Perubahan adalah salah satu dari sekian banyak topik yang acap disebut-sebut oleh kader IPM se-Indonesia di banyak aspek antara lain sistem, kaderisasi, digitalisasi, dan lainnya. Baik dalam diskusi, aksi, tema-tema kegiatan, topik ini belakangan jadi semacam ‘frequently played playlist’-nya kader IPM.
Lewat banyaknya intensitas atas nama perubahan itu, maka fenomena tersebut setidak-tidaknya mengisyaratkan satu hal, yaitu kader IPM juga ingin berubah.
Secara luas, diskursus mengenai perubahan adalah bahasan menarik sebab perubahan adalah keniscayaan. Ia musti terjadi sebagai konsekuensi dari realitas. Perubahan hadir sebagai perjumpaan reflektif individu dalam mengakui adanya ruang untuk berbenah. Dalam konteksnya di IPM, perubahan adalah bukti bahwa IPM ialah organisasi yang dinamis, yang senantiasa mengakui “kehampaan” dan merelevansikan diri terhadap zaman.
Tetapi tentu, gambaran terhadap perubahan itu sendiri tidak mutlak satu. Ia bisa ditelisik dari berbagai sudut pandang.
Perubahan dalam Berbagai Dimensi
Di dalam Al-Quran, penekanan terhadap perubahan dititik beratkan pada upaya individu atau kolektif dalam berbenah. Allah SWT dalam Ar-Ra’d:11 berfirman:
“…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Ayat ini dengan terang menyebut bahwa perubahan kolektif mungkin dapat terjadi bila unit terkecilnya, individu, memiliki visi dan imajinasi intersubjektif yang sama untuk mengubah keadaan. Lebih dari itu, perubahan oleh Allah SWT dalam Al-Quran dimaknai tidak hanya sebagai mimpi di siang bolong yang tiba-tiba terjadi.
Sebaliknya, perubahan adalah upaya yang sistematis dan terukur untuk bisa merealisasikan visi jangka panjang.
Ini membuat saya terbawa pada perbincangan saya beberapa waktu yang lalu dengan dengan Professor Mike Hardy, Founding Director dari Centre for Trust, Peace and Social Relations di Coventry University. Menurut Professor Mike, perubahan akan bisa terjadi secara optimal apabila pemimpin di dalamnya memiliki visi untuk berubah. Ia juga menekankan pentingnya peran individu, pemimpin di dalam orkestrasi perubahan.
Dalam konteks yang Professor Mike sampaikan, misalnya, perubahan dan kepedulian dari pemimpin terhadap isu lingkungan akan sangat menentukan perubahan dunia di dalam isu lingkungan itu sendiri.
Pemimpin yang abai terhadap perubahan, akan menciptakan dunia yang stagnan. Sebaliknya, pemimpin yang peduli dan terlibat aktif dalam perubahan akan menciptakan kemajuan. Perubahan memerlukan kerja aktif individu untuk dapat diwujudkan sebagaimana kita mengamini bahwa bumi tidak bisa sembuh sendiri, pohon tidak melulu bisa tumbuh sendiri, dan sebagainya.
Tindakan-tindakan sistematis, inilah yang perlu dikuasai pemimpin untuk bisa menciptakan perubahan. Dalam kasusnya di IPM, kader IPM memerlukan “Change-Instrument” sebagai alat baca realitas dan menciptakan perubahan. Sebab melalui instrumen-instrumen perubahan inilah, pemimpin muda di IPM bisa mewujudkan visi dan tujuan jangka panjangnya (Fullan, 2001).
Kata Professor Mike, pemimpin harus bisa menggerakkan. Perlu membangun movement yang melalui movement ini, pemimpin memupuk semacam ‘batu-batu kecil’ menuju keberhasilan.
Jalan Menuju Perubahan
Sebagaimana kata pepatah, ‘banyak jalan menuju Roma’, jalan menuju perubahan juga ada banyak pintunya.
Untuk membangun ‘batu-batu kecil’, James Clear dalam Atomic Habits (2018), memiliki cara untuk membangun kebiasaan baik dalam mencapai perubahan: Buatlah kebiasaan yang jelas (obvious), menarik (attractive), mudah (easy), dan memuaskan (satisfying). Dalam mencapai perubahan, James Clear mencoba menggunakan pendekatan-pendekatan kecil dan sederhana. Sedikit-sedikit menjadi bukit.
Sejalan dengan itu, Gretchen Rubin dalam the Happiness Project (2009) juga memberikan penekanan yang sama pada pentingnya membangun ‘batu-batu kecil’ atau ‘small steps’ dalam menyongsong perubahan. “Make good resolutions and take small steps,” kata Rubin.
Visi yang jelas tidak bisa dicapai dalam sekejap malam kayak Roro Jonggrang minta dibikinin Candi Prambanan.
Visi jangka panjang dan cita-cita perubahan dalam tubuh IPM hanya bisa dicapai lewat kebiasaan-kebiasaan kecil yang baik yang disusun sesuai dengan tujuan IPM. Tetapi bagaimana sesungguhnya kita bisa mengimplementasikan cara pandang demikian di realitas IPM yang sungguh ruwet?
Perubahan-Perubahan Kecil di IPM
Dalam konteks IPM, kita bisa memahami perubahan ini lebih mudah. Perubahan-perubahan kecil bisa kita lakukan dengan membuat milestone bulanan di tiap pimpinan berdasarkan hasil keputusan Muktamar. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
Pertama, buka buku tanfidz atau materi Muktamar, pahami delapan program prioritas yang sudah disusun. Delapan program prioritas ini adalah apa-apa saja yang menjadi target IPM selama beberapa tahun ke depan. Memahami ini menjadi penting sebab adalah basis fundamental perubahan itu sendiri.
Kedua, dari delapan program prioritas ini, buat indikator-indikator turunan sederhana dari setiap poin program prioritas. Seperti prinsip James Clear, buat turunan-turunan indikator yang jelas, menarik, mudah, dan memuaskan. Semakin sederhana poinnya, maka semakin mudah visi tersebut dicapai.
Ketiga, lakukan evaluasi rutin, gunakan indikator keberhasilan pimpinan untuk mengevaluasi perubahan pimpinan IPM itu sendiri. Secara teknis, Ipmawan/ti bisa menggunakan indikator yang digunakan oleh PP IPM dalam Muktamar, dan bila dirasa tidak cukup relevan dengan kondisi pimpinan setempat, buat indikator baru berdasarkan indikator-indikator turunan dari poin kedua.
***
Perubahan adalah hal yang mutlak terjadi. Tetapi menyikapi perubahan tidak perlu pusing. Pupuklah ‘batu-batu kecil’ menuju perubahan dan buat perubahan itu menjadi proses yang menyenangkan. Tidak perlu takut kalau IPM harus berubah. Karena semua pasti berubah, kecuali pesona (uhuk) Maudy Ayunda.
- Penulis adalah Brilliant Dwi Izzulhaq. Kader IPM Banten, suka bercerita dan memelihara kura-kura.
- Substansi tulisan sepenunya tanggungjawab penulis.