IPM.OR.ID., SORONG- Pembukaan Tanwir PP IPM juga menjadi ajang dipamerkannya kekayaan budaya Indonesia. Salah satunya tarian kreasi yang mengkompilasi Ekstrakurikuler (Ekskul) Hizbul wathon, Tari tradisional, tari kontemporer dan tim Hadrah.
Lewat hasil konseptor Siti Mariyam salah satu pelatih di ekskul tari di SMK Muhammadiyah Aimas, pembukaan Tanwir menjadi pegalaran budaya yang spektakuler. Siti mengatakan meski persiapan hanya tiga hari, semua bisa teratasi berkat daya juang dan semangat anak-anak yang tinggi serta Siti Khadijah Pelatih Monolog, Sobirin pelatih Hadrah, Trio Nurdianto dan Rusmin Solowat pelatih Hisbul.
“Ekskulnya masing-masing ada jadwal satu minggu dua kali, tetapi untuk fokus persiapan acara ini, mulai dari konsep, koordinasi dan lain-lain. Itu hanya tiga hari,’’ paparnya.
Bukan tanpa filosofi, tarian kreasi tradisional Pangkur Sagu itu memperlihatkan kehidupan pelajar muhammadiyah di sorong. Terutama keseharian keluarga asli papua. Sebagian besar perekonominya ditopang dari hasil penjualan sagu. “Gerakan keceriaan anak-anak saat memanen, memotong, hingga memprosesnya menjadi sagu,’’ ucapnya.
Selanjutnya Hizbul wathon merepresentasikan, selain anak-anak membantu orang tuanya panen, tetapi mereka juga masih memiliki semangat dan ingat sekolah. Berlanjut tari kontemporer yang menggambarkan sebenarnya Muhammadiyah juga terbuka. “Semua jenis musik bisa digunakan dalam kondisi apapaun selagi pakaian syar’I,’’ papar pelatih tari ini.
Pihaknya juga menyajikan keberagaman. Hal ini digambarkan saat tarian kreasi tradisional Pangkur sagu dan tari kontemporer. Artinya dengan segala keperbedaan semua harus saling toleransi, menghargai dan berdemokrasi. Karakter tersebut kerap dekat dengan kader IPM. Oleh sebabnya muncul tim hadrah yang menyanyikan lagu mars IPM.
Menurut Siti, seni merupakan bagian dari sumber kebahagiaan. Pasalnya, lewat seni bisa belajar karakter, kerjasama, keberagaman dan masih banyak lagi. Bahkan juga mengajarkan legowo, sebab masing-masing individu terkadang memiliki blind spot atau titik buta dalam mengevaluasi diri. Jadi harus legowo dalam menerima tanggapan orang lain. ‘’Seni itu memberikan ruang kreativitas tanpa batas,’’ tegasnya. (*Vyr)