Peringatan Kemerdekaan ke-77 tahun Republik Indonesia tinggal menghitung hari. HUT RI tahun ini mengusung tema “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”. Menjadi gambaran semangat kemerdekaan tahun ini adalah merdeka dari ketakutan dan ancaman pandemi, beserta dinamika global yang datang belakangan, seperti kenaikan harga pangan dan energi, resesi perekonomian global, hingga pertikaian negara-negara adikuasa.
Namun, saya nggak akan menulis panjang lebar tentang kemerdekaan dan temanya. Saya mengajak para pembaca sekalian sebagai generasi muda untuk mengambil semangat kemerdekaan dalam konteks diri kita sebagai kader IPM dan sebagai pelajar. Kemerdekaan dahulu adalah semangat menumpahkan darah demi menghapuskan kolonialisme, pendudukan, dan kebodohan. Semangat kemerdekaan ini tertera dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama:
“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Jika kita tarik pada gerakan pelajar berkemajuan, semangat kemerdekaan ini sangat sesuai dengan tiga karakteristik Gerakan Pelajar Berkemajuan, yaitu Pencerdasan, Pemberdayaan, dan Pembebasan (3P). Lalu bagaimana kita menjelaskan karakter 3P ini dalam konteks kemerdekaan Indonesia?
Pencerdasan
Pencerdasan yang dimaksud adalah untuk membangun kesadaran para pelajar memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial, sehingga para pelajar menjadi pribadi yang inovatif. Orientasi pencerdasan ini dapat dilakukan melalui gerakan literasi, dengan habitus baca, tulis, dan diskusi.
Dahulu, pencerdasan dilakukan para Bapak Bangsa (founding father) beserta dengan segenap masyarakat Hindia Belanda (yang sejak 1928 disebut dengan Indonesia), seperti Muhammadiyah, NU, PNI, ISDV, dan berbagai organisasi nasional lain. Pencerdasan dilakukan dengan penyediaan akses dan layanan pendidikan bagi pribumi juga kemunculan pers dan kegiatan-kegiatan literasi.
Dalam konteks saat ini, pencerdasan yang perlu kita lakukan memasuki ranah yang lebih luas dan mendalam. IPM dan pelajar secara umum perlu memasuki ranah-ranah yang bisa menentukan kemajuan zaman. Mulai dari sains, teknologi, engineering, matematika hingga berbagai bidang lain seperti ekonomi, politik, hukum, juga psiko-sosio-antropologi. Salah satu contohnya, untuk melakukan pencerdasan IPM perlu mendorong pelajar lebih banyak masuk dalam ranah keilmuan seperti programming, keteknikan, ekonomi digital, hingga politik.
Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah mengorganisasi sumber daya untuk melakukan perubahan. Dapat dilakukan dengan peningkatan keterampilan pelajar disertai dengan mentorship. Dahulu pemberdayaan dilakukan dengan mulai mempraktikkan ilmu-ilmu yang sudah didapat. Kita tentu tidak asing dengan kisah Kiai Dahlan yang mengajak para muridnya beraksi menerapkan semangat Al-Maun setelah 3 bulan mempelajari tafsirnya, juga semangat Al-Ashr setelah 7 bulan mengupas tuntas.
Dalam konteks saat ini, pemberdayaan adalah menerapkan berbagai keilmuan yang dimiliki pelajar dan para kader. Menurut hemat penulis, di sinilah peran IPM paling krusial. IPM di setiap struktur perlu menjembatani para pelajar dengan berbagai kemampuan dengan pihak di luar IPM dalam rangka menerapkan gerakan pemberdayaan bagi pelajar.
Misalnya, menghubungkan dengan non-governmental organization (NGO) untuk memberi ruang para kader di bidang riset mengembangkan kemampuannya secara profesional. Dapat pula menghubungkan para pelajar dan kader yang ahli di bidang ekonomi dan informatika dengan korporasi, baik perusahaan yang telah mapan maupun start-up yang sedang tumbuh kencang bak jamur di musim hujan. Selain itu, IPM juga dapat menjembatani kader dan basis massa dengan pemerintahan, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif untuk memberi ruang kader-kader yang menguasai keilmuan di bidang ekososbudpol.
Pembebasan
Setelah membekali dengan melalui upaya-upaya pencerdasan dan melatih melalui rangkaian pemberdayaan, selanjutnya yang dilakukan adalah pembebasan. Pembebasan adalah membiarkan pelajar dan kader memilih profesi dan kegiatan sesuai kemampuan dan jaringannya, lalu tumbuh besar di dunianya tersebut.
Jadi apapun, kader dan pelajar yang berkembang lewat rahim IPM dapat kembali pada Muhammadiyah dalam arti memberikan kontribusi pada Muhammadiyah semampunya. Bisa melalui struktur, namun bisa juga tidak. Kalaupun para kader ini tidak menjadi bagian dari struktur, sekurang-kurangnya mereka menjadi duta Muhammadiyah di manapun berada.
Lebih lanjut lagi, makna pembebasan saat ini adalah IPM memberi ruang seluas-luasnya bagi kadernya untuk menjadi kader kemanusiaan dan kader bangsa. Penulis tidak menyebutkan kader persyarikatan, karena (meskipun tidak bisa dikatakan optimal) sudah cukup banyak kader IPM yang melanjutkan jenjang perkaderan dan pengabdiannya di Persyarikatan Muhammadiyah.
Sementara itu, sangat sedikit kader IPM yang menjadi aktor utama di berbagai bidang, baik dalam korporasi, pemerintahan, maupun NGO nasional dan global. Hal ini perlu menjadi perhatian, karena dengan memberdayakan dan membebaskan melalui berbagai pilihan, itu berarti memunculkan kedaulatan dan kemandirian dalam diri pelajar dengan lebih banyak cara. Kita semua tentu sepakat bahwa berdaulat dan mandiri adalah ciri-ciri kemerdekaan.
***
Selamat Hari Kemerdekaan, semoga menjadi refleksi bagi kita untuk menerapkan semangat pelajar berkemajuan dan menjadi insan yang merdeka. Dirgahayu Republik Indonesia!
- Penulis adalah Nabhan Mudrik Alyaum. Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Bidang Perkaderan.
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.