IPM.OR.ID., GUNUNG KIDUL – Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menorehkan capaian gemilang dengan sukses menggelar Ruang Advokasi dan Gender Pelajar Muhammadiyah (Ragam). Kegiatan ini berpusat di SD Muhammadiyah Al Mujahidin, Gunung Kidul, pada Jumat (18/4/2025) sampai Ahad (20/4/2025).
Diikuti oleh pelajar Muhammadiyah dari berbagai daerah di DIY dan luar DIY, kegiatan ini diawali dengan pembukaan yang dihadiri oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Iwan Setiawan, Wakil Bupati Gunung Kidul Joko Parwoto, dan Ketua Umum PW IPM DIY Naufal Labiba Wildan.
Dengan mengusung tema “Harmony in Action: Breaking Barriers, Building Futures” kegiatan ini adalah upaya untuk menciptakan keharmonisan dalam tindakan melalui pemecahan masalah yang ada. “Breaking Barriers”, merupakan ajakan untuk melawan segala bentuk hambatan yang selama ini membatasi potensi individu maupun kelompok. Sedangkan, “Building Futures”, maksudnya adalah pelajar Muhammadiyah dibentuk agar menjadi katalisator perubahan dalam membangun masa depan yang lebih baik, moderat dan inklusif.
Senada dengan itu, Ketua Panitia Ragam, Annisa Hana, mengatakan bahwa kegiatan ini adalah langkah nyata PW IPM DIY dalam membuat wadah yang dapat mencetak katalisator perubahan yang lebih berdaya, peka sosial, dan memiliki pemahaman yang mendalam mengenai advokasi dan gender.
“Dengan kapasitas riset gender dan penyusunan instrumen advokasi yang kuat, kami percaya bahwa kegiatan ini dapat menciptakan ruang diskusi dan kolaborasi yang konstruktif bagi pelajar Muhammadiyah,” terang Annisa.
Hal ini menjadikan Ragam sebagai agenda strategis yang harapannya dapat mendorong terciptanya pelajar yang memiliki kapasitas dalam riset gender dan penyusunan instrumen advokasi serta mendorong terciptanya ruang diskusi dan kolaborasi yang konstruktif bagi pelajar Muhammadiyah, sehingga nantinya bisa memberikan sumbangsih jangka panjang untuk kehidupan sosial.
Agenda Ragam juga menghadirkan beragam narasumber inspiratif yang profesional dalam persoalan Advokasi dan Gender, terdiri dari Alimatul Qibtiyah, Muhammad Saeroni, Inayah Rohmaniyah, Jose Fernando, Melki Hartomi dan Muhammad Yasir Abdad. Meskipun isu advokasi dan gender merupakan materi yang terbilang cukup berat bagi usia pelajar, PW IPM DIY memutuskan untuk melakukan metode gamifikasi pada pelatihan kali ini.
Digunakannya metode gamifikasi agar peserta pelatihan tidak merasa jenuh dengan suasana tradisional yang biasa digunakan pelatihan pada umumnya.
“Penggunaan metode gamifikasi dapat memfasilitasi seluruh gaya belajar peserta, membuat pelatihan menjadi lebih menyenangkan, dan tentunya tanpa mengurangi bobot materi yang ada,” ujar salah satu peserta Ragam.
Tema gamifikasi yang terinspirasi dari serial Harry Potter seketika menyihir seluruh unsur dasar pelatihan. Mulai dari penyebutan lokasi, peserta, panitia, dan pemateri menggunakan istilah-istilah sekolah sihir. Alur pelatihan juga disusun sedemikian rupa layaknya serial Harry Potter. Ketika pelatihan berlangsung peserta telah diberikan misi yang dikemas dalam bentuk tertentu seperti melengkapi cerita, role play, gallery walk, dan misi pencarian kekuatan sihir, hal ini membuat pelatihan menjadi lebih menarik.
Tidak berhenti sampai disitu, peserta berkesempatan melakukan institutional visit untuk mengenal permasalahan gender yang terjadi di lapangan serta melakukan mini riset terhadap permasalahan tersebut. Terdapat 3 tempat yang menjadi tujuan peserta Ragam, yaitu Yayasan Mata Jiwa, Kelompok Ekonomi Produktif Desa Perempuan Indonesia Maju Mandiri (KEP Desa PRIMA), dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Gunung Kidul. Ragam ditutup dengan drama kolosal dari Master of Game (MOG) dengan epik dan penuh canda tawa. *(Evan/yud)