IPM.OR.ID, Berkarya di Rumah – Lembaga Lingkungan Hidup (LLH) PP IPM selenggarakan diskusi daring memperingati Hari Bumi ke-50 (21/4). Diskusi ini membahas hikmah apa yang bisa diambil dari pandemi Covid-19 dalam persepektif ekologi.
Menurut Syahrul Ramadhan Yusuf (Cak Syahrul), Muhammadiyah masih tergolong lambat dalam menangani masalah ekologi. Hal ini Cak Rul sampaikan dengan membandingkan respon Forum Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) dan WALHI. Menurut Cak Rul, Komite Nasional Kader Hijau Muhammadiyah yang berlaku sebagai pemantik diskusi hal ini disebabkan karena AMM selama ini lebih suka melakukan diskusi keilmuan dibandingkan melakukan gerakan praksis.
Dalam sudut pandang Agama setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Dalam konsep teologi lingkungan dijelaskan bahwa sejatinya kerusakan lingkungan itu dikarenakan tangan manusia sendiri, sehingga bisa dimaknai bahwa covid-19 terjadi sebab perbuatan manusia sendiri.
Dalam prespetif lingkungan, dampak positif dari covid-19 yakni kualitas udara atau air quality membaik seiring dengan berkurangnya intensitas manusia berkegiatan di luar rumah, berkurangnya pemakaian kendaraan bermotor. Jakarta misalnya. Data menunjukkan, Jakarta Selatan sebelumnya mempunyai Indeks kualitas udara 170 turun menjadi 150. Jakarta Pusat, 120 turun menjadi 90. Semakin rendah Indeks kualitas udara suatu tempat maka kualitas udaranya semakin baik.
Selain itu ada kemungkinan produksi sampah juga mengalami penurunan yang signifikan di beberapa daerah. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat ada penurunan sekitar 600 ton per hari. Solo, Magelang dan kota-kota lainnya mengalami penurunan 10 hingga 20 persen.
Namun dibalik dampak positif dari Covid-19 ini, proyek oligarki tetap berlanjut walaupun Covid-19 melanda. Penambangan kendang tetap berlanjut. Omnibus Law yang semakin dipaksa untuk disahkan. Cak Syahrul berpesan, mengambil hikmah itu memang wajib, tapi tetap melawan itu harus!
Kamu bisa menonton ulang diskusi daring tersebut di sini.