IPM dan Pendidikan di Tapal Batas

IPM dan Pendidikan di Tapal Batas

Opini
1K views
Tidak ada komentar

[adinserter block=”1″]

IPM dan Pendidikan di Tapal Batas

Opini
1K views

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang berbatasan langsung dengan negara lain yaitu Malaysia. Luas daerah yang sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas pulau Jawa menjadikan Kalimantan Barat sebagai provinsi ke-empat terluas di Indonesia. Tentu ini berdampak pada ketergantungan yang tinggi terhadap Malaysia di kalangan sebagian penduduk di Provinsi Kalimantan Barat mengurangi “keterikatan” sebagai Warga Negara Indonesia[1].

Terlebih jika kita memandang dari aspek pendidikan, dimana Kalimantan Barat menjadi salah provinsi yang masih terdapat banyak masyarakat yang tertutup dengan kemajuan zaman. Berdasarkan data dari RKPD Prov. Kalbar 2016 menyebutkan bahwa Indikator utama yang berperan diantaranya pada capaian angka melek huruf. Angka melek huruf pada tahun 2014 mencapai 97,92%, mengalami kenaikan sebesar 0,39 persen poin bila dibanding tahun 2013 (97,53%)[2]. Artinya, penduduk Kalimantan Barat masih cukup asing dengan dunia pendidikan, khususnya daerah perbatasan. Dimana, hingga saat ini penduduk yang tinggal di daerah perbatasan menganggap bahwa pendidikan bukan hal yang penting dalam kehidupan mereka.

Terdapat faktor yang mendasar dari sulitnya pendidikan masuk ke daerah perbatasan khususnya di Kalimantan barat salah satunya adalah akses jalan menuju daerah tersebut yang masih belum dioptimalkan oleh pemerintah. Lambatnya penanganan dalam membangun akses jalan yang memadai membuat masyarakat sulit dalam hal interaksi sosial maupun memenuhi kebutuhan ekonomi yang tidak mereka dapatkan didaerah mereka, dalam artian secara tidak sadar daerah tersebut menjadi terisolir karena akses jalan yang tidak bisa digunakan  untuk menghubungkan mereka dengan daerah lain. Bahkan, beberapa daerah perbatasan di Kalimantan Barat harus di tempuh dengan jalur air karena akses darat yang tidak bisa digunakan ketika hujan turun dan tidak dapat digunakan karena sudah tertutupi oleh pohon-pohon tinggi. Hal ini menjadikan pendidikan sulit masuk ke daerah yang akses jalannya tidak memungkinkan untuk dilalui bagi para pendatang.

Selain itu, faktor yang menjadikan masyarakat di perbatasan  sulit untuk mendapatkan pendidikan yang layak adalah ketergantungan masyarakat kepada negara tetangga yaitu Malaysia. Tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas masyarakat di daerah perbatasan lebih menggantungkan kehidupan mereka kepada Malaysia karean kebutuhan yang mereka perlukan jauh lebih mudah didapatkan disana, dibandingkan di Indonesia. Bahkan, mayoritas masyarakat perbatasan lebih memilih bekerja sebagai TKI dan TKW di negara Malaysia dengan alasan jarak yang lebih dekat dan gaji yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Akibatnya, anak-anak dari TKI dan TKW tersebut banyak yang ditinggal pergi orang tuanya bekerja di negeri orang dan membuat mereka tidak mendapatkan perhatian khusus di dunia pendidikan.

Namun, faktor yang paling menyedihkan dari keberadaan dunia pendidikan di tapal batas adalah pernikahan di usia dini. Bagi masyarakat perbatasan, mereka masih mempercayai kepercayaan untuk menikahkan anak-anak mereka di usia muda agar mampu hidup mandiri bahkan ada beberapa alasan yang menyatakan pernikahan anak mereka karena alasan ekonomi, sehingga banyak diantara anak-anak yang dinikahkan dengan orang yang usianya jauh diatas mereka. Kebanyakan dari mereka masih berusia 15 tahun bahkan 12 tahun sudah ada yang memiliki anak. Tragis memang jika kita harus menerima kenyataan ketika di usia produktif, mereka sudah harus menjalani kehidupan rumah tangga dan melunturkan harapan mereka untuk menjadi sukses.

Melihat kenyataan itu sudah seharusnya faktor ini menjadi tugas kita semua yang saat ini jauh lebih beruntung dari mereka, dimana peran kita sebagai penggerak utama dalam memajukan dunia pendidikan khususnya di Kalimantan Barat. Pendidikan juga semestinya harus di sentuhkan kepada anak-anak dan remaja di daerah tersebut. Mereka yang berada di perbatasan tentunya juga memiliki hak yang sama untuk dapat menjadi salah satu dari pemeran utama kemajuan bangsa ini. Terlepas dari kenyataannya, bahwa faktor-faktor tersebut hingga saat ini masih menjadi misteri yang sulit dipecahkan yang membuat mereka menjadi penduduk yang dianggap terlampau jauh akan segala aspek kehidupan yang sudah moderen saat ini. Namun, ketika hal ini kita biarkan terlalu lama maka suatu saat negara kita akan kembali dijajah, bukan oleh penjajah namun oleh kebodohan masyarakatnya.

Tugas ini juga menjadi sorotan utama bagi IPM di Kalimantan Barat yang hingga saat ini dari 14 Kota dan Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat, pimpinan daerah yang baru terbentuk yaitu berjumlah 7 daerah. Alasannya pun sama, yaitu sulitnya menjangkau daerah0daerha tersebut sehingga saat inipun pergerakan pelajar Muhammadiyah belum dapat diarasakan oleh seluruh pelajar Muhammadiyah di kalimantan Barat. Hal ini berakibat kepada pelajar Muhammadiyah di perbatasan belum mengetahui tentang peran penting sebuah organisasi pelajar bagi pendidikan mereka.

Terlebih ketika sebuah organisasi merupakan hal yang sangat dilarang keberadaan nya dalam suatu kehidupan masyarakat yang menutup diri dari dunia luar. Dalam menganalisis organisasi setidaknya ada dua pertanyaan utama yang perlu di pertimbangkan yaitu “sejauh  mana teori yang akan digunakan relevan serta bagaimana mengaplikasi teori tersebut?”[3]. Selain itu, faktor tambahan yang dihadapi ketika organisasi masuk dalam lingkungan perbatasan adalah faktor lingkungan dan kebudayaan masyarakatnya yang memegang teguh adat dan istiadat sehingga masih menjadi hambatan dalam pengembangan sebuah organisasi, khususnya organisasi pelajar yang berlabel Muhammadiyah.

Lalu, bagaimana peran Muhammadiyah dan IPM dalam menanggapi dan mencari solusi atas permasalahan ini?

Guna menjawab tantangan ini proses kaderisasi menjadi salah satu langkah awal untuk mengoptimalkan pendidikan dan gerakan IPM di daerah perbatasan. Mengingat bahwa pelajar diperbatasan memiliki kesempatan sama dan semangat yang luar biasa untuk dapat terus belajar. Ikatan Pelajar Muhammadiyah berperan sebagai pintu awal bagi pelajar di perbatasan untuk merubah pemikiran mereka untuk semakin luas akan pentingnya pendidikan, khususnya bagi kemajuan daerah mereka.

Demi mewujudkan hal itu tentu kita harus mengenali potensi yang berkembang di daerah tersebut dimana hal ini harus didorong oleh kita sebagai salah satu peran organisasi pelajar seperti IPM untuk dapat mewadahi keingintahuan mereka yang dibatasi oleh keterbatasan. Kekuatan dari setiap daerah perbatasan sebetulnya memiliki kesamaan landasan, yaitu kesempatan mereka yang jauh lebih banyak mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satunya seperti pemanfaatan kekayaan alam, tentu daerah perbatasan memiliki wilayah hutan dan lahan terbuka yang cukup luas. Hal ini dapat menjadi modal awal bagi masyarakat untuk mengolah SDA. Disini, peran pendidikan ikut andil aktif sebagai  dasar pengetahuan bagaimana mengelola SDA yang melimpah menjadi sesuatu yang bisa bernilai ekonomis tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Pelajar sebagai penggerak ilmu pemgetahuan tentu dapat menentukan tindakan dari potensi yang besar ini, melalui pengajaran ilmu pengetahuan dalam pemanfaatan alam sekitar dan hal itu di dapatkan di dunia pendidikan.

Selain potensi SDA yang melimpah, potensi dari SDM juga menjadi faktor pendukung dalan kemajuan pendidikan di daerah perbatasan tersebut. Mengingat bahwa daerah perbatasan masih mempercayai bahwa banyak anak akan mendatangkan banyak rezeki. Potensi ini harus diarahkan agar potensi yang ada dapat di manfaatkan menjadi suatu hal yang dapat mendorong kesjahteraan masyaraktnya. Peran bidang advokasi sebagai penghubung masyarakat dalam mengembangkan hal tersebut, tentu menjadi pengaruh besar. Ketika masyarakat mendapatkan pembinaan bagaimana memanfaatkan kemampuan mereka untuk dapat memaksimalkan potensi SDA yang ada, hal itu sudah menjadi satu langkah pasti kemajuan bagi mereka. Melalui advokasi dan sentuhan pendidikan bagi masyarakat, khususnya mereka yang berada diusia produktif menjadi suatu bekal yang akan mereka terapkan untuk mengolah potensi yang ada di sekitar mereka.

Maka dari itu tugas sebuah organisasi khususnya IPM sebagai organisasi yang bergerak di lingkup pelajar harus mengetahui potensi kader, dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai dalam IPM itu sendiri, guna memajukan dunia pendidikan di Indonesia khususnya di Kalimantan Barat. Hal yang lebih terpenting adalah IPM haruslah mampu membantu setiap kader dalam mengaplikasikan inspirasi dan aspirasi mereka untuk perubahan kearah yang lebih baik lagi, baik dalam berproses maupun berprogres.

Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi salah satu wadah bagi para pelajar dalam memanfaatkan masa muda dengan karya dan aksi nyata guna menjadi calon pemeran perubahan negara. Bagi setiap pelajar tentunya mempunyai hak yang sama ketika mereka harus menempuh pendidikan formal maupun non-formal dimanapun mereka berada. IPM di Kalimantan barat mempunyai poin tambahan dalam proses kaderisasi di salah satu provinsi terluas ini. Hal ini berkenaan tentang bagaimana mengembangkan potensi pelajar di perbatasan yang memiliki banyak keterbatasan namun terap dapat merasakan organisasi dapat hidup di sendi-sendi kehidupan mereka.

Melalui pengembangan potensi yang dapat mendukung proses mereka dalam melanjutkan estafet kepemimpinan organisasi di daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain dimana ketergantungan terhadap negara lain sangatlah erat bagi mereka. Namun, ketika proses kaderisasi tersebut menemukan titik dimana mereka temukan potensi dari kader di perbatasan, tentunya hal tersebut dapa menjadi pendukung utama bagi pelajar di perbatasan negara.

Waulaupun hal ini masih menjadi tantangan IPM Kalbar dalam membentuk pimpinan daerah di seluruh kota dan kabupaten di Kalimantan Barat, namun sejauh ini perkembangan dari beberapa dari daerah yang saat ini telah dibentuk pimpinan daerahnya masih mendapatkan tempat khusus di Muhammadiyah dan bahkan masyarakat sendiri.

 

[1] Mita Noveria,Kedaulatan Indonesia di wilayah Perbatasan:Perspektif Multidimensi (P2 Kependudukan-LIPI:Jakarta) hlm.6

[2] Evaluasi Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu dan Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan | RKPD Prov. Kalbar Tahun 2016. Hlm.11

[3] Andreas Budihardjo, Organisasi: Menuju Pencapaian Kinerja Optimum (Prasetya Mulya Publishing: Jakarta) hlm.2

 

*) Catatan

  • Penulis adalah Dhesty Ayu Saputry, Sekretaris Bidang Organisasi PW IPM Kalimantan Barat sekaligus mahasiswa S1 Bimbingan dan Konseling Islam IAIN Pontianak. Korespondensi dapat dilakukan melalui WA 08993215179.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Meningkatkan Budaya Literasi Ala IPM Batu
Radikalisme, Ramadhan, dan Reorientasi Gerak IPM
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.