IPM.OR.ID., MEDAN – Perjuangan peserta Muktamar ke-23 IPM yang diselenggarakan di Medan menjadi kisah tersendiri bagi M. Adri Ramadhan dan Majidi Aprizan. Muktamirin asal Indonesia Timur tersebut membagikan ceritanya saat diwawancarai tim media muktamar pada Kamis (17/08/2023).
Adri mewakili PD IPM Merauke sebagai peserta Muktamar ke-23 IPM yang akan diadakan 18 – 20 Agustus mendatang. Ia mengungkap bahwa jalannya mempersiapkan muktamar di tahun ini sedikit mengalami kesulitan. Pasalnya, mulai dari harga tiket pesawat yang cukup mahal serta jarak yang jauh, Adri sempat tidak disetujui oleh Ayahanda dan Ibundanya untuk berangkat.
“Kami berangkat dari tanggal 16, itupun kami harus menjual laptop dan mengambil uang beasiswa KIP kami untuk bisa berangkat muktamar di Medan,” ujar Adri.
Adri menambahkan jika saat ini belum ada kejelasan bantuan dana transportasi untuk kepulangan mereka dari pemerintah setempat. Hanya ada satu orang anggota IPM Merauke yang tersisa di sana untuk bergerak menghimpun dana bagi Adri dan peserta lainnya.
“Kita tetap paksa dan nekat untuk ikut bermuktamar walaupun bertahan hanya dengan 300 ribu selama di Medan sebab banyak suara yang ingin kami sampaikan ke Pimpinan Pusat, dari itu kita berharap muktamar ini dapat berjalan dengan adil sebagaimana tupoksinya,” tuturnya.
Lain halnya dengan Majidi Aprizan, muktamirin asal NTB. Dirinya bersama seorang rekannya hanya berdua yang telah sampai di Medan untuk mengikuti rangkaian kegiatan muktamar.
“Rencana awal yang berangkat tiga orang, tapi satu rekan kami yaitu Ketua PD IPM Bima tidak jadi ikut karena mengalami kecelakaan saat mengambil bambu di gunung yang menyebabkan wajahnya terluka,” ungkap Majidi.
Terlepas dari kendala yang ada, Majidi dan muktamirin NTB lainnya tetap semangat mengikuti muktamar di Medan dan berharap muktamar ini berjalan dengan lancar serta menghasilkan ide dan pimpinan yang lebih baik. (*Thal/Gus)