#DiRumahAja, IPM.OR.ID – Poros Pelajar Indonesia yang terdiri dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) beserta organisasi pelajar lain resah dengan mekanisme masuk sekolah di masa pelonggaran PSBB. Mereka menilai pemerintah masih belum memberikan aturan jelas terkait mekanisme pembelajaran setelah PSBB dilonggarkan.
Hal ini disampaikan pada acara daring Simposium Nasional Pelajar Indonesia yang dinisiasi oleh Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM). Disaksikan oleh ribuan pelajar dari seluruh Indonesia melalui platform Zoom dan disiarkan langsung di Youtube dan Instagram PP IPM Senin (8/6) malam.
Simposium ini menghadirkan seluruh perwakilan ketua umum poros pelajar se-Indonesia. Diantaranya Aswandi Jailani, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Nurul H. Ummah, Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Husin Tasri Makrup Nasution, Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII), Arman Nurhakim Maulana, Ikatan Pelajar PERSIS, Luthfi Anbar Fauziah, Ikatan Pelajar PERSIS Putri, Abdul Gani, Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), Zayid Ramadha, Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan (IPNW), dan Ishak Ali Muda mewakili Ikatan Pelajar Al Washliyah.
Hafizh Syafaaturrahman mengajak seluruh poros pelajar untuk berkolaborasi menyelesaikan problematika bangsa khususnya pelajar.
“Saya mengajak pelajar semua untuk saling berkolaborasi dalam membangun Indonesia” Ujarnya membuka diskusi pelajar terbesar tahun ini.
Hafizh juga menyebutkan absennya pemerintah mengatasi persoalan pendidikan yang belum merata dan tetap menerapkan pendidikan jarak jauh berbasis daring.
Pernyataan Hafizh diperkuat oleh Nurul H. Ummah, Ketua Umumm PP IPPNU yang menyebutkan Mendikbud yang masih belum jelas menjelaskan protokol new normal di sekolah secara lebih terperinci.
“Mas Menteri masih blunder menanggapi situasi yang tidak terduga ini. Beliau kemarin sempat mengkampanyekan Merdeka Belajar sedangkan faktanya akses pendidikan saja belum tercapai, bagaimana mau merdeka belajar?” Papar Nurul.
Diskusi antara poros pelajar se-Indonesia ini dipandu oleh M. Abid Mujadid, Ketua Bidang Advokasi PP IPM sebagai moderator.
Husin Tasri dari PII juga memaparkan hasil riset yang dilakukan PII menunjukkan masih banyak teman-teman pekajar yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan di masa pandemi ini.
“Adanya los antara pembelajaran yang dilakukan. Kebijakan pemerintah terkait pembelajara jarak jauh juga belum bisa terlaksana sampai ke bawah. Karena tidak seluruh tempat memiliki jaringan internet yang baik dan ini menjadi problem.” kata Husi Tasri.
Arman Nurhakim Maulana, Ketua Umum Ikatan Pelajar PERSIS dan Luthfi Anbar Fauziah Ketua Umum Ikatan Pelajar PERSIS Putri juga sepakat bahwa pemerintah perlu mengkaji kembali kebijakan new normal di dunia pendidikan.
Anbar Fauziah menjelaskan “new normal bagi dunia pendidikan kalau belum ada protokol yang jelas berbahaya. Dikhawatirkan akan ada gelombang kedua jika kebijakan tetap diimplementasikan tanpa pertimbangan lebih lanjut.”
Abdul Gani, Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), Zayid Ramadha, Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan (IPNW), dan Ishak Ali Muda dari Ikatan Pelajar Al Washliyah sepakat dalam menghadapi kondisi saat ini perlu adanya kolaborasi antara poros pelajar dan stake holder terkait untuk memastikan new school life dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan protokol yang jelas dan memastikan semua mendapatkan yang disebut merdeka belajar ini.
Dengan demikian, poros pelajar Indonesia menuntut pemerintah utamanya Mendikbud untuk hadir dalam ketidakjelasan informasi terkait pelaksanaan sekolah di era new normal dan bagaimana mekanisme yang dapat memastikan pelajar aman di sekolah. Bukan malah mengorbankan pelajar atas nama herd immunity.
Ketua Umum PP IPM, hafizh Syafaaturrahman menutup forum dengan mengajak seluruh poros pelajar untuk terus berkolaborasi menghasilkan aksi nyata meskipun dihadapi dengan kondisi seperti saat ini. *(mia)