak hanya dengan wawasan teknis dakwah, tetapi juga dengan pemikiran yang lebih reflektif dan kontekstual serta berorientasi pada kemaslahatan. PDPMN 2025 menegaskan bahwa dakwah bukan hanya soal menyampaikan pesan, tetapi juga membangun pemahaman yang lebih luas dan relevan terhadap perubahan sosial yang terus berkembang.

  • Penulis bernama M. Jauzi Sandiah, Sekretaris PP IPM Bidang Kajian dan Dakwah Islam. Tukang baca sastra yang senang lari pagi.
  • Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.
PDPM 1 PC IPM Panawuan: Manifestasi Dakwah Pelajar
Semiloknas 2: Wujud Komitmen PP IPM dalam Penguatan Perkaderan
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.