Bila kita semua menyimak pada Anggaran Dasar Ikatan Pelajar Muhammadiyah, tepatnya pada pasal 10 ayat 1 tentang Keanggotaan, anggota IPM adalah pelajar muslim yang belajar di sekolah Muhammadiyah maupun non Muhammadiyah setingkat SMP dan atau SMA. Hal ini yang kemudian menjadi acuan dari maksud dan tujuan IPM, yakni terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Namun, IPM saat ini hampir tidak lagi menjadi wadah perpanjangan tangan Muhammadiyah sebagai organisasi amar ma’ruf nahi mungkar di kalangan pelajar. Namun, IPM kini telah berubah menjadi ajang politik untuk kepentingan sendiri-sendiri. Adanya politisasi IPM ini hadir karena golongan pimpinan yang ada di dalam IPM justru memiliki pemikiran yang visioner dan ambisius. Sekilas mungkin patut diapresiasi, tetapi dalam hal kita patut mewaspadainya. Senantiasa ada efek negatif daripada kepemimpinan yang visioner nan ambisius. Mereka akan melakukan segala cara agar keinginannya dapat terwujud. Dalam beberapa kasus, IPM bahkan dianggap sebagai jembatan untuk meraih cita-citanya sendiri
Sebagai satu contoh adalah Muktamar ke-24 yang akan digelar di Makassar nanti. Menurut prasangka liar pribadi penulis, diwacanakannya penambahan batas umur hingga 25 tahun untuk bisa mencalonkan diri sebagai calon formatur Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) adalah salah satu bentuk dari ambisiusitas kader IPM.
Bila kita melihat pada sisi yang lain, adanya peraturan ini dalam musyarawah akan berakibat pada matinya regenerasi di IPM, bahkan pada organisasi otonom Muhammadiyah yang lain. Coba kita pikirkan bersama, di umur 25 tahun ke atas seharusnya mereka sudah mengurusi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Nasyi’atul ‘Aisyiyah (NA), Pemuda Muhammadiyah (PM), atau ortom lain. Malahan, dengan naiknya ambang batas umur membuat mereka masih disibukkan dengan organisasi pelajar.
Ranah IPM dan Otonom Muhammadiyah
Saya pernah mendapatkan pengalaman yang cukup lucu, salah satu komisariat IMM di Universitas Muhammadiyah Makassar mengirimkan surat kepada pimpinan daerah IPM kota Makassar. Isi suratnya bertuliskan, “Yth. Adinda Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kota Makassar”, seketika pimpinan daerah yang ada saat itu tertawa karena umur dari ketua hingga anggota dari komisariat itu lebih muda dari orang-orang yang menerima surat tersebut. Jika dipikir-pikir tidak ada salahnya IMM menyebut IPM sebagai adindanya, tetapi pimpinan daerah kota Makassar saat itu lebih tua, ketua IPM saat itu saja sudah sarjana. Hal ini telah mengubah fitrah IPM sebagai “anak bungsu persyarikatan”.
Tiap organisasi otonom Muhammadiyah sebetulnya memiliki ranahnya masing-masing, bila kita berbicara tentang IMM maka basis massanya adalah mahasiswa, sedangkan ketika kita berbicara tentang IPM maka basis massanya adalah pelajar.
Batasan umur untuk IPM sendiri adalah pelajar muslim yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Namun, mereka yang pernah menjadi anggota sebagaimana ketentuan Anggaran Dasar IPM dijelaskan jika diperlukan oleh organisasi, maka usia maksimal 24 tahun. Kemudian dijelaskan dengan rinci pada Anggaran Rumah Tangga pasal 23 tentang batas umur pimpinan sebagai berikut:
- Pimpinan Pusat IPM adalah 24 tahun tepat pada saat Muktamar.
- Pimpinan Wilayah IPM adalah 24 tahun tepat pada saat Musywil.
- Pimpinan Daerah IPM adalah 22 tahun tepat pada saat Musyda.
- Pimpinan Cabang IPM adalah 20 tahun tepat pada saat Musycab.
- Pimpinan Ranting IPM adalah 18 tahun tepat pada saat Musyran.
Jika mengacu pada Anggaran Rumah Tangga IPM, kita bisa bilang bahwa wacana dinaikkannya ambang batas umur menjadi 25 akan mencederai aturan yang sudah dibuat. Selain itu, hal ini juga mengacaukan pembagian basis massa tiap organisasi otonom Muhammadiyah. Kemudian, ruang-ruang untuk regenerasi menjadi terhambat. Hal ini juga akan menyuburkan budaya senioritas karena dengan naiknya ambang batas, maka senior IPM yang seharusnya tidak berada di suatu tingkatan pimpinan, ia memilih menetap dan merasa lebih baik daripada yang lain. Mereka mengambil ruang-ruang untuk berkembang, akibatnya anggota lain akan terhambat untuk berkembang.
Kaderisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah Nanti
Apabila memang benar umur ini ditetapkan 25 tahun, maka Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) yang seharusnya diisi dari kalangan pelajar, atau setidaknya mahasiswa, akan diisi oleh alumni-alumni pelajar dan mahasiswa, begitu pula dengan pimpinan wilayah dan daerah nantinya. Saya rasa hal ini cukup disayangkan. IPM adalah organisasi yang seharusnya mengembangkan pelajar, tetapi justru gagal dalam proses kaderisasi pelajar karena pimpinannya diisi oleh kalangan non-pelajar atau setidaknya mahasiswa.
Organisasi pelajar sudah sepatutnya diatur dan diurus oleh pelajar, dengan seperti itu pemikiran pelajar akan semakin berkembang tanpa batasan senior diatasnya. Hal-hal yang akan menjadi pokok pemikiran mereka pun berfokus pada pelajar dan pendidikan, tidak seperti saat ini yang telah tersentuh oleh kepentingan politik.
Sudah cukup alumni IPM turun langsung dalam mengkader para juniornya, tidak perlu lah kursi kepengurusan juga diambil alih. Saya kira pendampingan persuasif dari kawan-kawan seumur tentu akan lebih jauh efektif dibanding diberdayakan oleh senior.
Namun, selain isu ditetapkannya umur menjadi 25 tahun ini kita juga tidak boleh memalingkan muka dari ditetapkannya umur IPM menjadi 21 tahun. Hal ini merupakan pemikiran yang baik karena IPM akan kembali ke fitrahnya menjadi organisasi pelajar. Bila memang umur IPM menjadi 21 tahun, ada satu contoh metode yang mungkin bisa dijadikan rujukan dalam manajemen tingkatan struktural, yakni pengurus Purna Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Indonesia. Tiap sekolah mengutus pimpinan ranting terbaiknya dalam kepengurusan cabang hingga pusat. Dengan seperti itu IPM akan sepenuhnya diatur oleh pelajar.
Pimpinan ranting yang diutus menjadi pimpinan wilayah dapat melakukan pertukaran pelajar sesuai dengan domisili sekretariat wilayah. Pimpinan ranting yang diutus menjadi pimpinan pusat akan melanjutkan pendidikannya sesuai dengan domisili sekretariat nya namun akan kembali ketika ujian akan berlangsung.
Jika hal tersebut dapat terwujud, maka keanggotaan IPM yang dipimpin oleh pelajar berusia 12 sampai 21 tahun akan memiliki pemikiran yang terhindar akan ambisi pribadi dan akan kembali pada maksud dan tujuan IPM yang dicita-citakan, semoga di Muktamar ke-24 nanti benar-benar melahirkan keputusan yang memberikan dampak positif bagi IPM dan Muhammadiyah.
- Penulis adalah Irham Munasdar, Ketua PD IPM Makassar Bidang Perkaderan Periode 2023/2025. Serbu Irham hanya di Intagram-nya @@irham.munasdar_
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.