Hadirnya profil Pelajar Islami pada materi Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ke-22 sebagai hal solusi dari adanya diskoneksi pemikiran yang mengakibatkan generasi penerus Muhammadiyah kehilangan jati dirinya. Melihat hadirnya organisasi tersebut bertujuan untuk menciptakan masyarakat islam yang sebenar-benarnya, tentu hal tersebut menuntut supaya kader IPM se-Indonesia bisa selaras dengan tujuan induk organisasi tersebut, yaitu Muhammadiyah.
Perubahan zaman yang sangat dinamis mengakibatkan pergeseran watak dan karakteristik sehingga pola pendidikan, maupun pendampingan sangat berbeda seperti dahulu, sehingga pengemasan penyampaian harus bersifat kreatif dan kekinian supaya literasi mengenai keislaman tidak kurang, selain itu kekhawatiran yang muncul di kemudian hari bahwa kader IPM sudah tidak islami lagi.
Penguatan Sektor Ekonomi
Apalagi pada kondisi saat ini yang menjadi tumpuan pergerakan peradaban islam harus dikuatkan dari sektor kemandirian ekonomi terlebih dahulu. Jika kita melihat pada masa dahulu kala penyebaran agama islam dimulai dari sebuah jalur perdagangan, di mana ada perdagangan di sana ada dakwah yang disampaikan, dan sampai saatnya islam menguasai sepertiga dunia. Sama halnya organisasi Muhammadiyah hadir dan didirikan bermulai dari spirit wirausaha yang dicontohkan oleh pendirinya K.H Ahmad Dahlan, yang melakukan perdagangan batik, dari permulaan itu organisasi yang didirikannya bisa dikenal sampai ke penjuru dunia.
Pada saat ini Muhammadiyah pun sedang memperkuat pilar ekonomi sehingga bisa menciptakan ekosistem yang mandiri, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir juga menceritakan bahwa dalam konteks ajaran agama Islam, usaha di bidang ekonomi menjadi bagian dari etos Islam. Islam mengajarkan agar kita memiliki kekuatan tangan di atas dan jangan menjadi tangan di bawah, perintah untuk zakat, infak, dan sedekah secara langsung meniscayakan setiap muslim untuk berkemampuan secara ekonomi.
Khittah Moderasi Pelajar Sebagai Alternatif
Khittah Moderasi Pelajar, sebuah narasi alternatif moderasi islam IPM pun menjadi sebuah jawaban akan tantangan tersebut, dalam narasi alternatif itu menjelaskan perumusannya menggunakan teori Maqashid Syariah yang diracik oleh Imam Al-Ghazali dalam karyanya yaitu Al-Musthashfa min ‘Ilmi al-Ushul. Kitab tersebut kemudian memunculkan lima prinsip syariah yang terdiri dari hifz al-din (menjaga agama), hifz al-nafs (menjaga jiwa), hifz al-‘aql (menjaga akal), hifz al-nasl (menjaga keturunan), hifz al-mal (menjaga harta). Hal ini pun menjadikan indikator apakah elemen tersebut islami atau tidak.
Dalam hal kemandirian sosial ekonomi akan menekankan prinsip hifz al-mal, sehingga prinsip tersebut diterjemahkan menjadi dua indikator, yaitu indikator individu yang Kemudian, ada indikator sosial berupa membuka lapangan pekerjaan (berwirausaha). Kedua indikator ini, indikator individu dan indikator sosial, akan menjadi satu kesatuan keshalihan karena islam menghadirkan “rahmatan lil ‘alamin”, yang bermakna islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia, maupun alam semesta.
Indikator sosial maupun individu yang sudah dipaparkan di atas menjadi acuan bagi akar rumput pimpinan untuk menciptakan program kreatif demi mencapai indikator tersebut yang berbasis kearifan lokal yang dimiliki, dari hal itu IPM bisa menjadi wadah kreasi pelajar Indonesia dalam membangun peradaban percontohan di bidang kemandirian sosial.
- Penulis adalah Imam Sholehudin Ketua Bidang Pengembangan Kreatifitas dan Kewirausahaan PP IPM 2021-2023. Penulis dapat dihubungi lewat instagram @imamsholehudin
- Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.